15

15.4K 1.4K 55
                                    

Hujan mengguyur kota malam ini. Hati yang sunyi terasa dingin, dibelit kerinduan yang mendalam. Seorang lelaki tampan itu resah dalam tidurnya. Tubuhnya dia gulingkan kesana kemari tapi kantuk tak kunjung menghampirinya.

Detak jantungnya seolah tak ingin senyap istirahat. Ia memburu seolah ingin mengajak sang pemilik raga pergi menerobos hujan dini hari menemui sang kekasih hati.

Arkan membangunkan tubuhnya. Berderap menuju kamar mandi untuk mengambil wudhu. Disepertiga malam yang hening lelaki itu mengadu kepada Rabbnya, perihal pantaskah disampingnya ada perhiasan sebaik-baiknya dunia bahkan bidadari syurgapun nanti akan cemburu.

Wajahnya tertunduk. Tangannya menghitung tasbih perihal dzikirnya yang tak berhenti. Matanya dia pejamkan. Musahabah perihal dirinya, kedua orang tuanya juga keluarganya.

Rindu itu kian menyeruak saat wajah istrinya memenuhi matanya yang terpejam. Berdentam-dentam jantung itu berontak di tempatnya.

"Ilahi pemilik hati ini, Ajarkan aku rindu yang memberikan arti. Ajarkan aku Ridho demi kebaikan rumah tangga ini. Ajarkan kami mengerti untuk senantiasa tak lupa agar saling melengkapi." Do'anya lirih menembus cakrawala.

Dia beranjak mengambil handponenya. Mendial nomer istrinya. Terdengarlah suara yang dia rindukan itu. "Kak," Ujarnya yang langsung membuat hatinya tentram.

"Kakak mengganggu?"

"Ira lagi muroja'ah. Gak mau Video call?"

"Enggak, Wajahmu sudah penuh menguasi mataku walaupun terpejam. Aku takut tak mampu menguasai rinduku ini."

Ira diseberang sana tersenyum. Terdengar kekehan pelan istrinya itu. Tenanglah hati Arkan.
"Kakak tahu, kenapa Allah menjadikan manusia berpasang-pasangan? agar saling menentramkan, mengingatkan."

"Hmmm."

"Disaat hatimu resah, Ulang hapalanmu. Alangkah mulianya orang yang Al-qur'an sudah dapat dia baca tanpa melihat mushaf. Kakak bukannya sudah mampu?"

"Apa tak hina Al-qur'an itu mencokol di kepala lelaki sepertiku?"

"Kakak, Kamu lelaki yang aku kasihi dan Ira selalu mendo'akan agar Allahpun mengasihi kakak. Dia maha Rahman."

"Bacakan aku surah itu."

"Kita baca sama-sama ya."

Sepasang suami istri itupun muroja'ah surah itu. Mata Arkan dia pejamkan. Air mata meleleh disudut matanya. Terisak-isak hatinya. Setelah selesai Ira ikut menangis mendengar isak tangis suaminya.

"Aku takut kehilanganmu, Apa ini berlebihan?" Tanya Arkan parau.

"Tidak kak. Terimakasih."

"Aku takut keluargamu tak mengizinkan kamu kembali bersamaku. Wajarkan?"

"Iya. Insha Allah Ira akan kembali sama kakak. Disini, Ira lagi membujuk Abah. Ira tak mau menyakiti hati beliau yang sudah senja."

"Sentuh dia dengan kelembutanmu, istriku dan cepatlah kembali kesini."

"Iya. Ira selalu mencoba."

Setelah itu hening. Arkan kini  duduk disamping kaca kamarnya. Melihat langit yang masih pekat itu. "Kakak tadi menulis puisi untukmu."

"Apa? Bacaaa."

"Akan aku baca. Biar rindu kita sama."

Ira terkekeh. Arkan gak tahu saja diperjalanan pulang menuju kediaman keluarganya dia menangis. Sesampainya di rumah Ira langsung berlari ke kamarnya sambil menangis. Drama banget emang tadi sampai kakaknya Ihsan menggedor-gedor pintu kamarnya takut adiknya kenapa-kenapa.

Diam Yang TerpilihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang