Ujian Semester Selesai
"Gue terserah kalian aja, dan gue nggak janji bisa ikut." Penuturannya membuat teman-temannya menatap tidak paham. Mengapa? Pertanyaan itu tentu langsung terlontar dari gadis imut yang berstatus pacarnya. Semua merencanakan liburan ke pantai setelah ujian baru saja selesai, tetapi Reynand tidak dapat memastikan bisa ikut serta atau tidak.
Hal tersebut membuat Reynand tidak dapat menjawabnya. Ia hanya dapat tertawa agar dianggap tengah bergurau.Sepulang sekolah, Reynand memutuskan datang ke kantor mamanya, bukan untuk menjemput wanita itu, melainkan ingin melakukan negosiasi. Reynand enggan untuk menuruti permintaan mamanya yang menurutnya aneh. Ketika teman sekolahnya tengah mempersiapkan liburan mereka, Reynand harus berpikir berulang kali untuk ikut pergi. Bukan tanpa alasan, karena mamanya meminta agar mengajak gadis bernama Gita ikut bersamanya.
"Ma, Rey nggak mau, Rey mau liburan sama temen-temen sekolah yang lain!" Seruan itu terdengar memohon. Reynand kesal karena mamanya meminta agar dia liburan bersama Gita. Oh ayolah, ini berlebihan.
Maria mendengkus. "Sampai kapan kamu mau lawan Mama? Kamu mau lawan Mama biar kayak Anita?"
"Kenapa? Rey masih muda, Ma. Cuma karena kak Anita, Mama seegois ini?" Reynand menggeleng tidak paham.
Wanita itu bergerak mendekatinya, lalu menarik kursi dan duduk menghadapnya. Reynand memalingkan wajah karena terlampau kesal.
"Mama nggak paksa kamu nikah sama Gita sekarang, 'kan? Mama cuma minta kamu ajak Gita liburan bareng kamu."
Perkataan sang Mama membuat Reynand mengepalkan tangannya. Mengajak Gita berlibur bersama? Apa Reynand harus secara terang-terangan bersama Gita di depan Joya—seperti itukah kemauan mamanya? Ah, Reynand tidak paham mengapa mamanya begitu egois.
"Aku nggak mau." Sekali lagi Reynand menolak, dan berharap mamanya akan mendengarkannya.
"Apa salahnya ngajak Gita liburan bareng kamu?" tanya Maria masih berusaha memaksakan kehendaknya. Baginya, itu tidak berlebihan untuk anak laki-lakinya.
"Salah, karena Rey udah punya pacar." Reynand berucap penuh penekanan. Ia sudah mengatakannya berulang kali, Joya adalah pacarnya, lalu mengapa wanita itu masih saja keras kepala. Papanya lebih mengerti ketimbang mamanya, pikir Reynand.
"Rey mau bilang sama papa." Reynand beranjak dari kursi. Namun, baru beberapa langkah berjalan, ucapan mamanya menghentikannya.
"Mama nggak mau tau, kamu harus liburan sama Gita, atau kamu pengen Mama bertindak lewat Joya, pacar kamu?"
Ancaman? Oh, Reynand mulai berpikir kalau mamanya mulai tidak waras. Tidak, wanita itu memang mamanya, tetapi mengapa begitu tidak pedulikan perasaan putranya sendiri.
Reynand menghela napas kasar, dia memutar kembali tubuhnya, kemudian bertanya, "Maksud Mama apa?"
"Apa harus Mama yang meminta sama Joya buat jauhin kamu? Mama rasa itu hal yang mudah."
Reynand menggeleng tidak paham. Ini bukan sinetron yang bisa diubah semaunya. Apa mamanya berani melakukan hal itu pada Joya? Jika iya, ini akan sangat menyakiti gadis itu.
Reynand berdiri di atas dua pilihan. Lalu, mana yang harus dia pilih sekarang?"Kenapa Mama nggak suka sama Joya? Bukannya Joya belum pernah bikin salah?" Tiba-tiba Reynand ingin menanyakan hal itu, karena baginya aneh jika mamanya membenci tanpa alasan.
"Kenapa Mama harus suka sama Joya?"
Apa? Pertanyaan macam apa yang mamanya katakan."Bener aja kak Anita ngelawan Mama, karena dia pengen cari kebahagiannya sendiri!" ujar Reynand lalu beranjak pergi dari ruangan sang Mama.
xx
Beberapa kali, ia sudah mendesah kesal. Pernyataan kekasihnya tadi pagi membuat semua temannya cemas. Joya heran, mengapa Reynand bilang tidak dapat ikut berlibur bersama yang lain? Apa pemuda itu mendapat masalah di rumahnya?.
Ketika dia mencoba menghubungi Reynand, teleponnya tidak diangkat, pesannya juga tidak dibalas. Apa pemuda itu benar-benar ada masalah? Ini menyebalkan karena Reynand tidak mau mengatakan apa pun padanya.
Joya tersentak ketika ada ibu-ibu yang menegurnya karena melamun di tengah mini market. Tidak ingin kembali ditegur, Joya kembali berkeliling mencari barang incarannya.
Joya senang karena ibunya memberi izin untuk berlibur bersama teman-teman sekolahnya yang lain.
Namun, tugas sebelum pergi ialah membeli kebutuhan selama dia tidak di rumah nanti. Terutama membeli makanan kucing, karena selama ini Joya sendiri yang merawatnya. Meski sebenarnya, gadis itu juga bingung antara ingin ikut, tetapi cemas pada Reynand yang entah akan ikut serta atau tidak. Jika pemuda itu tidak ikut, lalu bagaimana liburan itu akan menyenangkan?."Joya!"
Pekikan seseorang membuat gadis itu terlonjak kaget.Joya segera menoleh dan menemukan pemuda tampan yang pernah dia kagumi ada di sana.
"Kak Seno? Bikin kaget aja."Pemuda itu tersenyum. "Belanja di sini juga?"
"Iya Kak. Kakak belanja apa?" tanya Joya basa-basi, berusaha tidak sekaku waktu itu. Lagi pula, dia tidak dapat menghindar terus-menerus dari pemuda itu.
"Gue belanja makanan ringan buat di rumah. Lo belanja apa?"
"Sama juga, tapi gue juga belanja buat keperluan kucing," jawab Joya seraya tersenyum tulus. Keduanya berbincang seraya menenteng keranjang belanjaan masing-masing.
"Beli makanan kucingnya banyak banget?" tanya Seno lagi. Ia heran mengapa gadis itu membeli makanan kucing sebanyak itu.
"Nyetok aja di rumah, sekalian karena mau ditinggal."
"Ke mana?"
"Liburan–" Joya menghentikan ucapannya. Detik kemudian, gadis itu merutuki dirinya sendiri. Tidak seharusnya dia membicarakan tentang rencana liburannya, bagaimana jika pemuda itu membuat usul untuk ikut? Ah payah.
"Oh, mau liburan ke mana emang?" Pemuda itu bertanya lagi, sembari sesekali mengambil makanan ringan di rak mini market tersebut.
Joya tidak dapat keluar dari perbincangan tersebut, alhasil dia memilih untuk jujur. "Rencananya sih, mau ke pantai sama anak-anak yang lain. Kalau Kakak liburan ke mana?"
"Loh, jangan bilang Aliya ikut?" tebak Seno membuat gadis di sampingnya mengangguk.
"Justru Aliya yang paling semangat. Kok tau, sih?"
"Aliya ngajakin gue juga. Tadinya sih gue nolak, tapi dia maksa, jadi nggak enak 'kan kalau ditolak? Ya mungkin, gue bakal ikut karena kejebak janji sama sahabat lo itu."
Joya hanya ber-oh ria. Ia ingin sekali memaki Aliya karena berani mengajak Seno berlibur bersama. Masalahnya, di sana akan ada Reynand dan teman lainnya. Jangan bilang Aliya lupa tentang itu.
"Rey ikut, 'kan?"
Mendadak, pertanyaan itu terdengar horor di telinga Joya. Entahlah, Joya tidak tahu apa pemuda bertindik itu akan ikut atau tidak."Kayaknya ikut."
"Kok kayaknya?" Seno dapat melihat wajah tidak yakin dari gadis itu. Jika benar Reynand tidak ikut, itu berita bagus untuknya.
"Nggak tau." Joya berusaha mengakhiri pembicaraan, tetapi sialnya pemuda itu masih saja penasaran.
"Nggak tau? Kan dia pacar lo, coba tanyain kenapa nggak bisa ikut!"
Mengapa pemuda itu menjadi sok peduli? Joya mulai kesal dengan ucapan pemuda itu. Tanpa diperintah pun, dia sudah mencoba menghubungi Reynand, lalu mengapa Seno harus peduli tentang itu?.
"Mungkin dia ada acara lain yang nggak bisa dia tinggal. Siapa tau dia ada masalah di rumahnya." Joya berusaha menghalau pikiran negatif yang entah sejak kapan memaksanya untuk marah.
Lo nggak tau aja Joy, mungkin lelaki itu lagi berusaha bohong sama lo, batin Seno.
*****
Kadang, dunia itu sempit ya, ketemunya sama itu, itu aja. 😄
Dukung author ya dengan VOMENT kalian.
Selamat melanjutkan baca.

KAMU SEDANG MEMBACA
Reynand & Joya | END
Teen FictionFollow sebelum baca yuk, untuk mengikuti ceritanya. #645 dalam TEEN FICTION-11/3/2018 #961 dalam TEEN FICTION-9/2/2018 "Kuda poni! Dasar jelek, sinting, kutu kupret, tai lo. Maju sini, gue telen lo hidup-hidup!" teriak Joya mengerahkan semua kekesal...