Dua puluh tujuh

21.3K 2.3K 147
                                    


***

"Aku mau, Tante."

Zea benar-benar hancur saat mendengar tiga kalimat itu terlontar dari mulut Valen, gadis yang sudah Zea anggap sebagai sahabatnya sejak awal masuk SMA, kini tega menghancurkan hatinya, menghancurkan persahabatan yang mereka jalin selama ini.

Pertahanan Zea runtuh, tubuhnya terjatuh ke lantai dengan air mata yang mengalir deras, rasa sesak di hatinya begitu terasa hingga tubuhnya teramat kaku. "Kenapa lo tega hancurin persahabatan kita, Len?" cicit Zea disela isak tangisnya.

Hati Kenzio perih melihat gadisnya seperti itu. Ia membantu Zea berdiri lalu menyeka air mata gadisnya itu. Pandangan Kenzio beralih ke Safira yang sedang menatapnya penuh kemenangan.

Beberapa kali Kenzio menghela napas kemudian menatap Valen dan Safira secara bergantian. "Ma, apapun keputusan Valen, apapun jawabannya. Zio akan tetap mempertahankan Zea," ujarnya datar dengan tangan mengepal. Menahan seluruh gejolak hatinya untuk menghancurkan semua benda yang ada di ruangan ini.

"Yang mama tahu, Zio adalah anak penurut!"

Kenzio menahan emosinya berusaha bersikap tenang, sementara mereka yang berada di ruangan itu hanya menyaksikan perdebatan antara anak dan mamanya.

"Zio berhak menentukan pilihan sendiri, Zio bukan lagi anak remaja belasan tahun yang apa-apa diatur oleh orangtuanya. Zio berhak atas hidup Zio sendiri."

Ini untuk pertama kalinya Kenzio berbicara seperti itu kepada Safira. "Kenzio! Jangan melawan mama. Apa kamu tidak sayang sama mama hah?"

"Sekarang Zio tanya balik, apa mama tidak sayang sama Zio sampai mama memaksaku untuk menikahi perempuan yang sama sekali tidak aku cintai?"

"KENZIO–"

Varel menyela ucapan Safira karena ia tahu perdebatan ini akan terus berlanjut jika tidak segera diakhiri. "Ma, jangan banyak pikiran biar mama cepat sembuh."

"Cukup Zio tidak membantah mama, maka mama akan sembuh," ujar Safira enteng.

Zea tidak dapat menahan emosinya, ia menyeka air matanya lalu menghampiri Valen. Satu tamparan keras mendarat ke pipi Valen.

Plak!

"Sorry, gue tampar lo. Tapi sakit hati gue lebih parah daripada sakitnya pipi lo!" ujar Zea bersikap tenang namun penuh penekanan.

"Len, gue kenal lo. Lo orang yang baik. Lo baik, Len. Gue nggak pernah beranggapan lo orang yang buruk. Kita sahabatan hampir tiga tahun dan gue tau lo bukan orang yang jahat!"

"Sorry juga Ze, tapi gue cinta sama cowok lo dan gue hanya ingin mempertahankan apa yang ingin gue pertahankan."

"Sialan! Kenapa lo tega Len, kenapa? Lo tega menghancurkan persahabatan yang kita jalin selama ini hanya karena keegoisan lo?"

"Gue egois? Tahu diri Ze, tante Safira nggak setuju tapi kenapa lo masih ngotot!"

Amanda merasa gemas melihat dua remaja ini yang terus berdebat, akhirnya ia mengeluarkan suara. "Valen, saya di sini bukan mau bela siapa-siapa, kamu mencintai Zio tapi Zio sama sekali tidak mencintai kamu, apa kamu mau menjalin hubungan dengan pria yang mencintai perempuan lain?"

"Kak,"

"Dengar dulu, saya di sini bukan membela karena Zea keponakan saya, tapi saya berbicara berdasarkan fakta. Saya jamin hidup kamu tidak akan bahagia kalau terus bersikeras merebut Zio dari Zea. Rumah tangga banyak yang gagal karena menikah terpaksa atau tanpa atas dasar cinta,"

Kenzio ikut bersuara. "Istilah cinta hadir karena terbiasa itu tidak berlaku untuk kita karena cinta saya hanya untuk Zea."

Safira kembali berargumen "Kenapa kalian tidak ada yang bisa mengerti posisi saya? Saya hanya ingin menepati janji saya dengan mamanya Valen!"

Rahasia Hati (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang