Sevya datang bersama Theo, mereka menuju lantai teratas gedung Xian Artch siang itu. Suasana terasa sedikit kaku kala mereka berdua melintas di lobby, biasanya tidak begitu, meski itu Theo sekalipun.
Sementara di ruangan CEO itu sendiri ada satu televisi berukuran sedang yang terdapat single sofa sangat empuk berwarna merah muda di depannya menunjukkan tanda kepemilikan yang mengarah pada seorang Megan. Televisi itu menyala setelah Megan menekan tombol power dan mengatur suara mendekati mode mute.
"Tidak berencana makan?" Christian bertanya dengan minat tinggi pada posisinya. Kursi putar memang memiliki banyak keuntungan jika diletakkan pada kantor, pikirnya.
"Tidak sebelum Sevya dan Theo datang." Christian mengangguk mengerti lalu beralih pada berkas lain yang harus ia tanda tangani.
"Lewat jam satu jika mereka tidak juga dat-"
"Aku masuk." Suara Theo memberhentikan kalimat Christian dengan terburu.
Megan menoleh dan berdiri menghampiri Christian di tempatnya. Tangan gadis itu melingkari leher lelakinya dengan posesif sementara Theo dan Sevya memasuki ruangan.
Haknya jika tidak suka pada Sevya karena alasan merebut pacar sahabatnya, Haknya pula jika tidak suka pada Theo karena alasan mempermainkan sahabatnya, tapi di luar itu, ia sadar harus menekan egonya.
"Duduklah kalian." Posisi Sevya tidak sebanding dengan Megan meski ia terdaftar sebagai ahli waris salah satu perusahaan besar.
Setelah duduk menempatkan diri dengan benar. Mereka memulai. Dari kenapa Sevya membunuh Ananta, juga merembet ke, "Kenapa kalian begini ke Aurora?" Nadanya tak lagi tenang padahal kasus kematian Ananta jauh lebih penting dan ia bisa mengatasinya dengan kepala dingin.
"Aku tidak bermaksud." Sevya menyahut dengan wajah mendunga. Ia berdiri dan menatap Megan tajam. Menguasai keadaan, Christian akhirnya berdiri dengan sengaja menutup akses mata beradu mata antar kedua Ratu tersebut. Meski terhalang meja, percayalah keduanya membawa masing-masing pistol di punggung mereka dan itu sangat berbahaya.
"Chill dear." Ucapnya main-main menatap Megan seakan mampu membuat Megan tak lagi menyinggung masalah itu.
"Minggir!" Satu tangan terlulur itupun memukul pelan bahu Christian, lelaki itu memang mengaduh tapi tidak seberapa.
Kedua pasang mata itu kembali beradu, "Aku kan sudah bilang, kamu boleh bergabung di Cosplay tapi mengacalah." Ucap Megan sarkas.
Sevya serasa tertohok, gadis itu tertawa, "Jangan menganggap aku dengan sebelah mata Megan," Gadis itu menggeram. "Hari ini kamu aman, setelahnya aku tidak akan tinggal diam."
Gadis itu melangkah, Theo yang bingung memilih menyusul kekasihnya dan sebelum Sevya benar-benar hilang ditelan pintu, gadis itu menoleh, "Berkacalah! Kamu bahkan sama sekali tidak pantas dipanggil ratu oleh orang di sebelahmu. Kamu hanya dikasihani olehnya." Ujarnya sembari menatap Christian dan pergi setelahnya.
...
Semua berjalan tanpa kendali apapun selama beberapa hari. Lancar tanpa gangguan; serangan juga menyerang. Namun yang jelas di dalam sangat terlihat kacau.
Christian menutup pintu kamar Megan dengan satu sentakan keras. Ia terlalu lelah hanya untuk menandatangani puluhan berkas kerja sama ditambah masalah pembunuhan Ananta yang sudah jelas pembunuhnya namun tidak jelas motif nya apa.
Apalagi kejadian di lift kantor yang ia lihat beberapa menit lalu, ia murka tentu saja. Tidak, tidak berhubungan dengan Megan atau apapun yang bersifat kerjaan. Hanya saja, Ia malu mengakui bahwa dirinya terangsang. Pemandangan tadi, saat pintu lift terbuka; dua karyawannya half naked bertukar saliva di lift. What the hell! Christian kehabisan kata hanya untuk membuat mereka mengakui kenapa melakukannya di dalam lift para petinggi kantor. Sungguh berani dan sungguh tercela, pikirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
✅️ 6. Behind Xian Artch
Genel KurguCERITA TELAH SELESAI Namanya Bao Megan, gadis semester dua yang berada di puncak emosi dengan peliknya masalah dari bisnis Dunia Hitam. Tak cukup hanya itu, kisah percintaan yang rumit membawanya pada ketidak pastian berkepanjangan...