Page 19

1K 184 11
                                    

"Jadi, itu lah kenapa aku ngajak ketemu kamu biar kejadian tadi siang tuh bisa langsung dilurusin."

Sheryl menggigiti sedotan smoothie miliknya dengan salah tingkah. Stephen memaksa untuk bertemu dirinya karena kejadian di café siang tadi yang--hampir saja--menimbulkan salah paham di diri gadis itu. Gadis itu sudah menolak bertemu, tetapi Stephen memaksa datang ke kantor dan akhirnya mereka pun bertemu di kantor Sheryl, lebih tepatnya Sheryl memintanya untuk berbicara di salah satu ruang meeting untuk menghindari omongan orang lain. Meski pun sebenarnya sudah tidak banyak orang di kantornya karena jam kerja sudah berakhir beberapa saat yang lalu.

"Ya, maaf... saya kira 'kan Masnya lagi sama siapa gitu." Gumam gadis itu pelan.

Stephen menghela nafasnya, "bukan, dia tuh adikku. Namanya Stephanie. Dia minta aku anterin dia ke mall dan berhubung aku juga gak ada schedule aku anterin dia. Dan ketemu kamu," lelaki itu menyeruput Americano miliknya. "Permasalahan selesai, ya? Gak ada salah paham lagi." Pungkasnya.

Sheryl mengangguk pasrah. Masih merasa bersalah karena berpikir macam-macam mengenai adik Stephen. Ia mengaduk-aduk smoothienya yang tinggal setengah.

"Dan sekarang kita bahas permasalahan lain."

Sheryl mengalihkan pandangan dari cup smoothie dan menatap wajah laki-laki yang duduk di hadapannya. Perasaan gadis itu tidak enak. Tumben sekali Stephen berbicara dengan nada serius dengannya. Terakhir kali lelaki itu berbicara serius saat ia menyatakan perasaannya pada gadis itu. Mungkinkah Stephen menuntut jawaban Sheryl karena gadis itu belum juga memberikan jawaban untuknya?

Sheryl menelan ludah mendengar ucapan Stephen yang mendadak serius. Matanya lurus menatap Sheryl.

"Pe-permasalahan apa, ya, Mas?" Tanya Sheryl basa-basi.

"Kamu belum kasih aku jawaban."

Bingo! Benar tebakan Sheryl. Lelaki di hadapannya ini menuntut jawaban karena Sheryl tidak juga memberi kepastian.

"Ja-jawaban apa, ya, Mas? Mas nanya apa, ya?" Sheryl berlagak bodoh mendengar ucapan Stephen.

"Ah! Kamu pura-pura lupa atau emang bener-bener gak tau aku ngomong apa, Ryl?" Kesabaran Stephen sudah berada di ujung tanduk.

"Ya, Masnya yang jelas dong ngomongnya. Emang nanya apa?" Sheryl juga ikut terbawa kesal melihat tingkah Stephen.

"Aku nembak kamu 'kan beberapa waktu lalu."

"Kalau nembak, nanti yang ada saya mati, Mas." Sahut Sheryl sekenanya sambil menyeruput smoothie miliknya.

"Sheryl! Aku serius." Hardik Stephen. Semenjak lelaki itu menyatakan perasaannya, ia tidak lagi memanggil Sheryl dengan panggilan 'mbak' seperti yang ia lakukan biasanya.

Sheryl menghela nafas dengan keras, "Hah! Oke, oke kita serius sekarang," gadis itu mencoba mengontrol dirinya lagi. "Jadi, Mas mau denger aku jawab apa?" Tantangnya.

"Ya, apa gitu? Kalau mau nolak ya bilang 'maaf, aku gak bisa' atau kalau mau terima kasih jawaban yang enak gitu," protes lelaki itu. "Ini kesannya kamu ngegantung aku dan bikin kepikiran, tau gak?"

"Oke kalau begitu."

Stephen menatap Sheryl bingung, "oke apa?"

"Ya... kita coba jalanin hubungan." Gadis itu menggedikan bahunya.

"Maksudnya?" Tanya Stephen linglung. Kali ini gantian Sheryl yang memutar bola matanya, kesal dengan sikap Stephen yang tidak dapat mengerti maksudnya.

"Mas, saya, kita berdua, jadian. Oke?" Sheryl mencoba menjelaskan dengan menggerak-gerakan badannya memperagakan sesuatu.

"Jawabannya begitu aja?" Stephen menaikan sebelah alisnya.

The GravityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang