Hari demi hari pun berlalu.
Kemarin Gia tak bisa bergerak sedikit pun. Ia takut luka operasinya akan sakit.
Tapi sekarang, secara perlahan Gia sudah bisa berdiri.
Di sini, ada Jovi, Bobby, dan Yura.
Teman-temannya itu dengan rutin menjenguk Gia.Sisa kenangan beberapa waktu yang lalu, masih tersisa di pikiran Gia. Namun, dengan tekad yang kuat, dia berusaha menghapusnya.
Lihatlah! Gia juga bisa tertawa lepas tanpa ada Gio disisinya.
"Padahal badan gue gak ada luka sama sekali. Eh, giliran ada luka. Lukanya malah kaya gini," gerutu Gia.
"Makanya, kesehatan itu dijaga," ucap Yura.
"Gak papa, Gi. Lo tetep cantik kok," kata Jovi memuji Gia.
"Memuji cuma mau bikin gue seneng pas hari ini doang, ya?" tanya Gia dengan sinis.
"Eits, jangan salah. Jovi itu memuji tulus dari hatinya. Jadi, lo jangan pikir yang negatif dulu," timpal Bobby.
"Selamat siang, apa masih ada tempat untuk seseorang yang selalu disebut laverna?" Suara Alana muncul di ambang pintu.
"Ada kok. Di sini juga ada si Fungus Maximus," ucap Bobby sambil menunjuk Jovi.
"Heh! Mulut lo gak usah asal nyeblak gitu," omel Jovi.
"Sini, Al," pinta Gia agar Alana masuk.
Alana pun berjalan dan bergabung bersama mereka.
"Jauh-jauh kek lo dari gue. Inget ya, gue masih ada dendam sama lo," ucap Bobby saat Alana duduk di dekatnya.
"Cepet tua baru tau rasa. Oh ya, Arkan mana?" tanya Alana.
"Kok tiba-tiba lo nyari dia? Lo naksir sama Arkan, ya?" tuduh Yura.
"Nanya doang, ih. Biasanya dia kan gak bakal pergi jauh dari rumah sakit ini," ucap Alana.
Giliran Gia membuka suara. "Lo nanya Arkan di mana?"
Alana mengangguk.
"Katanya sih, dia mau pergi keluar bentar. Tapi, gue gak tau ke mana," ujar Gia.
Tok! Tok! Tok!
"Lo semua gak usah gibahin gue," ucap lelaki yang dari tadi menjadi topik utama pembicaraan.
"Serah lo," jawab Gia.
Arkan membawa sebuah kotak kue.
"Pasti isinya macaroon," ucap Gia.
"Iya," jawab Arkan singkat.
"Tumben lo beliin gue kaya gini," goda Gia.
"Bukan gue yang beli. Lo baca aja kertas yang ada di dalamnya," kata Arkan dengan santai.
Gia pun membuka kotak kue tersebut. Tangannya mengambil gulungan kertas yang diikat rapi dengan pita biru.
Gia membukanya. Dia membaca setiap kalimat yang tertulis di atasnya.
Air mata Gia pun kembali jatuh.
Gue pamit dulu, ya?
Gue tau lo bakal nangis baca ini.
Lo tau 'kan apa yang gue gak suka dari lo?
Gue gak suka saat lo tangisi gue.
Sekarang, hapus air mata lo.
Coba tersenyum.
Gue lebih suka lo senyum.Maaf udah ninggalin lo.
Dan maaf juga gak bisa jenguk lo.
Sampai jumpa di lain waktu.Satu hal yang akan jadi penutup surat ini.
Gue mau jujur sama lo.
Beberapa hari terakhir, gue sadar kalo gue udah suka, sayang, dan ...
Cinta.
KAMU SEDANG MEMBACA
Querencia [𝚃𝚊𝚖𝚊𝚝]
Fiksi Remaja"Lo itu kaya black hole, Gio! Gravitasi yang ada di dalam diri lo, bikin gue ketarik dan gak bisa lari lagi! Dan itu, secara perlahan bikin gue sakit." Air mata Gia terus saja keluar dari persembunyiannya. Sore ini keberuntungan tak berpihak pada Gi...