Masa Kehamilan

20.6K 1.4K 86
                                    

Siang yang tidak begitu terik, Salah satu mobil milik lelaki Hardinata pulang ke rumah terlebih dahulu. Sang sopir tergopoh-gopoh membuka pintu belakang dan memapah tuannya.

Arkan terlihat dalam keadaan yang tidak baik-baik saja. Wajahnya terlihat pucat. Anindyapun langsung menyambut anaknya.

“Kenapa kamu nak?” Tanya Nindya khawatir.

“Arkan pusing sekali, Ma.”

Arkan duduk di sofa ruang keluarga Hardinata dan melihat sekeliling karena istrinya tidak terlihat.

“Istrimu, Baru saja Mama suruh istirahat.”

Arkan mengangguk sambil menyandarkan kepalanya disandaran sofa.

“Mama, bantu ke kamarmu, ya?"

“Gak papa Ma, Arkan bisa sendiri.”

Dengan tertatih Arkan naik menuju kamarnya dan mencari istrinya yang ternyata tidak ada diatas ranjangnya  melainkan tidur di sofa balkon kamarnya karena  jendela besar itu terbuka dengan gordennya tertiup angin.

Dengan senyum yang terbit di wajah pucatnya, Arkan menghampiri istrinya yang terlelap.

Dia duduk disamping istrinya dan mengusap wajahnya lembut, belum lama dia memperhatikan wajah istrinya rasa mual langsung menyerangnya.

Buru-buru Arkan berlari ke kamar mandi dan memuntahkan seluruh isi perutnya. Seperti merasakan suaminya sedang tidak baik-baik saja Humaira langsung terbangun.

“Kak.” Panggilnya, langsung mencari suaminya.

Ira kaget saat mendapati Arkan sedang terduduk dilantai kamar mandi dengan peluh membasahi keningnya.

“Astagfirulloh, kakak kenapa?” Ira langsung merengkuh tubuh  suaminya, langsung saja Arkan memeluk istrinya erat. Tubuhnya lemas sekali.

“Kepala  kakak pusing dan mual sekali.” Jawabnya.

Kini mereka duduk dipinggiran ranjang. Ira memperhatikan wajah suaminya yang pucat sekali .

“Kakak istirahat, Ira buatin teh hangat dulu.”

Arkan menggeleng sambil memeluk erat istrinya. “Kak, Supaya mualnya hilang.” Tapi tetap, lelaki itu menyembunyikan kepala dilehernya. Tak mau istrinya untuk turun membuatkan teh.

“Aku, ingin tidur. Temani.” Ujarnya begitu manja sekali.

Ira hanya tersenyum gemas dan ikut tidur disamping suaminya. Arkan memeluk pinggangnya erat dengan Ira mengusap kepala suaminya penuh kasih sayang.
Arkan terlihat nyaman sekali dengan perlakuan istrinya.

“Mangga muda dengan sambal rujak, enak kali ya. Sayang.” Gumam Arkan dengan mata yang tetap terpejam.

Ira mengkerutkan keningnya, Apa mungkin suaminya ngidam? Seperti beberapa suami yang ngidam dibanding istrinya yang hamil.

Padahal masa-masa awal kehamilan sudah lewat, sekarang kandungannya menginjak usia empat bulan. Apa karena keantusiasannya menunggu si cabang bayi jadi Ayahnya mendadak begini? Ira tidak mengerti.

“Ira beliin ya?” Ira menawari.

“hmmm, tapi jangan lama-lama.”

Tangan yang tadi memeluk pinggangnyapun dilepas. Humaira turun dan memberitahukan keinginan Arkan kepada Mama mertuanya. Nindya tersenyum geli.

“Lucu sekali anak itu, Mama akan suruh sopir untuk mencarinya.”

Ira kembali naik setelah membuatkan teh hangat. Sesampainya dikamar, suaminya terlihat sudah tidur begitu pulasnya. Ira menyimpan teh diatas nakas dan duduk, membelai kepala suaminya serta menciumnya.

Diam Yang TerpilihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang