Page 13

1.3K 212 2
                                    

Jam sudah menunjukan pukul 8 lebih. Matahari pagi sudah tidak malu-malu lagi masuk menerangi kamar yang tampak dingin itu. Stephen masih tertidur dengan pulas di tempat tidurnya yang nyaman. Dahinya berkerut ketika merasakan sinar matahari menerpa wajahnya.

Sepuluh menit kemudian ia terbangun, memicingkan mata menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam retina mata laki-laki itu. Setelah itu Stephen menoleh melihat jam dinding.

Tadi malam ia pulang larut sekali. Setelah menyelesaikan pengambilan scene terakhir untuk keperluan film terbaru yang ia bintangi. Selama dua hari ia tidak pulang ke rumah. Selama itu juga ia tidak makan dan istirahat dengan cukup dan akhirnya tepat pukul 03.00 dini hari tadi ia baru bisa kembali ke rumah.

Bahkan saat sampai di rumah laki-laki itu masih mengenakan pakaian yang ia gunakan setelah pulang dari lokasi dan langsung tertidur.

Saat itu Stephen hanya membutuhkan tidur yang lama. Jika sudah berhubungan dengan pekerjaan, Stephen memang akan melupakan semuanya. Ia tipikal orang yang benar-benar totalitas dalam pekerjaan yang ia geluti. A workaholic.

Terdengar seseorang mengetuk pintu kamarnya. Sedikit kesal karena waktu istirahatnya terganggu, laki-laki itu menyahut setengah hati.

"Apa?" sahutnya kesal tanpa bergerak meninggalkan tempat tidurnya atau pun membukakan pintu kamar.

Terdengar suara Stephanie, adiknya, membalas, "Koh, Mami udah siapin sarapan di atas meja. Kata Mami turun dulu baru nanti lanjut lagi tidurnya."

"Bilang Mami, nanti gue ke bawah. Badan gue masih pegel-pegel buat digerakin." Stephen berniat tidur kembali saat ia memastikan bahwa adiknya sudah pergi dari depan kamarnya, tetapi tebakannya nyatanya salah. Sekarang ia mendengar suara ibunya berbicara di depan pintu kamarnya.

"Stephen, ayo turun dulu! Mami tahu kamu lelah. Tapi badan kamu juga butuh makan. Sudah dua hari, 'kan, kamu tidak makan dengan betul? Aiden bilang ke Mami begitu."

Stephen mendesis pelan. Umurnya sudah tidak bisa dibilang sebagai anak kecil ataupun remaja lagi, tetapi orang-orang di rumahnya masih menganggapnya seperti itu. Terlebih Ibunya.

Ibunya sangat overprotektif sekali terhadap Stephen. Ditambah pekerjaan Stephen yang padat dan menyita banyak waktu. Ibunya sangat khawatir sekali.

Sesekali ibunya membawakan laki-laki itu bekal makanan untuk dibawa ke lokasi agar ia tidak lupa untuk makan teratur dan berakhir Stephen yang malu dengan perhatian ibunya. Bahkan tak jarang ia diejek oleh teman-teman di lokasi.

"Badan Stephen masih pegel, Mi. Bentar lagi Stephen turun, kok. Janji." Stephen mencoba merajuk pada ibunya.

"Nggak ada tapi-tapian. Sekang turun! Mami hitung sampai 3, kalau kamu gak keluar, Mami yang paksa tarik kamu keluar, nih!" ancam ibunya.

Ibunya Stephen meskipun terlihat anggun di luar, tapi kepribadiannya sangat tegas dan tangguh. Tipikal-tipikal wanita super.

Stephen yang mendengar ancam ibunya, buru-buru turun dari tempat tidurnya dan membuka pintu. Ia tahu betul ucapan ibunya itu tidak pernah main-main. Terlihat ibunya menyunggingkan senyum berseri melihat putranya langsung mengikuti apa yang ia ucapkan. Wanita itu tidak mempedulikan wajah anaknya yang tertekuk sebal.

"Aduh, anak Mami yang ganteng akhirnya nampakin batang hidungnya. Ayo sarapan dulu. Nanti kamu beres sarapan, boleh deh tidur lagi. Mami buatin makanan kesukaan kamu." goda ibunya. Stephen hanya menggumam pelan sambil mengikuti ibunya turun menuju ruang makan.

Terlihat adiknya, Stephanie, sudah duduk di salah satu kursi makan. Saat Stephen datang wajahnya langsung menunjukan ekspresi mengejek.

"Kusut banget muka lo kayak lap, Koh." cibirnya sambil menyendokan nasi di atas piringnya.

The GravityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang