09

18.7K 1.5K 96
                                    

Jika diam menjadi pilihan. Konsekuensi kesalah pahaman semakin besar. Bangun komunikasi dengan pasangan. Agar mereka tak menjadikan pilihan diammu menjadi suatu kesempatan.

Angin menjelang sore terasa lembut sekali menerpa wajah. Dua sejoli itu masih betah berada di halaman belakang sekolah mereka dulu.

"Ada perempuan yang mengutarakan cinta kepadaku tadi siang." Arkan memulai pembicaraan.

Ira langsung menatap wajah suaminya dengan wajah yang terkejut sekaligus merenggut. Gurat kecemburuan itu terlihat. Arkan tersenyum.

"Cemburulah sayang. Aku menyukainya."

Ira menunduk lalu memainkan jemarinya. Arkan langsung menggenggam tangan istrinya itu.

"Di sisimu selalu banyak wanita."

"Ya. Kakak juga tidak tahu kenapa."

"Karena kakak itu tampan." Ujar Ira.

"Katakan sekali lagi, kamu bilang apa?"

Ira mencebikan bibirnya. Perempuan se anggun apapun akan ada saatnya bersikap seperti ini kepada suaminya.

"Kak, kadang Ira suka berpikir untuk belajar melapangkan hati ini. Belajar ikhlas untuk mengijinkan seorang perempuan baik untuk hidup bersama kita."

Mata Arkan terlihat redup. "Aku tak suka dan aku tidak mau. Ira, Aku tidak mengerti apa itu adil yang semua orang definisikan. Jikalaupun tahu cukuplah pemahaman adilku aku praktekan terhadap rumah tangga kita, Kepadamu, kepada anak kita juga keluarga kita."

Ira tersenyum. Menatap suaminya dengan senyuman jahil.

"Itu kalimat terpanjang yang kakak ucapkan."

Arkan tak percaya. Istrinya ini, Menggodanya. Dia langsung mencubit hidung Ira gemas. Ira terkekeh sambil meminta ampun.

"Aku meletakan kepercayaan kepada kakak diurutan 10 teratas. Jadi itu baik, Ira mempercayai kakak sebagaimana Allah mempercayai kita untuk hidup bersama." Ujar Ira setelah cubitan di hidungnya Arkan lepas.

"Makasih, Komunikasikan apapun ya. Kakak tidak ingin ada kesalah pahaman yang tanpa duduk perkara."

"Iya, Siapa nama perempuan tadi?"

Arkan menceritakan perihal Brenda. Bahwasannya dulu dia tetangga apartemennya waktu kuliah. Arkan menceritakan begitu jelas tanpa ada yang di tutup - tutupi.

Begitulah seharusnya rumah tangga. Bicarakan, Rembukan jika ada suatu hal yang terjadi. Kita hidup bukan lagi berjalan sendiri tapi ada langkah lain yang harus kita iringi.

Merekapun meninggalkan sekolah setelah selesai Arkan bercerita. Satpam penjaga kerbang di kagetkan ada yang mengantar makanan.

"Makasih pak, Telah membiarkan kami bernostalgia." Ujar Arkan sambil terkekeh karena mengenal satpam ini yang dari dulu sampai sekarang menjaga gerbang sekolah.

"Iya Den, Bapak seneng kalian yang dulu suka lirik - lirikan waktu masuk gerbang. Ternyata menikah."

"Bapak tahu?" Ira kaget.

Diam Yang TerpilihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang