SEDEKAT INI?

342 25 0
                                    

Jek terus memotret Jinan di berbagai spot, melupakan segala masalah yang terjadi sejenak. Semakin sore angin berhembus makin kuat meniup rambut Jinan yang panjang membuatnya sedikit terganggu juga Jek, meski Jek hanya memandanginya dari tempatnya berdiri sambil mengarahkan kamera ponselnya pada Jinan yang sedang tidak bergaya namun tanpa sadar Jek memotret Jinan berkali-kali karna pemandangan indah di depannya.

"Bentar-bentar." Kata Jinan, ia menarik pengikat rambut menyerupai kabel telepon dari pergelangan tangannya. Lalu mulai merapihkan rambutnya, tapi angin terus membuat rambutnya tak mau diatur.

Jek mendekat, lalu duduk di samping Jinan, Jinan menatap Jek bingung.

"Ngapain?" Tanyanya.

"Biar kehalangan anginnya, sok iket lagi." Ujar Jek, tubuhnya seperti menghalangi angin yang bertiup meski ia suka melihat rambut Jinan terbang ditiup angin.

Ga ngaruh juga sebenernya, tapi biarin aja dah. Benak Jinan

Jinan terus mencoba mengikat rambutnya, walaupun tak mengerti apa yang Jek lakukan tapi memang angin yang menerpanya jadi sedikit berkurang dan akhirnya ia berhasil mengikat rambutnya, lalu ia menoleh ke samping menoleh pada Jek yang kini tertegun memandanginya.

Jek membisu, dari dekat rambut hitam Jinan begitu indah dan terlihat lembut rasanya ingin sekali tangannya ini membelai rambut hitam Jinan yang sudah terikat di bagian belakang kepalanya. Tangannya tanpa perintah mengambil bagian rambut Jinan yang tak terbawa oleh Jinan, lalu menyibakannya ke belakang telinga Jinan. Jinan nampak lebih cantik saat rambutnya dikuncir, tak sedetikpun Jek lewatkan untuk memandangi Jinan tanpa sadar jari jemari Jek malah mengelus lembut pipi Jinan karna mengagumi karunia Tuhan yang kini ada di depannya. Lalu Jinan menatap teduh Jek tatapan sayu yang sangat menentramkan hati seraya merasakan kelembutan dari tangan Jek di pipinya.

"Kok tangan kamu anget?" Tanya Jinan yang kemudian menyentuh tangan Jek di tangannya.

"Kamu sakit?" Tangan Jinan berpindah ke kening Jek.

Jek tersadar kalo Jinan kini tengah memandangnya juga. Seketika ia merasakan jantungnya seperti berbunyi yang artinya berdetak keras. Mungkin itu bukan jantungnya, tapi suara hatinya.

"Tangan kamu lembut banget." Ucap Jek sedikit salah tingkah.

"Aku jarang megang tangan cowo." Jawab Jinan.

"Tapi, kamu pegang tangan aku tadi." Balas Jek sambal terus memperhatikan Jinan yang kembali merapihkan rambutnya.

"Berarti kamu beruntung." Ucap Jinan dengan senyum simpul di wajahnya.

Jek kembali menatap Jinan.

"Kalo dari deket kamu cantik, Nan." Ucap Jek lembut.

"Emang kalo dari jauh engga?" Tanya Jinan.

"Haaaa engga gitu. Mungkin, orang harus kenal kamu dulu biar tau kalau kamu cantik. Bukan dari fisik aja tapi dari hati juga." Kata Jek memuji Jinan lagi, lalu ia tak mampu membunyikan senyumnya atau lebih bisa dilihat menahan tawa.

"Kalo gak kenal, kaya nenek sihir." Ejek Jek dengan melepas tawanya yang tadi tertahan.

Sikut Jinan terangkat tepat mengenai dada Jek. "Ah ngerusak suasana." Katanya sebal.

"Aduduhh!" Jek meringis sakit, saat sikut Jinan mengenai dadanya yang tadi siang beradu dengan lutut Ijal. Jek melangkah mundur tak sadar di belakang kakinya ada batu berukuran kepala bayi membuatnya kehilangan keseimbangan dan jatuh ke belakang tapi dengan sigap tangan Jinan terulur meraih lengan Jek tapi Jek sudah terjatuh duluan hingga Jinan yang memegang lengan Jek ikut terjatuh di tubuh Jek.

JINAN, WAGER GIRL (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang