Selalu Disisi

1.8K 159 85
                                    

A/N: Nanya doang nih. Sebenarnya chapter yg gue bikin kepanjangan nggak sih? Kalian lbh suka part panjang atau pendek?

.

.

.

.

.

"Sal, lo minum dulu,"pinta Ari sambil menyodorkan segelas air putih.

Salsha menerimanya dan meneguknya. Setelah agak lebih tenang, gadis itu bangkit berdiri dibantu oleh Steffi.

"Gue udah nggak apa apa. Kalian pulang gih,"ucap Salsha serak.

Karel dan kawan kawan hanya saling melirik dan memberi isyarat, bingung hendak menjawab apa.

"Biar gue aja yang nemenin Salsha. Kalian pul—"

"Steff, lo juga pulang gih,"sela Salsha sambil melepaskan tangan Steffi dari lengannya.

"Tapi, Sal—"

"Plis. Gue mau sendirian aja,"pinta Salsha sambil melangkah menuju pintu kamarnya.

"Salsha! Jangan kayak gini, Sha,"bujuk Iqbaal.

Namun percuma, Salsha tetap melangkah masuk ke dalam kamarnya dan membanting pintu. Beberapa detik setelah itu, terdengar suara Salsha kembali menyuruh mereka pulang.

"Gue mohon, kalian pulang...,"pinta Salsha dari balik pintu.

Mendengar nada Salsha yang memohon, akhirnya Iqbaal pun memutuskan untuk bangkit. Pemuda itu mendekati pintu kamar Salsha dan mengetuk beberapa kali.

"Sal, gue sama anak anak...balik duluan. Kalau lo butuh kita, telpon aja. Okay?"ucap Iqbaal.

Tak ada jawaban dari dalam kamar, membuat Iqbaal semakin berat sebenarnya untuk pulang. Namun ia tahu, keberadaannya tidak membantu sama sekali.

"Guys, kita...pulang aja. Salsha bener bener butuh waktu sendiri untuk nerima ini semua. Gimanapun...dia yang paling terpukul,"bujuk Iqbaal.

*********

Sebuah mobil berhenti tepat di depan rumah Salsha. Dari mobil itu, turun sesosok pemuda. Dilihatnya lampu jendela kamar Salsha masih menyala. Padahal jam sudah menunjukkan setengah dua pagi.

Langsung saja, dipanjatnya pagar rumah Salsha. Diam diam, ia merayap melintasi taman belakang, sampai akhirnya tiba di depan jendela kamar Salsha.

"Lo belum tidur, Sha. Sampai segitu sedihnya,"gumamnya iba begitu melihat Salsha tengah memeluk lututnya di pojok kamar.

Tok tok tok

Salsha yang kala itu tengah menatap pigura foto Verrel, langsung menoleh begitu ada suara. Matanya terbelalak melihat sosok yang berdiri di balik jendela kamarnya. Sosok yang disinari terang dari lampu gantung jendelanya.

"A...Aldi?!"

Dengan segera, Salsha mendekati jendela dan membuka gerendel. Mulutnya masih tak bisa berkata apapun begitu Aldi melompat masuk ke dalam kamarnya.

"Sha, mata lo sampe bengkak gini. Lo nangis terus ya?"tanya Aldi lembut. Diusapnya air mata yang masih mengalir di wajah Salsha.

Begitu merasakan hangatnya tangan Aldi di wajahnya, Salsha benar benar tak bisa menahan emosinya lagi. Langsung saja ia menubruk Aldi dan memeluknya erat.

"Sal, lo kenap—"Aldi menghentikan ucapannya begitu sadar Salsha tengah menangis dalam dekapannya. Akhirnya, Aldi tak jadi bertanya dan mengelus rambut sahabatnya itu.

"Dia kakak gue satu satunya....,kenapa harus dia? Harusnya gue hentiin dia waktu mau berangkat....Ini salah gue,"isak Salsha dalam dekapan Aldi.

"Ssst....,jangan ngomong gitu, Sha. Ini sama sekali bukan salah lo. Gue udah minta tolong sama Papa buat nyari tahu keberadaan Verrel. Lo tenang aja ya, orang orangnya bokap gue pasti cepet kerjanya. Oke?"bujuk Aldi menenangkan.

"Gue nggak siap kalau denger berita buruk lainnya, Ald...,"isak Salsha.

"Doakan yang terbaik aja, Sal. Gue yakin, orang baik kayak Verrel pasti selamat. Lo harus positive thinking,"hibur Aldi.

Salsha mengangguk, "Makasih banyak Di, udah ada di samping gue pas gue butuh. Lo emang sahabat terbaik."

Begitu Salsha mengeratkan pelukannya, Aldi refleks meringis kesakitan. Salsha sontak melepaskan pelukannya, saat itu juga gadis itu baru sadar sebelah tangan Aldi diperban.

"Di, ini tangan lo kenapa?"tanya Salsha panik.

"Nggak, nggak apa apa. Cuman luka kecil,"jawab Aldi asal.

Salsha tidak semudah itu percaya, gadis itu melangkah mendekati dinding dan menyalakan lampu. Di bawah sinarlampu, terlihatlah Aldi yang penuh perban.

"Astaga, Di! Lo kenapa luka semua?!"seru Salsha panik.

Aldi meringis, "Gue...jatoh pas di kemping."

"Jatuh kek gimana luka sampe bejibun gini?!"tanya Salsha masih panik.

"Udah, jangan ngurusin itu. Mendingan lo sekarang istirahat aja ya sekarang. Biar gue bisa baliknya tenang,"ucap Aldi sambil menarik tangan Salsha kembali mendekat.

"Balik kemana? Lo...mau ninggalin gue ke Bandung lagi?"tanya Salsha.

Aldi menggeleng, "Nggak. Gue bakal nemenin lo disini sampe semua ini berlalu. Okay?"

Salsha mengangguk pelan. Ia pun merangkak naik ke atas tempat tidurnya dan mulai terlelap. Sedangkan Aldi, pemuda itu masih berdiri di tempatnya.

Semoga lo baik baik aja, Verrel. Disini gue sama Salsha khawatir banget sama lo,Batin Aldi sambil menatap keluar jendela.

Ditutupnya jendela dan tirai kamar Salsha. Tak lupa, pemuda itu mematikan jam beker di atas nakas. Setelah itu, ia melangkah keluar dari kamar Salsha. Ia melangkah menuju sofa ruang tamu dan membaringkan dirinya disana.

Semoga lo kuat ngadepin ini semua. Gue janji akan selalu di sisi lo, Sha.Batin Aldi sebelum akhirnya terseret alam mimpi.

.

.

.

.

.

Noh. Gue batalin Ari-Salshanya. Biar ga gedeg kalian.

Romantis kan A'a Aldinyaa....

Gue juga mau deng, disamperin getoh.

*ngimpi*

Udah ah. Comment sono, sama vote juga yaps.

Lafyuu!

Salam,

Cumicumipipidonat.

P.s: Seriusan deh, Natal bikin gue makannya banyak. Pencernaan gue berasa pindah ke pipi njer.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Soulmates [AM X SA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang