Epilog

11.7K 1.4K 390
                                    

Hari ini adalah hari senin. Hari yang sangat penting bagi Son Seungwan. Tentu saja, karena hari ini merupakan hari pertama dia masuk bekerja setelah terus-menerus mencoba untuk melamar pekerjaan. Dia sudah menyebarkan lamaran ke berbagai tempat dan berbagai bidang. Baginya, kalau hanya bekerja paruh waktu saja, penghasilannya tak akan mencukupi. Dan Son Seungwan benar-benar bersyukur telah diterima bekerja disalah satu perusahaan konstruksi ternama di Seoul. Cewek itu sangat bersemangat setelah beberapa bulan yang lalu dia kembali lagi ke kota ini. Apalagi saat dia benar-benar mendapatkan pekerjaan tetap dan gajinya dapat membantu mencukupi ekonomi keluarganya yang mulai membaik.

Namun sepertinya Seungwan telah membuat Dewi Fortuna tak suka padanya. Mengapa demikian? Beberapa saat lalu, bis yang ditumpanginya sempat terjebak kemacetan karena terjadi kecelakaan lalu lintas. Lantas dia memakan banyak waktu di perjalanan. Perempuan cantik dengan rambut lurus bergelombang itu kini hanya dapat berpasrah diri ketika menemui bosnya.

"Kamu yang namanya Son Seungwan?"

Cewek berpenampilan cantik dan terkesan sederhana itu mengangguk. Dia tetap memilih untuk menunduk. Walau bagaimana pun, dia tahu dia salah. Kalau nanti dia bertinggkah, bisa-bisa kesempatan mendapatkan pekerjaan ini akan sirna begitu saja. Masa di hari pertamanya Seungwan langsung dipecat begitu saja karena moralnya? Ugh, ini menyebalkan. Dan ini bukan peristiwa Ospek seperti dahulu, yang dia dapat melawan seorang senior atas ketidak sukaannya. Hmm... hal-hal seperti itu harus terjauhkan dari dirinya. Ah, sekelebat ingantannya mengingaat masa-masa itu. Membuat Son Seungwan terasa terjerembab di dalam lumpur saja.

Cewek itu langsung tersadar dan menjawab, "Iya, Bu. Saya Son Seungwan."

Perempuan paruh baya yang merupakan bos sekaligus senior di bidang General pada perusahaan tempat Seungwan melamar pekerjaan itu mengistirahatkan dagu ke tangan kirinya. Dia bersedekap. Matanya memindai Son Seungwan dari ujung rambut hingga ujung kaki. Dia sedang menilai.

"Berapa umur kamu?" tanyanya.

Kening Seungwan sempat berkerut saat pertanyaan itu muncul. Dia sedikit ragu sebelum menjawab, "Dua puluh lima, Bu."

Perempuan itu tersenyum puas. Dia mengangguk-angguk dan bergumam, "Masih muda dan bersemangat. Oke, untuk hari ini saya maafkan karena posisi yang kamu lamar ini sangat diperlukan dan menurut bagian HRD hanya kamu yang memenuhi persyaratan. Saya harap kamu nggak terlambat lagi."

Seungwan bernapas lega setelah keluar dari ruangan General tersebut. Salah seorang karyawan menunjukan dimana dia akan melakukan pekerjaan. Ruang kerjanya memang tidak sama dengan yang lain. Sedikit sempit dan singup. Namun cewek itu memilih untuk tidak banyak mengeluh dan menggerutu. Lakukan apa yang harus dia lakukan, karena Seungwan membutuhkan pekerjaan ini.

Baru saja dia duduk dan menaruh tasnya di atas meja, seseorang dengan jabatan lebih tinggi darinya sudah menghampiri. Membawa setumpuk kertas dan berkata, "Kamu photocopy tiga puluh lembar sekarang. Jam satu sudah tertata di ruang meeting, oke?"

Seungwan mengangguk. "Baik, Pak."

Pekerjaan pertamanya sudah menanti. Dengan segera Seungwan membawa tumpukan kertas itu ke tempat photocopy. Dan untuk berjam-jam kemudian, dia harus berdiri menuggu lembaran kertas itu selesai.

"Wah, ini gambar apaan deh," gumam Seungwan saat melihat gambar-gambar yang harus dia photocopy tersebut.

Kata siapa memperbanyak sebuah bahan untuk rapat itu mudah? Posisi sebagai asistan segala macam karyawan di sebuah perusahaan dengan gaji lumayan itu sulit dicari. Pekerjaannya pun juga gampang-gampang susah. Gampangnya karena tidak perlu banyak menggunakan otak. Susahnya adalah Son Seungwan harus menguras keringat di setiap harinya.

Only Wan Save MinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang