Kakak Reynand
"Ada hal yang kadang terlalu kau percayai, sampai lupa kalau yang kau ketahui tidak selalu benar."Dua pasang mata itu masih saja melirik pada temannya. Keduanya heran, seorang anak dari keluarga berada, masih bisa galau hanya karena seorang gadis.
Ya, Vino maupun Andi paham betul—Reynand menyukai gadis itu sejak masuk SMA Starga, meski masih belum mendapatkannya hingga kini.Tidak ingin berlama-lama dalam keheningan, Andi kemudian membuka suara. "Lo tajir, ganteng, kenapa bisa galau?"
"Karena gue manusia, Ndi."
Dua temannya itu saling menatap. Jika dipikir, ucapan Reynand benar. Entah itu kaya, tampan, ataupun jelek dan miskin, semua sama—bisa galau.
"Gue tau, cewek kayak Joya itu langka, tapi ... apa lo bakal gini terus? Kita berdua sebagai sahabat lo capek kalau di diemin terus," ujar Vino kemudian diangguki Andi yang membenarkan.
"Lo berdua nggak ngerti." Ucapan Reynand membuat dua temannya itu mendengkus.
Bosan rasanya, jika terus saja berdiam di kantin dan hanya memandang makanan yang mulai dingin. Biasanya, kantin akan heboh kalau ketiganya sudah mulai saling mengejek dan membahas band musik. Atau, Reynand yang mulai mengusik hari-hari Joya. Namun, hari ini sudah tidak berlaku, karena keadaan menjadi berbeda.
"Ke UKS padahal nggak ada kepentingan, selalu aja Joya biarin gue makan sendiri. Dari semalem tu anak kelakuannya aneh."
Perhatian ketiga pemuda itu teralihkan, saat mendengar gadis bernama Aliya tengah menggerutu sendiri.
Vino langsung memanggil gadis itu, lalu melambai agar Aliya menghampirinya."Apa?" Gadis itu datang seraya melirik ogah-ogahan. Masih kesal karena ia dan Joya selalu menjadi sasaran kejailan mereka.
"Gue kangen, Al," sahut Vino membuat gadis itu sontak mendecak. Terlalu klise bagi Aliya.
"Tumben lo nggak sama Joya?" Andi bertanya—bermaksud mewakili Reynand yang tengah malas berbicara.
"Dia di UKS. Nggak usah ganggu dia!"
"Ya ampun sayang, jutek banget, sih. Bukan gitu, masalahnya temen kita yang satu ono lagi ambyar!" ungkap Vino dengan nada penuh kasih sayang.
Namun, berbeda dengan Aliya yang justru lebih memperhatikan Reynand. Ia bingung, mengapa dua makhluk bernama Reynand dan Joya sama-sama menyedihkan. "Ada masalah apa lo sama Joya? Lo yang bikin Joya nangis semalem, ya?!" tuduh Aliya pada Reynand.
Reynand sontak membulatkan matanya. Joya menangis? Bahkan ia tidak tahu hal itu. "Marmut nangis?" tanyanya kemudian.
"Iya. Semalem dia nelepon gue, dan nggak jelas mau ngomong apa, dia cuma nangis. Tadi pas gue tanya di kelas, dia cuma bilang 'nggak apa-apa'. Makanya gue makan sendiri dan dia milih ke UKS. Pasti karena lo lagi, 'kan yang bikin ulah?!" maki Aliya semakin jengkel.
Ia tahu, sahabatnya itu sedang marah pada Reynand yang posesif, tapi ini berlebihan jika sampai membuat gadis seperti Joya menangis. Pasti ada alasan lain, menurut Aliya.
"Lo yang bikin Joya nangis, Rey?" Andi memberanikan diri untuk bertanya.
Namun, Reynand hanya menjawab seadanya, "Nggak tau."
xx
"Titip gitarnya Rey, tolong anterin ke dia, soalnya mau buat latihan band. Kita berdua ada urusan."
Teriakan dari duo makhluk astral bernama Vino dan Andi—yang memberikannya sebuah gitar beberapa menit lalu, membuat gadis berwajah imut itu menahan makiannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Reynand & Joya | END
Teen FictionFollow sebelum baca yuk, untuk mengikuti ceritanya. #645 dalam TEEN FICTION-11/3/2018 #961 dalam TEEN FICTION-9/2/2018 "Kuda poni! Dasar jelek, sinting, kutu kupret, tai lo. Maju sini, gue telen lo hidup-hidup!" teriak Joya mengerahkan semua kekesal...