TUJUH

2.7K 145 0
                                    

"Sedang apa hm?" Lengan kekar laki-laki itu melingkar sempurna di pinggang hingga perut ratunya. Christian dengan sengaja meletakkan dagunya di atas bahu sempit milik Megan. Megan mengulum senyum karenanya.

Gadis itu menatap ke arah luar, menatap bagaimana mansion besar milik peninggalan kedua orang tuanya sungguh di kelilingi tembok tinggi yang susah untuk ditembus. Pemandangan di luar mansionnya hanya terdapat puluhan ribu batang pohon menjulang ke atas bersamaan dengan ribuan daun-daun yang tubuh hinggap di batang tersebut.

Mansion tersebut memang memakan waktu dua puluh menit dari pinggiran kota. Untuk mencapai ke pusat kota, Mereka memerlukan waktu kurang lebih satu jam untuk mencapainya. Markas Cosplay bertempat di mansion mewah yang selama ini ia tempati bersama dengan tiga puluhan mafioso lain yang bertempat di jajaran kamar berderet di bagian belakang dan sayap kiri Mansion.

"The rainbow is beautiful, you know-" Megan mengigit bibirnya sesaat setelah menggumamkan kalimat tersebut. Tujuh menit yang lalu hujan berhenti dan meninggalkan pelangi di langit atas. "But why so blind?" Christian yang tadinya tersenyum, kini menarik garis lurus bibirnya. Wajah Christian mendadak datar.

Christian tetap diam di posisinya, membiarkan Megan terus berbicara sesuai keinginan ratunya tersebut. Tiga bulan berselang dari kejadian bagaimana lancangnya Ananta kala itu di ruangan CEO Xian Artch, hubungan Christian dengan Megan hanya berkembang sampai tahap terbuka satu sama lain dalam hal apapun. Entah itu sangat pribadi atau tidak, alibi sebagai ratu dan tangan kanannya sangat berperan di sini.

"Kadang aku bingung, kenapa aku harus meneruskan pekerjaan Papa," Megan sedang tidak bertanya. "Kadang aku bingung kenapa aku tidak memiliki nama Xian di namaku." Sampai sekarang memang Megan sama sekali tidak mengetahui tentang hal ini. Christian pun sama, laki-laki itu bertemu Megan saat gadis itu berusia delapan tahun.

"Kadang aku ingin sekali mengajak Ziyu dan Noela ke mansion ini. Tapi rasanya mustahil," Gadis tersebut masih terus mendekap tangan Christian yang memelukknya dari belakang. "Banyak laki-laki di luar sana yang mengirimiku pesan setiap detiknya, sungguh aku ingin membalasnya Christian," Gadis tersebut menghela napas berat. "Tapi aku takut."

Hening lama karena Christian bahkan tak mampu menjawab satu pertanyaan pun di mulut bergumam Megan, "Bisakah kamu menelpon Aurora untuk kemari Christian? Aku butuh teman bermain kartu."

Christian masih diam di posisinya membuat Megan menoleh dan tanpa sengaja ujung hidung mereka bersentuhan, "Christian." Pekik Megan tertahan.

"Ya." Sahut Christian seraya menjauhkan wajahnya dari bahu sempit sang Ratu. Tangan Christian terulur meraih ponsel di saku celana trainingnya.

"Halo, bisakah ratu berkunjung ke mansion? ratu Megan memerlukan anda ratu."

Terdengar suara tawa dari ujung telepon, "Cih, orang itu."

"Jika ratu memang sedang sibuk saya akan menyampaikannya pada ratu Megan." Sahut Christian seraya masih memasang wajah datar miliknya.

Megan menatap tidak bersahabat pada ponsel Christian. Dengan sigap ia merampas ponsel Christian hingga laki-laki itu sempat mengaduh karena telinganya terkena kuku panjang ratunya.

"Hey bitch! Shut up your mouth and go! I need you." Sarkasnya tanpa memikirkan bahwa
kesekian kalinya, terdengar tawa lagi dari ujung telepon.

"Cih jalang sialan."

"Mau atau tidak! Dasar jalang murahan!" Di tempat lain, Aurora memberenggut tidak suka menatap ponselnya.

✅️ 6. Behind Xian ArtchTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang