R&J 24

670 96 7
                                        

Cincin
"Terkadang, komitmen tidak memandang berapa umurmu, tetapi sedewasa apa kamu dengan tanggung jawab yang kau ikrarkan."


Tawa renyah mengisi penjuru lapangan. Larian kecil dari dua gadis di tengah lapangan, membuat tiga pasang mata menatap betah.
Sesekali, ketiganya ikut tertawa dengan tingkah konyol gadis yang berusaha memasukan bola basket ke ring. Lucunya, dua gadis yang lama bersahabat itu sama-sama tidak ahli bermain basket.

Reynand, Vino dan Andi memilih duduk di sisi lapangan, mereka istirahat setelah latihan seraya menonton tingkah ajaib Joya dan Aliya.

Ada satu hal yang membuat seorang Reynand merenung, tentang rasa yang begitu besar untuk seorang Joya.
Gadis yang tengah tertawa terpingkal di sana, telah merebut seluruh hatinya.

Reynand mengeluarkan sebuah benda berbentuk lingkaran berwarna silver, ada permata di tengahnya.
Kedua temannya yang duduk di sisi kanan dan kirinya, sontak memekik saat melihat cincin di tangannya.

"Lo mau lamar Joya?" tanya Vino dengan mata membelalak. Pemuda itu tidak percaya kalau Reynand mengalami perkembangan yang cukup pesat.

"Bukan, Vin, tapi gue mau berkomitmen. Bokap gue nitip ini dari lama, dia pengen gue kasih ini ke cewek yang gue sayang. Gue rasa Joya adalah jawabannya." Reynand berucap tanpa ragu. Tangannya memutar-mutar cincin tersebut seraya menatap kekasihnya.

"Ternyata kita udah sedewasa ini," celetuk Andi mengingatkan dirinya sendiri, bahwa semua sudah berubah, bukan lagi anak SMP yang mudah terjun ke dunia cinta monyet.

Reynand bangkit, lalu menyimpan kembali cincin tersebut ke sakunya. Ia menatap dua temannya dengan pandangan meminta dukungan. "Lo bener Ndi, kita udah sedewasa ini. Jangan anggap dewasa itu pas masuk kuliah jadi maba."

Ketiganya terkekeh. Memang benar, pandangan orang selalu menganggap dewasanya seseorang saat mulai masuk kuliah. Padahal, ketika menjadi maba pun baru melepas seragam SMA, lucu memang.

"Gue tau lo cinta sama Joya, dan ini nggak berlebihan menurut gue," kata Vino meyakinkan sahabatnya itu. Jika Aliya mau, Vino pun akan melakukan hal sama seperti Reynand.

"Gue tau tujuan lo, supaya sampai nanti Joya tetap sama lo 'kan? Biar nggak gue tikung?" tebak Andi membuat dia mendapat pukulan di kepalanya dari Reynand.

"Perselingkuhan yang lo maksud itu cuma halu!" cela Reynand membuat sahabatnya yang bertubuh kurus itu mendengkus. Padahal, Andi yakin betul, saat Joya memintanya mengantar pulang, gadis itu memang sedang sehat.

Akhirnya, Reynand memutuskan menghampiri Joya yang masih asyik memainkan bola basket bersama Aliya.
Dengan sedikit gerakan, Reynand berhasil merebut bola tersebut dari Joya.

"Lo itu nggak jago lempar dari dulu, jadi gue aja," ujar Reynand lalu memasukan bola ke ring dengan tepat sasaran.

"Istirahat gi, udah cukup mainnya!" perintah Reynand pada Aliya. Gadis cantik bermata bulat itu pun segera melangkah ke sisi lapangan. Awalnya Joya ingin menyusul, tetapi Reynand menahannya di tengah lapangan.

"Lo di sini aja, gue mau ngomong," pinta Reynand membuat Joya bingung.

Gadis imut itu mendadak merasa takut, wajah Reynand terlihat serius kali ini. Joya tidak ingin ada sesuatu yang terjadi setelah semuanya selesai.

"Kenapa? Muka lo nggak cocok dibikin serius gitu Kuda poni jelek!" cela Joya berusaha mencairkan suasana, hal itu berhasil karena Reynand terkekeh geli.

"Muka gue terlanjur ganteng, ya?"

Joya mendecak, Reynand memang tidak pernah merendah diri, dia selalu saja memuji dirinya sendiri.

Reynand & Joya | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang