Adam tertawa saat melihat pipiku memerah seperti kepiting yang baru saja direbus. Aku menghembuskan nafas kasar sambil menyingkirkan tangan adam dari bahuku.
Aku bersikap sebiasa mungkin, ya kupikir hanya sebuah kecupan singkat dipipi itu biasa dilakukan kan? Jadi untuk apa dipikirkan.
Aku berjalan kearah wastafel. "Ibu biarkan aku saja yang mencuci piringnya yaa" kataku sambil tersenyum. Awalnya ibu melarangku, tapi ku rasa dia lelah berdebat denganku, jadinya aku yang mencuci piringnya.
Setelah selesai mencuci piring, aku mengelap meja dan merapihkan beberapa barang yang terlihat berantakan.
"Sudah selesai" aku tersenyum saat melihat semuanya sudah rapih. "Cecil.." aku menoleh kearah sumber suara itu. Adam berdiri sambil menyenderkan tubuhnya ke dinding. "Ya, ada apa?" Tanyaku sambil menaikan alis.
Sialan, bukannya menjawab pertanyaanku dia malah asik dengan ponselnya sendiri.
Aku berjalan melewatinya menuju kamar, aku menghentakkan kaki ku dengan keras saat menaiki anak tangga.
"Cecil" lagi lagi dia memanggilku, aku menghentikan langkahku sambil menoleh ke arahnya. "Ada apa?" Jawabku dengan malas.
"Tunggu sebentar" lalu dia berlari menyusulku. Kami berdua berjalan menuju kamarku.
Aku dan adam duduk dikasur, aku menatapnya dengan penuh tanya. "Hey, ada apa?" Tanyaku kembali.
"Lusa kau sudah masuk kuliah ya?" Aku mengangguk. "Kenapa memangnya?" Lagi lagi aku bertanya. "Kau sudah menyiapkan barang apa saja yang kau bawa?"
Aku terdiam, mengingat ngingat sejenak. "Kurasa belum semua, seingatku aku harus membawa buku dasar hukum, tapi aku tidak punya, jadi bagaimana?"
Kulihat adam mengedikkan bahunya.
"Siapa suruh kau mengambil jurusan hukum, itu menyusahkan saja"
Sialan, dia tidak memberi saran sama sekali. Aku memukulnya dengan guling karena kesal.
"Apa yang kau lakukan bodoh, kau tidak lihat aku sedang sibuk" dia menyentakku setelah itu tatapannya kembali terfokuskan pada layar ponselnya.
"Sibuk? Dengan ponselmu itu? Hahaha baiklah" aku tertawa dengan nada yang dibuat buat.
Untuk apa dia menanyakan jika dia tidak membantu sama sekali. Jika saja dia bukan anak dari pemilik rumah ini, maka aku bersumpah aku akan menendangnya sampai tulang bokongnya itu remuk.
Aku berjalan kearah lemari, mengambil cardigan warna cokelat dan memakainya, lalu memasukan dompet beserta ponselku ke slingbag warna merah muda milikku, setelah itu aku memakai sepatu converse putih kesayanganku.
Aku berlari kebawah menemui ibu untuk meminta ijin padanya, setelah mendapatkan ijin pergi keluar, aku langsung berjalan keluar rumah. Aku mendengar adam memanggil namaku, namun aku mengabaikannya.
Sejujurnya aku tak tau kemana aku berjalan, aku hanya mengandalkan maps yang berada di ponselku. Aku sampai dipertigaan jalan, dan disini lah aku baru bisa mendapatkan taksi.
Drrttt.. drrttt...
Ponselku bergetar, aku mendapatkan pesan masuk disana.
From: adam tampan
Kau dimana? Aku mencarimu, mengapa pergi tanpa seijinku?
Aku menaikan sebelah alisku, sejak kapan aku menyimpan nomor ponselnya? Dan sejak kapan dia mengetahui nomor ponsel milikku?
Aku masih kesal dengannya, jadi ku abaikan saja pesan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Roses,
Teen FictionAku hanyalah senja yang selalu berusaha datang disetiap harinya, walau harus menunggu dengan dinginnya malam, sejuknya pagi, dan panasnya siang, setidaknya aku pernah ada untuk membuatnya senang.