Albana

26.5K 1.7K 181
                                    

Dunia ini adalah perhiasan,dan sebaik-baik perhiasannya adalah perempuan shalihah.

Arkan selalu mensyukuri itu berulang kali. Saat menatap istrinya dalam diam seperti ini. Mereka kini tertunduk setelah tatapan mata mereka sempat bertemu dan membuat wajah mereka bersemu.

Konsentrasi Ira yang sedang tausiyah mendadak buyar, dia tidak mengira bahwa suaminya akan pulang begitu pagi.
Para ibu-ibu jama’ahnya mengerti, mereka mempersilahkan Ira untuk menemui suaminya dahulu.

Dengan langkah gemetaran Ira beranjak. Dia menuju kamarnya karena suaminya yang tadi tertangkap mencuri tatap sudah tidak ada di ruang tengah.

Ira mengucap salam, tidak ada jawaban. Ira mengkerutkan kening saat mendapati suaminya tertidur dengan masih mengenakan pakaian kerja, sepertinya dia kelelahan. Air mata Ira meluncur membasahi pipinya melihat wajah lelah itu.

Seorang lelaki asing yang Allah persatukan dan mempertanggung jawabkan hidupnya di dunia dan akhirat.
Ira kembali akan turun saat tangan itu menggenggam ujung gamisnya. 

“Ada rindu yang harus kamu pertanggung jawabkan.” Ujarnya yang langsung duduk diatas ranjang.

Ira tersenyum, Saat Arkan menempelkan kepalanya dikandungan anak mereka.

“Kirain kakak tertidur.”

“Ya, telingaku sensitive saat mendengar isak tangismu, kenapa?” Tanyanya begitu lembut.

Ira duduk disamping Arkan, mengusap wajahnya penuh kasih sayang. Arkan sampai memejamkan matanya lalu menggenggam tangan itu dan mengecupnya.

“Bagaimana keadaan kakak?.”

“Baik, Alhamdulilah.”

Arkan kini memeluk istrinya, meleburkan gunungan rindunya.

“Terimakasih kak, semoga lelahmu menjadi berkah.”

“Aamiin, keberkahan untuk keluarga kita terlebih kamu dan anak kita.”

Arkan enggan melepaskan pelukannya.

“Kak, mandi dulu biar segar, Ira nanti bawa makanan setelah dzuhur baru tidur ya.”

“Aku mau kamu aja boleh?”

“Boleh kok, Tapi Ira itu tidak mengenyangkan, hehehe.”

Baru Arkan melepaskan pelukannya, menatap dengan tatapan hangat istrinya yang sedang tersenyum. Arkan mendaratkan beberapa kecupan disana.

“Sebaik-baik wanita adalah jika kau pandang ia menyenangkan, Jika kau perintah ia mentaatimu, jika kamu tinggalkan ia menjagamu dalam harta dan menjaga dirinya.” Arkan membacakan salah satu hadits sambil menatap istrinya tak jemu.

“Alhamdulilah, Arkan Hardinata memilikinya.” Lanjutnya lagi.

“Kak, Ira masih harus banyak belajar, Masih harus banyak lagi dan lagi. Jangan bosan untuk saling mengingatkan.”

“iya, sayang.”

Arkan mengecup kening istrinya , setelah itu diapun bergegas untuk membersihkan dirinya. Suaminya menghilang dibalik bilik kamar mandi, Sebelum turun Ira menyiapkan pakaiannya terlebih dahulu baru Ira turun untuk membawakan makan siang untuk suaminya sambil melihat ibu-ibu pengajiannya.

Melihat Ira yang datang ibu-ibu pengajian menggodanya "Udah Ustadzah, Jangan mengkhawatirkan kami. Ini lagi belajar Tausiyah bergiliran membahas kajian yang sudah ustadzah jelaskan pada kami." Ujar salah satu ibu pengajian.

Anindya, Deeva dan Nenek Liliana juga ada disana. "Para perempuan Hardinatapun kebagian. Sekarang giliran Bu Adeeva." Ujar Ibu yang memang paling aktif di pengajian ini.

Diam Yang TerpilihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang