Angkara

39 2 0
                                    

Suara bising bangkitkan aku dari pejam mata. Pejam mata yang baru tercipta kala kokok ayam bangunkan manusia. Rasa semalam masih terbawa sama seperti alunan irama yang terus berulang bersenandung ditelinga. Kelabu pesona sang surya kembali tenggelamkan jiwa pada gelabah bahkan semakin jauh hingga mencapai nestapa.

Aku masih terjebak dalam medan gempita angkara. Setelah ku kira kau istimewa dan aku jatuh cinta. Ternyata kau sangat bertalenta memainkan drama. Dengan begitu seksama kau jatuhkan aku pada cinta lalu kau jatuhkan aku sejatuh-jatuhnya. Kau bawa aku pada puncak nirwana lalu kau remukkan asmara yang berkuasa didaksa. Kemudian kau pergi tanpa suara.

Aku adalah rupa manusia yang terlalu mudah jatuh cinta, apalagi tatkala mata dan dada seirama pada sosok seorang puspita. Hingga kadang aku lupa melibatkan kepala. Serupa dengan kamu, sebermula aku hanya menafkahi pesona mata dan gejolak dada. Aku lupa melibatkan logika kepala. Akhirnya semesta angkat bicara atas semua sampah yang kau bungkus dengan indah yang begitu mesra belai hatiku yang sederhana. Akhirnya logika bekerja atas semua dusta yang serupa yang terus saja hadir pada pertukaran kata.

Pada tegukkan hangat kopi dan hembusan asap putih, aku titipkan angkara. Berharap segera dicerna dan dihempas udara. Aku tak mau berlama dalam siksa yang terus menghina duga yang berkali-kali salah.

Teruntuk kamu yang ada disana. Terimakasih telah membuat aku jatuh cinta meski semuanya hanya dusta. Tak apa, aku takkan menyumpah kau akan merasakan serupa. Aku hanya sedikit kecewa, manusia mahardika sepertimu tega mempermainkan rasa.

A14

CELOTEH HANGAT KOPITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang