Page 14

1.2K 206 2
                                    

Lagi-lagi Stephen menunggu. Sudah kedua kali ini lelaki itu menunggu tetapi seseorang yang ditunggunya belum juga menampakan batang hidungnya.

Dan tepat 25 menit kemudian dari waktu yang telat ditentukan, gadis itu menampakan dirinya. Ia berlari kecil menghampiri Stephen sambil terengah-engah mengatur nafas.

"Maaf nunggu lama ya, Mas?" tanyanya merasa tak enak membuat Stephen lagi-lagi harus menunggunya.

Stephen tersenyum ketika melihat sosok Sheryl yang datang menghampirinya, "Nggak, kok, Mbak. Saya juga baru datang." jawabnya berbohong. Sebenarnya ia sudah menunggu Sheryl cukup lama.

Gadis itu langsung duduk di seberang meja dan membuka halaman demi halaman menu mencari sesuatu yang menarik perhatiannya.

"By the way, kenapa milih tempat ini, Mbak?" Stephen memutar pandangan melihat sekelilingnya. Sheryl memilih tempat makan yang bisa dibilang bukan style Stephen sama sekali. Tetapi ia menghargai ajakan Sheryl dan ini merupakan salah satu kesempatan untuknya mendekati gadis itu.

Sheryl berhenti melihat daftar menu lalu mendongak menatap Stephen. "Makanannya murah dan banyak. Juga tempatnya cozy. Tidak terlalu banyak orang," jawabnya dengan cepat. "Kenapa? Mas kurang sreg, ya, sama tempatnya?" lanjutnya hati-hati.

Stephen menggelengkan kepalanya dengan cepat, "Nggak, nggak sama sekali. Saya suka, kok." ujarnya kembali berbohong. Sebenarnya ini pengalaman pertamanya pergi ke tempat seperti ini. Tetapi bisa menghabiskan waktu dengan Sheryl adalah hal yang utama dalam pikirannya saat ini.

"Saya tidak berani ajak Mas ke tempat lain karena akan mengundang pertanyaan yang tidak diinginkan," Sahut Sheryl menggantung membuat Stephen memasang ekspresi bingung. "Maksud saya, Mas, 'kan, seoranf public figure. Saya tidak mau Mas sampai terkena skandal dan semacamnya lagi." terang gadis itu lebih jelas.

Stephen manggut-manggut akhirnya paham dengan ucapan Sheryl. "Hari ini, gantian saya yang traktir. Mas jangan coba-coba bayar untuk saya, ya?" candanya sambil tertawa kecil.

Stephen tertawa melihat tingkah Sheryl. Tidak biasanya gadis itu mau bercanda dengannya. Biasanya Sheryl hanya menjawab pertanyaan seadanya dengan sikap yang canggung menjaga diri. Meskipun sekarang juga ia masih memberi jarak antara dirinya dan Stephen, tetapi dari cara ia berbicara ia lebih santai tidak seperti sebelumnya. Ini membuat Stephen semakin penasaran dengan gadis itu. Jarang atau bahkan tidak pernah ia temukan perempuan semisterius Sheryl.

Obrolan pun tetap berlanjut saat makanan mereka datang. Benar kata Sheryl. Porsi makanan di tempat itu sangat banyak. Dan rasanya juga tak kalah enak dengan restoran atau tempat makan lainnya.

Memang dibandrol dengan harga murah, kualitas makanan di sini benar-benar bagus. Mereka makan sambil sesekali diselingi oleh obrolan kecil ataupun hanya sekedar membahas topik pekerjaan saja. Stephen ingin mengetahui lebih banyak mengenai gadis itu, ia mulai mencari topik lain mengorek kehidupan Sheryl.

"Mbak Sheryl memang asli Jakarta atau bagaimana? Kok bisa bekerja di majalah fashion sekarang? Mbak tertarik dengan dunia fashion?" Tanya Stephen dengan beruntun.

Sheryl menghentikan makannya lalu meletakan alat-alat makan di samping piringnya menatap Stephen. "Nggak, Mas. Saya bukan orang Jakarta. Lebih tepatnya saya merantau ke sini demi profesi yang saya jalani sekarang. Iya, kebetulan saya tertarik dengan dunia fashion meskipun saya bukan ahlinya, maka dari itu saya melamar ke tempat di mana saya kerja sekarang. Dan beruntung sekali saya bisa bergabung dengan mereka."

Stephen mengangguk paham lalu melanjutkan pertanyaannya, "Memang aslinya orang mana? Sendirian tinggal di sini?"

"Saya aslinya dari Bandung. Iya, keluarga besar saya tinggal di Bandung." jawab gadis itu dengan lugas, "Mas sendiri asli orang sini? Bisa terjun ke dunia seni peran itu awalnya bagaimana?"

The GravityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang