Di depan rumah yang bercat putih itu, ada sosok Gio yang duduk termenung sambil melihat langit sore dihiasi oleh awan-awan putih. Pemandangan yang membuat Gio melupakan masalah di dalam hidupnya. Pohon-pohon itu sesekali bergoyang karena hembusan angin. Rasa-rasanya, beban Gio dibawa pergi oleh angin itu.
Sesekali lelaki tampan itu menyunggingkan senyum. Ia merasa salah tingkah setiap kali mengingat Gia.
"Bunda tau kamu masih suka matcha latte," kata Dania.
Dania menaruh secangkir matcha latte ke atas meja di samping Gio.
Gio tersenyum dan meminum matcha latte yang sudah dibawakan oleh bundanya itu.
Dania pun ikut duduk di kursi kosong sebelah kiri. Matanya memandang halaman rumah.
"Gimana kabar ayah kamu?" tanya Dania.
Gio menoleh ke arah Dania. Setelah itu, pandangannya pun beralih ke depan. "Baik kok, Bun."
"Dia gak marah kamu datang ke sini?"
"Marah kok. Tapi, Gio bukan anak kecil yang terus nurutin ucapan ayah." Gio menghela napas.
"Sekolah kamu gimana?"
"Biasa aja. Kaya tahun-tahun sebelumnya. Dan bentar lagi bakal ujian," ucapnya, "Gio disuruh ayah buat kuliah di University of Strasbourg. Tapi, Gio gak mau."
"Kenapa, Gio?"
Gio menatap mata Dania. "Gio gak mau punya jarak yang jauh dari Bunda. Gio di Indonesia aja susah banget buat ketemu dengan Bunda."
"Yakin gak ada alesan lain?"
"Gio juga gak mau jauh dari Gia," katanya.
"Kalau menurut Bunda, lebih baik kamu kuliah di sana. Untuk masalah Gia, kamu bisa bicarakan ini dengan dia," tutur Dania.
"Gio takut dia ngerasa sedih," ucapnya.
"Kamu belum mencoba, jadi kamu gak bisa menebak hal yang akan terjadi selanjutnya."
Gio tertunduk. "Nanti Gio bakal kasih tau dia."
༺❀༻
Gia masuk ke dalam kamar tamu yang dia tempati selama di rumah Dania.
KAMU SEDANG MEMBACA
Querencia [𝚃𝚊𝚖𝚊𝚝]
أدب المراهقين"Lo itu kaya black hole, Gio! Gravitasi yang ada di dalam diri lo, bikin gue ketarik dan gak bisa lari lagi! Dan itu, secara perlahan bikin gue sakit." Air mata Gia terus saja keluar dari persembunyiannya. Sore ini keberuntungan tak berpihak pada Gi...