Page 5

1.8K 289 3
                                    

Aneh, pikir Stephen. Kenapa gadis ini memelototi dia terus seperti baru saja bertemu dengan makhluk halus? Apa dia menyadari siapa dirinya? Dia berharap gadis itu tidak membuat keributan kalaupun dia menyadari siapa Stephen.

Stephen menyunggingkan senyum canggung pada gadis itu yang dibalas hanya dengan anggukan yang tak kalah canggung juga. Ia memutuskan untuk mengacuhkan dan fokus pada perjalanannya.

Baru kali ini Aiden membiarkannya pergi berlibur seorang diri ke luar negeri. Biasanya kemanapun ia pergi, Aiden selalu menemani dia dan itu terkadang membuat Stephen kesal. Ia bukan lagi anak kecil. Untuk apa selalu dibuntuti kemanapun ia pergi?

Tetapi perjalanan kali ini berbeda, ia benar-benar dibiarkan pergi sendirian tanpa satu orang pun di sisinya dan ini sedikit membuatnya gugup. Bukan berarti ia gugup karena ia tidak fasih berbahasa asing, itu bukan menjadi masalah buatnya. Tetapi dibiarkan berjalan sendirian di tempat asing inilah yang membuatnya gugup. Ia banyak mencari tahu tempat-tempat di London yang akan dia kunjungi sebelumnya. Dan ia juga berulang kali memeriksa barang-barang apa saja yang harus dia bawa.

Ia melirik gadis di sampingnya. Sepertinya gadis itu juga tidak peduli dengannya. Gadis itu sekarang malah terfokus pada menu makanan yang ada di hadapannya tak peduli sekitar.

Stephen mencuri-curi pandang pada gadis itu, lumayan cantik, pikirnya. Gadis itu menyadari bahwa Stephen mencuri pandang kepadanya lalu menoleh memandang Stephen sambil tersenyum canggung.

"E–eh, baru pertama kali, Mbak ke London?" tanya Stephen hati-hati memulai obrolan.

Gadis itu mengangguk sekali, "Iya, Mas juga baru pertama kali?" tanyanya balik.

Stephen mengangguk, "Iya. Dalam rangka apa Mbak pergi ke sana?"

"Oh, saya... dalam rangka perjalanan bisnis." jawab gadis itu singkat.

Keduanya sama-sama terdiam lagi. Gadis itu tidak bertanya balik kenapa dirinya pergi sendirian. Apakah gadis itu tidak tahu siapa dirinya atau mencoba menghargai privasinya? Entahlah. Yang jelas ia bersyukur sepertinya gadis itu adalah orang baik dan tidak seperti apa yang ia sangka.

Sheryl sedikit terkejut ketika laki-laki yang duduk di sebelah itu mengajaknya bicara. Seorang aktor pembuat onar itu mengajaknya bicara, pikirnya. Sheryl mencoba bersikap sebaik mungkin pada lelaki itu sambil menjawab setiap pertanyaannya.

Kenapa dia pergi sendirian? Kenapa tidak ada manager atau seorangpun yang menemani laki-laki itu? Kemana para wanita yang selalu mengiringi setiap skandal yang melibatkan Stephen? Jadi berita itu benar hoax?

Sheryl mencoba mengalihkan pikirannya dan terfokus pada menu yang diberikan oleh pramugari. Perutnya sedikit lapar dan ia mencoba menyesuaikan jam makannya dan menggunakan waktu lain untuk beristirahat guna meminimalisir jetlag juga.

Menu makanan di kelas bisnis memang sangat berbeda dengan kelas lain. Ia mencoba memesan salah satu dari menu tersebut dan dalam waktu singkat makanan yang dipesannya datang. Gadis itu dengan canggung menawarkan makanan miliknya ke Stephen yang ditolak dengan halus oleh lelaki itu dan mempersilahkan ia makan.

Tidak banyak yang ia bisa lakukan selama perjalanan dan membuatnya sedikit bosan. Hanya musik dan beberapa permainan dalam ponselnya yang dapat mengurangi kebosanannya selama perjalanan, tetapi itu juga hanya bertahan sebentar. Ia melirik ke tempat duduk di sampingnya. Lelaki itu tertidur pulas. Sheryl memerhatikan tiap lekuk wajah lelaki itu diam-diam. Wajah itu terlihat sangat lelah. Kantung matanya terlihat dengan sangat jelas.

Seberapa keras orang ini bekerja, pikirnya.

Tidak bisa dipungkiri oleh Sheryl, wajah laki-laki itu terlihat polos bak anak kecil ketika tertidur. Jika ia mengingat skandal-skandal yang melibatkan Stephen, ia merasa kasihan dengan apa yang terjadi padanya. Ia tidak merasa bahwa lelaki itu bukan lelaki yang jahat. Apa selama ini pandangannya mengenai Stephen itu salah? Ia merasa malu pada dirinya sendiri sudah menilai orang hanya dengan sebelah mata.

Sheryl menggeleng pelan dan mengalihkan pandangannya ke arah jendela. Perjalanan mereka masih panjang. Gadis itu memejamkan mata mencoba tertidur. Sebaiknya memang ia menggunakan waktu yang ia punya dalam perjalanan untuk beristirahat. Ya, ia harus menyimpan energinya agar saat sampai di sana ia bisa fokus bekerja. Sheryl pun akhirnya tertidur lelap melupakan semuanya.

- continue -

●●●

The GravityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang