The Gravity

Page 12

"Jadi Iced Americano 10, Iced Latte 3, Iced Caramel Machiato 2 dan Frappuccino Caramel Cream 1? Ukuran Grande semua, Kak?"

"Iya, terima kasih." Sheryl mengangguk membenarkan ucapan barista di hadapannya saat mengulang pesanan miliknya sambil sibuk mencari dompet di dalam tas. Ia mengambil kartu kredit yang diberikan Hexa tadi yang ia selipkan di dalam dompetnya sebelum meminta tolong untuk membelikan kopi untuk tim pemotretan hari ini.

"Atas nama siapa, maaf, Kak?" tanya barista itu sambil menyebutkan total keseluruhan pesanan Sheryl.

"Sheryl, ini kartunya sekalian, Mbak." jawabnya sambil memberikan kartu kredit untuk membayar pesanannya.

Setelah gadis itu membayar pesanannya, ia memilih duduk menunggu di meja dekat dengan kasir. Di luar terlihat sangat terik. Maklum saja, cuaca di Jakarta memang berbeda dengan kota lain. Meski terkadang di selingi hujan, tetap saja panasnya terik menyengat kulit.

Gadis itu memandangi orang-orang yang berjalan kaki di luar café. Sesekali ia memeriksa ponselnya. Ia membuka aplikasi Instagram. Terlihat adiknya, Daniel, baru saja memposting storygram bersama anjing peliharaan mereka yang bernama Casper sedang bermalas-malasan di atas tempat tidur Daniel. Terdengar Daniel menegur Casper agar Casper bertingkah seperti selayaknya binatang peliharaan lain dan bukan hanya bermalas-malasan saja.

Terlebih lagi, Casper ini jenis anjing Maltese yang kebanyakan bergerak sangat aktif. Tetapi Casper berbeda dengan kebanyakan anjing peliharaan di luar sana. Tingkahnya lebih mirip kucing yang lebih senang berada di dalam rumah dan diam tidak melakukan banyak kegiatan. Bahkan dulu Sheryl sempat membawanya ke veterinarian apakah anjing miliknya sakit atau ada yang salah dengan Casper, dan veterinarian itu bilang memang kepribadian Casper tidak seperti anjing berjenis Maltese kebanyakan.

Sheryl tertawa melihat tingkah laku adik dan peliharaannya itu. Terakhir ia lihat Casper saat natal beberapa bulan lalu waktu ia pulang ke Bandung. Ia menyimpan beberapa foto dan video Casper yang ia beri folder khusus di dalam ponsel dan laptop miliknya. Saat ia merindukan Casper, ia akan membuka folder itu atau menelepon rumahnya yang berakhir mendapat sindiran dari ibunya ataupun Daniel karena ia melepon bukan karena merindukan rumahnya, tetapi merindukan Casper. Gadis itu berdalih dengan alasan bahwa ia juga merindukan rumahnya, terlebih Casper.

"Atas nama Sheryl!" Lamunan gadis itu buyar ketika seseorang memanggilnya mengingatkan pesanan miliknya sudah selesai. Ia memasukan kembali ponselnya ke dalam tas lalu berjalan menghampiri meja kasir, mengambil pesanannya seraya mengucapkan terimakasih.

Hari ini akan sangat melelahkan, pikirnya. Setelah seminggu lalu membuat kesepakatan dengan pihak dari Stephen untuk melakukan interview dan pemotretan, akhirnya ke dua belah pihak memutuskan hari ini akan dilaksanakan jadwal pemotretan tersebut. Melihat juga jadwal Stephen yang terbilang cukup padat, timnya akan membuat pemotretan kali ini dibuat sesingkat mungkin.

Setelah melakukan perjalanan selama 20 menit dari café tempat Sheryl membeli kopi dan camilan, akhirnya gadis itu sampai di sebuah studio yang menjadi lokasi pemotretan hari ini. Terlihat beberapa rekannya sedang sibuk mempersiapkan segala sesuatunya. Di ruangan lain terlihat pemeran utama dalam pemotretan hari ini, aktor Stephen, sedang sibuk di rias oleh tim make up profesional yang disewa khusus.

Sesungguhnya Sheryl masih kikuk jika harus bertemu secara langsung dengan Stephen. Pasalnya, ia mengenal pria itu bukan karena kesengajaan dan itu terjadi karena ia hanya berniat membantu Stephen saat terlibat masalah saja tanpa mengharapkan pamrih apa pun. Dan memintanya melakukan interview kali ini membuatnya cukup terbebani.

Seperti ia mengharapkan balas budi dengan sesuatu yang lebih besar dibanding apa yang ia berikan.

"Minumannya aku taruh di sini, ya?" seru Sheryl sambil meletakan plastik berisi minuman dan camilan tadi di sebuah meja kosong yang terletak di sudut ruangan.