Page 29

805 130 3
                                    

Sudah seminggu Stephen tidak mendengar kabar apapun dari Sheryl. Setelah pertengkarannya minggu lalu dengan gadis itu, ia belum bertemu kembali atau menghubungi gadisnya itu. Stephen terlalu gengsi untuk menghubungi duluan. Ia merasa sudah keterlaluan menuduh Sheryl yang tidak-tidak.

Dan sudah seminggu juga Stephen tidak beristirahat dengan betul. Setiap kali ia ingin merebahkan diri, pikirannya seperti menyabotase dirinya mengingatkan kembali pertengkarannya dengan Sheryl. Ia merasa bersalah pada gadis itu tetapi di satu sisi juga ia merasa kecewa dengan apa yang gadis itu lakukan padanya.

Bagaimana bisa Sheryl menutup-tutupi kebenaran mengenai orang lain yang menyatakan perasaannya pada gadis itu?

Meskipun dalam hati Stephen sebenarnya yakin bahwa Sheryl bukanlah orang yang mudah main hati dengan orang lain dan tidak mungkin mengkhianati dirinya--justru ia dulu yang dengan mudah berganti pasangan tanpa memedulikan perasaan orang yang menjadi pasangannya, ia dulu seorang playboy--tetapi tetap saja ada ketakutan dalam dirinya jika sampai ada orang lain yang lebih baik dari dirinya mendekati Sheryl dan membuat gadis itu jatuh hati.

Stephen mengacak rambutnya dengan kasar sambil mengerang frustasi. Sekuat apapun ia berusaha menyingkirkan Sheryl dari pikirannya, gadis itu tetap saja diam tak berkutik dan memenuhi pikiran lelaki itu dan memengaruhi performa Stephen dalam menjalankan kehidupannya sehari hari.

Sampai tadi ketika ia sedang menyelesaikan pengambilan gambar, ia tidak bisa berkonsentrasi dan beberapa kali sempat kena tegur sutradara karena kesalahan yang ia buat. Stephen pun meminta waktu rehat sebentar sambil menjernihkan pikirannya.

"Hai, 'pacar'! Kok mukanya kusut, sih?"

Terdengar suara seseorang yang ia kenali menyapanya. Dengan malas Stephen mengangkat wajahnya dan melihat Sulli sedang memandang ke arahnya.

"Ah- elo, Sul. Sini duduk." Stephen menarik kursi mendekat ke dekat tempat duduknya, mempersilahkan Sulli untuk duduk di sampingnya.

"Lo kenapa, Steph? Udah lama gak ketemu, lo malah lagi uring-uringan begini. Kenapa? Masalah lagi sama Sheryl?" Tanya Sulli sambil memosisikan dirinya untuk duduk di samping Stephen.

Mendengar nama Sheryl disebut tanpa sadar Stephen menghela nafas keras. Ia membenamkan kepalanya di atas meja.

"HAH-- Sheryl!!!! Baru kali ini ada cewek macam lo yang bisa ngaduk-ngaduk perasaan gue!!" Erang Stephen.

Sulli menaikan sebelah alisnya, "Emang lo kenapa, sih? Tumben-tumbenan lo macam begini--ya, meskipun gue sering banget lihat lo gini kalau gak ketemu sama cewek lo." Gadis itu mengucapkan kalimat terakhir berbentuk gumaman.

"Gue belum ketemu sama Sheryl udah seminggu."

Sulli memandang aneh pada lelaki yang duduk di sampingnya, "Lha? Terus masalahnya dimana? Lo 'kan tinggal temuin dia."

"Gue gak bisa temuin dia."

"Lha? Kenapa gak bisa temuin? Dia sibuk apa gimana?" Tanya Sulli bingung.

Stephen mendesis mendengar pertanyaan gadis yang duduk di sampingnya itu. Ia sedang tidak ingin menjelaskan apapun untuk saat ini tentang masalahnya dengan Sheryl pada orang lain. Jangankan untuk menjelaskan masalahnya, untuk membuka mulut saja ia malas.

Tapi bukan Sulli namanya jika hanya berdiam diri dan menunggu hingga Stephen menjelaskan masalahnya. Ia tidak puas hanya berdiam diri saja. Gadis itu akan melakukan berbagai cara sampai Stephen mau membuka suara.

The GravityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang