MALAH RINDU

354 19 0
                                    

Ijal menunggu Jinan keluar dari kelas di halaman depan sekolah sambil memegang kotak dan bunga mawar yang Jinan lempar tadi, tempat yang biasa Jinan lalui bila hendak keluar sekolah ditemani teman segengnya yang duduk di salah satu bangku yang terbuat dari semen. Ijal terus memperhatikan satu persatu murid perempuan yang berlalu lalang, mencari sosok Jinan diantara perempuan itu. Akhirnya orang yang Ijal tunggu terlihat, tanpa basa-basi Ijal menghampiri Jinan dan menghalangi jalan Jinan. Papat dan Ojan langsung berdiri berusaha melihat Ijal yang menghampiri Jinan, Jek masih duduk dan memainkan ponselnya.

"Nan.. Maaf ya." Ucap Ijal pelan.

"Awas. Gausah ngomong sama aku lagi." Jawab Jinan ketus.

"Kok gitu, aku kan mau minta maaf." Ijal menatap Jinan lemah, berharap Jinan akan memaafkannya lagi.

Jinan menangkat kepalanya agar ia bisa melihat wajah Ijal.

"Ga puas emang bikin aku malu? Cape tau ngeladenin kamu! Dibaikin malah ngelunjak!" Jinan menaikan nada suaranya. Lalu mencoba melangkah melewati Ijal. Tapi Ijal masih berusaha menghalanginya.

"Iya makannya aku minta maaf."

Cindy dan Christi hanya melihat perdebatan Jinan dan Ijal dari belakang Jinan, walau sebenarnya mereka sendiri sedikit pusing melihat tingkah Ijal yang semakin tak terkontrol akhir-akhir ini.

"Aku maafin, tapi gausah ganggu dan ngomong sama aku lagi!!" Bentak Jinan kini Jinan sudah tak mau dihalangi Ijal lagi,ia menguatkan tubuhnya untuk melewati Ijal.

"Jal.. Udah dulu napa.. Kasian dia marah-marah mulu." Kata Christi menahan Ijal untuk mengejar Jinan yang meninggalkannya.

"Salah ya aku minta maaf?" Tanya Ijal pasrah.

Christi hanya menggeleng, kalau ia menjawab pasti Ijal punya jawaban lain untuk membela dirinya.

"Yaudah, tolong kasihin ini ke dia ya. Kalo dia mau." Ijal sudah sangat pasrah dan memberikan kotak dan bunga mawar itu pada Christi.

"Aku usahain ya, maaf Jal Jinan kalau marah kaya gitu." Jawab Kiti sambil menerima titipan Ijal.

000

Ijal menutupi seluruh seluruh tubuhnya dengan selimut, hujan malam ini malah semakin membuatnya menyesali apa yang terjadi hari ini. Harusnya memang ia tak lancang mengecup kening Jinan. Jinan benar, mungkin ia tak sama dengan perempuan-perempuan lain yang pernah ia dekati. Tapi Jinan salah bila mengira Jinan hanya mainan, Ijal menyadari dan meyakinkan hatinya kalau ia tulus pada Jinan.

Mungkin dia ngira gua gak waras, tapi sebenernya cuma dia yang bayangannya sekarang selalu ada di benak gua. Dia sedikit bisa menentramkan dan mendamaikan mimpi gua. Gua mulai nyaman ngobrol sama dia, ada di dekat dia. Kalau kaya gini dibilang gak waras, lebih baik gua ga perlu sembuh.

Keluhnya pada langit-langit kamarnya. Rasanya sulit sekali memejamkan mata dengan bayang-bayang wajah Jinan yang marah padanya siang tadi.

"Ema...ngg... Di... Luar..... Ba...tas... Sih... Jal..."

"Kenapa ga Tanya kita dulu sih lu mau nyium jidat Jinan? Itu emang lancang buat cewe kaya Jinan menurut gua."

"Udah gila emang lu Jal."

Perkataan teman-temannya juga terus membuatnya semakin membenci dirinya sendiri.

"Aku maafin, tapi gausah ganggu dan ngomong sama aku lagi!!"

Kalimat terakhir yang Jinan ucapkan yang paling membekas di hatinya, ia juga sudah tak punya nyali lagi untuk bicara pada Jinan. Ia yakin saat Jinan sudah mengutuk Ijal dengan segala jenis kutukan.

JINAN, WAGER GIRL (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang