Filosofi Kopi & Senyum Indah

74 3 3
                                    

Siang tadi, aku dan kawan penikmat kopi begitu menikmati hari. Kami mengintari terik mentari layaknya Ben, Jodi, dan Abdi dalam film filosofi kopi. Maklum semalam imaji kami dicuci oleh film yang begitu menginspirasi ini. Semangat kami begitu berapi dengan beberapa caci sebagai identitas diri, persis seperti beberapa adegan dalam film filosofi kopi.

Setelah sibuk menata masa depan cerah, dua kawanku (Jodi dan Abdi, 😂) mengajakku untuk melepas lelah dengan bermain sodok-sodok bola (Bilyard). Aku sempat menolak karena aku tidak terlalu suka dengan permainannya, terlebih aku juga masih seorang pemula yang baru dua kali memainkannya itupun karena diajak oleh mereka berdua. Tapi aku tidak punya pilihan lain selain menerima karena suasana begitu hangat untuk bercengkrama.
Kami menelepon teman kami yang biasa kami ajak main bersama. Kata dia (ditelepon) dia berada disuatu tempat yang tidak jauh dari tempat kami berada. Kamipun bergegas untuk pergi menemuinya. Sesampai ditempatnya, mataku langsung tertuju pada senyum indah, yah senyum indah yang semalam aku lukiskan dalam rangkaian kisah.

Singkat cerita, kami langsung mengajak teman kami untuk segera menuju tempat bermain sodok bola. Tapi betapa bahagianya aku, setelah kawanku (Abdi, 😂) mengajak pemilik senyum indah untuk ikut bersama dan dia langsung bersedia, kemudian ikut bersama. Saat itu perasaanku begitu membunga, mengapa tidak ? Aku yang jarang memandang senyum indahnya, bisa menikmati senyum indahnya dalam waktu yang lama.

Sesampainya disana, aku yang nyatanya adalah seorang pemula, tiba-tiba saja jadi seseorang yang seakan tau semua tentang teknik-teknik dalam permainannya. Aku menjadi guru yang setia untuk dia pemilik senyum indah, sebab katanya dia juga seorang pemula. Layaknya guru yang setia, aku begitu bertalenta dalam melafalkan kata demi kata untuk mengajarinya. Dia yang sering salah, tak jadi masalah sebab tawa setelahnya begitu menggetarkan dada.
Hingga saat kawanku asik menyodok bola, aku dan dia asik berbincang canda. Kita saling berbagi cerita. Aku yang punya senjata kata, tentu tak susah untuk mengimbangi bincangnya. Diselah bincang aku terus menatap matanya. Tatap mata yang  begitu mempesona. Saat itu pula aku rasa aku jatuh cinta. Jatuh cinta padanya

A14

CELOTEH HANGAT KOPITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang