•Part 19•

6.8K 461 15
                                    

Aku masih mematung mencerna semua kejadian yang terjadi beberapa saat lalu, sebuah ciuman disertai ungkapan cinta. Ah kenapa aku jadi terbawa perasaan seperti ini? Namun bukankah itu wajar jika kita mendapat perlakuan seperti itu? Namun aku masih tak percaya, apakah ini nyata? Tidak halusinasi seperti kebanyakan fans lakukan? Tidak menghayal akan dicium idola mereka sendiri. Oh my god!

Kembali aku merasakan sebuah ciuman kilat yang mendarat dipipiku, "Hei kenapa malah diam?"

Aku mengerjapkan mataku cepat, memastikan bahwa ini nyata, bukan sekedar halusinasi. Tetapi masih sulit dipercaya Ali akan melakukan hal itu terhadapku. Sekali lagi aku yakinkan, apakah ini nyata?

Aku benar-benar percaya bahwa ini nyata saat aku merasakan sepasang tangan yang mencubit serta menarik pipiku kencang yang membuat aku terkejut serta memekik sakit. Seorang Aliando idolaku, sangat nyata berada dihadapanku, ini bukan khayalan. Bahkan yang dilakukan Ali beberapa saat lalu pun benar nyata.

"Prill?" panggil Ali membuyarkan lamunanku sambil mengelus pipiku lembut berusaha menyadarkanku. Aku tergagap berusaha menetralkan raut wajahku yang terlihat sangat tidak enak dipandang, dan juga menetralkan jantungku yang bergemuruh berdetak sangat kencang dari biasanya.

"Ii— ini nyata?" aku membeo membuat tawa Ali seketika pecah. Merasa tak ada yang lucu, aku mengerutkan dahiku heran melihat Ali tertawa begitu lepas.

"Ini nyata, Sayang... nih, aku buktiin lagi." Kembali Ali mencubit serta menarik kedua pipiku lebih kencang dari yang tadi hingga aku memekik sakit.

"Sakittt Aliii!! serius ini sakit, lepassss!! Ih Ali, pipi aku tuh udah tembem, jangan bikin dibikin semakin tembem dong!" ucapku sambil mengelus kedua pipiku yang sangat aku yakin telah berubah warna menjadi merah. Bukannya merasa bersalah, justru tawa Ali semakin kencang. Namun, setelah tawa Ali terhenti ia cukup memperhatikanku lama, mengamati wajahku.

"Ih, beneran merah ternyata pipinya. Sini-sini, aku elus biar merahnya ilang," kata Ali sambil mengelus kedua pipiku dengan sangat lembut. Perbuatan Ali membuat aku kembali merasa terbang, melting, melayang tingkat tinggi.

"Kamu lucu," ujar Ali yang masih mengelus kedua pipiku. Kali ini pipiku memerah karena malu, bukan karena cubitan yang aku rasakan beberapa saat lalu. Tuhan, tolong jangan membuat Ali menyadari bahwa pipiku merona karena malu akan ucapan Ali. Aku berusaha menghindar dari tatapan Ali yang begitu intens. Mengalihkan pandanganku keluar jendela hingga usapan Ali dipipiku terlepas begitu saja.

"Udah lebih baik kamu pulang aja sekarang," ujarku setelah melihat jam tangan yang melingkar dipergelangan tanganku. Tapi sepertinya ucapanku ada yang salah, terbukti bahwa Ali langsung ikut memalingkan wajahnya menatap keluar jedela.

"Jadi kamu ngusir aku nih? Yah, ya udah deh. Padahal aku mau ajak kamu ke lokasi syuting besok, tapi ternyata aku diusir sebelum ngajak kamu," ucap Ali tanpa menatapku.

Senyum dibibirku merekah mendengar ajakan Ali, "Mauuuu... mau ke lokasi syuting! Eh, tapi kan besok hari minggu, pasti lokasi ramai banget. Engga jadi deh, aku takut ikutnya hehehe."

Ali menangkup wajahku sambil menatap ke dalam mataku seolah memastikan bahwa semua akan baik-baik saja, "Enggak apa-apa, Sayang. Lagian kan besok ada aku yang akan jagain kamu."

Kedua sudut dibibirku tertarik membentuk seulas senyum, begitu tenang mendegar kalimat yang baru saja Ali ucapkan. Aku benar-benar merasa beruntung hari ini, dan aku harap hari ini akan berlanjut pada hari-hari selanjutnya. Entah mimpi apa aku saat berada di rumah sakit sehingga menjadi lebih dekat dengan Ali. Kulihat Ali juga sama tersenyum sepertiku.

"Ya udah aku masuk ya, engga enak kalau sampai Mama atau Papa lihat atau tahu aku di luar dari tadi dan nggak masuk-masuk." Ali mengangguk menyetujui ucapanku. "Kamu hati-hati dijalan, sampai rumah kabari aku," pesanku yang lagi lagi dibalas anggukan.

Dari Fans Untuk Idola ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang