11

18K 1.5K 80
                                    

Wahai yang di cinta telah ku rela hadirmu temani relung hatiku, simpanlah jiwaku dalam do'amu kan ku jaga setiamu.

Jingga memoles warna begitu merata. Sinar kemuning menimpa warna laut sehingga terlihat berkilauan. Angin pantai menerbangkan jilbab lebar Humaira.

Suaminya menjadi photografer untuk istrinya. Ira yang menjadi model hanya berpose malu - malu.

"Kak, Udahh. Ira malu." Ujarnya.

Arkan tersenyum. Menghampiri istrinya sambil memperlihatkan photo - photo hasil jepretannya. "Cantik, Masya Allah."

"Kakak mau Ira photo gak?"

Kini Ira mengambil kamera di tangan suaminya itu. Mulai membidik suaminya lewat lensa kamera. Satu jepretan, Dua jepretan dan seterusnya. Posenya tetap sama tapi begitu mengagumkan.

"Posenya tetep begitu tapi keren." Puji Ira.

"Suami siapa dulu dong." Ujar Arkan sambil melihat - lihat hasil jepretan istrinya.

"Mas, Boleh tolong photoin kami." Ujar Arkan kepada orang yang lewat. Ira memelototi Suaminya. Arkan tidak mempedulikan.

Yang memoto mulai kebingungan karena modelnya malah pada diem - dieman. "Mas dan mbaknya ini suami istri kan?"

Ira mengangguk. Arkanpun mengangguk. "Mas dan Mbaknya malah kalah sama pasangan yang belum halal disana, Begitu leluasa" Celoteh si relawan Photo.

"Udah mas gak jadi. Makasih." Ujar Arkan sambil mengambil kembali photonya. Si relawan photo kembali ngeloyor pergi.

Humaira terkikik. "So soan sih kakak." Sambil memukul dada suaminya. Arkan merangkul pundak istrinya.

"Fyuhhh. Nanti kita suruh Kak Reynand motoin." Ujar Ira karena melihat semburat kecewa di mata suaminya.

"Reynand lebih bawel."

"Kakak ngambek?"

"Enggak."

"Lalu kenapa itu bibirnya maju begitu?"

"Pengen cium kamu."

"Kakak ikhhh."

Arkan tertawaa sambil memeluk erat istrinya yang ternganga. Disaat senja semakin elok warnanya Arkan dan Humaira sudah berada di kamar hotelnya menunggu adzan maghrib.

Arkan menyuruh Ira mendengarkan hapalannya. Ira dengan senang hati mendengarkannya.

"Kak Mukhroj Hurufnya. Huruf Wau nya belum bener, Padahal itu paling mudah." Nasehat Ira.

"Coba contohin."

Ira mencontohkan dan satu kecupan mendarat di bibirnya. "Kakak.. Ihh..Moduss. Ya Allah." Pekik Ira sebal sambil memukul pelan punggung suaminya.

"Kita kan udah wudhu."

Ira sebal. Dia memukul Arkan dengan sajadahnya. Arkan tentu saja menghindar. Disaat Ira sedang melampiaskan kekesalannya Arkan langsung mengunci pinggang istrinya.

"Sepertinya sudah maghrib. Sstttt." Ujar Arkan menyimpan telunjuk di bibir istrinya. Suara Adzan yang selalu berdering di handpone Arkan saat waktu shalat. Adzan itu begitu indah memanggil - manggil umat manusia untuk beribadah.

Pandangan tajam Arkan menatap istrinya lurus. "Selamat datang di separuh nafasku, Humairaku." Ujar Arkan mengecup pipi istrinya setelah adzan selesai dan berlari terlebih dahulu untuk mengambil wudhu.

Humaira tersenyum geli. Arkannya kini sudah banyak bertingkah. Di bali mereka hanya menghabiskan liburan mereka selama dua hari. Setelah itu langsung pulang. Tidak ke kediaman Hardinata tapi Kediaman keluarga Humaira.

Diam Yang TerpilihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang