07

20.3K 1.5K 67
                                    

Diam menjadi pilihan dari hati yang tak mampu berujar sebuah rasa. Ujar menjadi tahapan besar bagi mereka si para pendiam rasa.

Rintik hujan bergemuruh di luar sana. Malam ini hujan turun dengan derasnya. Angin gaduh menggoyangkan apapun yang ia lewati.

Di rumah besar milik Hardinata sepasang pengantin ini sudah terlelap. Saling berhadap - hadapan tanpa ada tangan saling merangkul. Sampai sang suami bergeliat, membuka mata tajamnya. Dia ternyata tak bisa tidur hanya berusaha memejamkan mata tapi tak urung terpejam sedang istrinya terlelap begitu tenangnya.

Arkan melentangkan tubuhnya menatap atap kamarnya tapi tak membuat dia mengantuk. Akhirnya dia menghadap kembali ke arah istrinya. Menatap wajah teduh itu dengan seksama.

Di bawa istrinya ke dalam pelukannya. Humaira menggeliat pelan dan terbangun. "Aku membangunkanmu?" Tanya Arkan.

Ira tak menjawab hanya memeluk suaminya erat dan kembali tertidur. Arkan terlihat senang. Tangannya aktif mengusap punggung istrinya, lama kelamaan mata itupun terpejam.

Ke esokan paginya Arkan harus kembali kepada rutinitasnya. Humaira menyiapkan pakaian kerja suaminya. Memasangkan dasi dan lain sebagainya.

"Ira ijin ke pesantren yah kak? Mau bantuin kak Ihsan juga Abi." Pamit Ira.

Arkan menganggukan kepalanya.

"Pulangnya nanti aku jemput."

Ira tersenyum senang. Merekapun turun untuk sarapan pagi bersama. Lelaki di keluarga ini sudah berpakaian rapi.

Ira duduk di samping suaminya. Mengambilkan piring dan sarapan untuk Arkan. Ira terlihat telaten mengurus suaminya.

Reynand yang ada di sebrang mereka terlihat menatap dengan bosan. "Aku tak habis pikir lelaki ini punya seseorang yang menginginkannya." Celetuknya.

Arkan menatap Reynand dengan tatapan datarnya "ishhh tatapan itu. Ira lihat, bahkan tak kutemukan tatapan hangat itu disana." Ujarnya lagi.

"Aku tak mengerti apa yang kamu inginkan dengan mengomentariku. Menikahlah kalau kamu memang mau." Jawab Arkan tetap tenang dengan sarapannya.

"Aku ingin bicara dengan kalian selepas sarapan." Ujarnya tak mau di bantah karena setelah sarapan pengantin baru itu sudah duduk di depan meja kerja Reynand bagaskara.

Reynand duduk di meja kerjanya menatap sepasang sejoli itu dengan tatapan menilai. Arkan menanggapi tak acuh.

"Aku ingin menjadikan Ira sebagai sekretarisku di perusahaan. Ijinkan aku untuk melakukan itu lagi." Ujarnya.

"Kamu pikir aku tak mampu menafkahinya? Di haruskan bekerja kepadamu." Tanya Arkan terlihat tak suka.

"Aku bingung memilih siapa lagi Ar, Kamu tahu semuanya terlalu rumit akhir - akhir ini. Pekerjaanku banyak dan aku tak menemukan sekretaris yang cocok untukku selain Ira."

"Sudah cukup dia membantumu saat itu. Cari sekretarismu sendiri jangan libatkan istriku dalam masalahmu." Pungkas Arkan menarik tangan Ira keluar dari ruangan itu.

Humaira tahu kegundahan Reynand lelaki itu menjadi pribadi yang memperumit segala hal.

"Boleh, Ira bicara sebentar kak?"

Diam Yang TerpilihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang