Hari ini setelah pulang dari kampus Risa dijemput okeh ayahnya, ayahnya telah berjanji akan menjemput Risa meskipun Risa sempat menolak karena takut mengganggu pekerjaan ayahnya tapi ayahnya tetap memaksa untuk menjemput Risa. Alhasil disinilah mereka sekarang, disebuah rumah makan untuk makan siang sekaligus untuk memperbaiki hubungan mereka yang sempat mrenggang.
"Kapan kamu mau kenalkan calon suami kamu pada ayah ?"
Pertanyaan yang diajukan ayahnya yang terdengar santai dan biasa saja berhasil membuat Risa tersedak makanannya sendiri.
Risa menatap ayahnya bingung, calon suami ayahnya bilang, padahal dia dan hatinya belum menentukan dengan pasti apakah dia manikah dengan Gibran nantinya atau tidak.
"Ayah bisanya kapan ?"
"Sekarang juga boleh, mumpung ayah sedang tidak sibuk"
Risa hanya mengangguk kemudian mencoba mencari kontak orang yang ingin ditemui ayahnya, sesaat kemudian Risa terdiam, dia baru teringat jika tidak memiliki nomor Gibran. Alhasil kebingungan kin melada pikiran Risa karena tidak tahu harus dengan cara bagaimana dia menghubungi Gibran.
"Jadi gimana, bisa enggak sekarang ?"
"Emm.. Risa coba tanya dulu ya yah"
Tanpa berpikir dua kali Risa segera menhubungi Zara dan meminta tolong padanya untuk menyanpaikan pada Gibran jika ayahnya ingin bertemu dengannya.
Tidak menunggu waktu lama Zara langsungsung membalas pesan Risa dan mengatakan jika Gibran akan segera datang ketempat Risa dan ayahnya berada, kebetulan saat ini Gibran juga tengah berkenjung kepesantren keluarganya.
"Katanya sebentar lagi juga datang"
"Calon suami mau datang kayanya biasa aja gak ada ekspresi bahagia bahagianya"
"Memang ayah bisa lihat ekspresi wajah Risa, wajah Risakan cuma keliatan matanya"
"Kebahagiaan tidak hanya dapat dilihat dari ekspresi wajah tapi juga dari berbagai hal seperti berlaku ,atau nada suara ,tadi kamu mengatakan calon suami mu akan datang seakan kamu kamu tidak perduli dan nada suaramu juga begitu"
Tidak ada jawaban yag kekuar dari mulut Risa, gadis itu lebih memilih bungkam karena nyatanya apa yang ayahnya katakan adalah sebuah kenyataan. Dia seakan tidak peduli Gibran akan datang atau tidak,hatinya juga tidak memiliki perasaan bahagia atau semacamnya saat mendengar laki - laki yang ayahnya sebut calon imam akan datang.
"Benarkan tebakan ayah, kamu tidak mencintai Gibran ?"
Wijaya menyentuh punggung tangan Risa sambil menatap matanya lekat - lekat, serenggang apapun hubungan mereka, mereka tetaplah seorang ayah dan anak yang pastinya memiliki ikatan batin yang kuat, dari mata Risa Wijaya tahu bahwa tidak ada perasaan apapun yang dimiliki putrinya untuk Gibran
"Sayang jika kamu tidak mencintainya maka cukup berhenti sampai disini, ayah tidak mau kamu mengalami rumah tangga seperti ayah yang akhirnya berpisah di tengah"
Risa yang semula menunduka perlahan mengangkat kepalanya, menatap wajah ayahnya yang juga tengah menatapnya, Risa bisa melihat ada sorot penyesalan yang terpancar dari wajah ayahnya saat dia mengingat bahwa kini kedua orang tuanya telah benar - benar resmi berpisah. Hati Risa terasa hancur saat mendengar kabar itu, keluarganya, hubungan kedua orang tuanya kini telah benar - benar hancur.
"Risa memang belum mencintainya, tapi Risa yakin suatu hari Risa bisa mencintainya"
"Apakah ada seseorang yang kamu cintai ?"
Sesaat Risa kembali terdiam, matanya menatap wajah sang ayah lekat - lekat seakan dia mengungkapkan sesuatu melalui tatapan matanya. Risa ingin sekali berkata bahwa Angga laki - laki yang kini dia kagumi dan cintai, tapi dia tidak cukup memiliki keberanian untuk mengungkapnnya, biarlah cinta yang dimilikinya untuk Angga tetap menjadi rahasianya.
KAMU SEDANG MEMBACA
CAHAYA CINTA
SpiritualDia yang hidup tanpa pernah mendapat sentuhan dari orang tua ,tanpa mendapat kasih sayang, pelukan dan ciuman dari kedua orang tuanya . Iri ,tentu . menharapkan ,sangat . Tapi perlakuan yang di dapat Risa dari kedua orang tuanya ,membuat Risa sadar...