•Part 16•

5.7K 469 23
                                    

"Prill? Kenapa nangis?"

Aku sangat kenal dengan suara itu. Ali!

Ternyata perjuanganku tidak sia-sia. Tangisku berhenti digantikan dengan jantungku yang bedetak kencang mendengar suara Ali. Benar kan Ali akan memaafkan aku? Aku sangat mengenal Ali. Dia adalah orang yang baik.

Dengan perasaan bahagia aku membalikkan badan. Tapi yang kudapati bukanlah sosok idola yang aku harapkan. Sungguh aku tidak bercanda. Hatiku sangat sakit. Senyum lebar dan semua perasaan sesaat itu lenyap. Netraku beralih pada Ali yang masih bersama fans-nya. Dan di hadapanku saat ini adalah Bang Kiki, kru yang bekerja dalam sinetron Ali.

Tanpa aku sadari air mataku jatuh lagi. Benar apa yang Sasa bilang. Seharusnya aku tak usah nekat seperti ini. Hatiku terlalu lemah untuk menerima semua runtutan masalah yang aku perbuat sendiri.

Kue di tanganku jatuh. Aku benar-benar sudah tidak peduli. Lagian orang yang berulang tahun pun tidak mau menerima kue buatanku itu.

"Loh Prill? Kok makin kenceng nangisnya? Kamu kenapa?" tanya Bang Kiki lagi dan aku hanya menggeleng sebagai jawaban. Bibirku sudah tidak mampu mengeluarkan kata-kata lagi.

Aku tau Ali melihatku yang kini menangis. Bukan, menangis bukanlah senjataku untuk membuat Ali kasihan padaku dan memberikan maaf. Tapi benar aku menangis karena hatiku sangat sakit karena perjuanganku tak berbuah apa-apa, malah menambah luka. Apalagi saat Ali sudah mengabaikanku lagi dan memilih kembali bersenang-senang bersama fans-nya.

"A... ak... aku pu... lang Bang," ucapku tersendat-sendat karena efek menangis.

Aku mempercepat langkah, menjauh dari keramaian. Aku sudah malu dan tidak punya nyali untuk menampakan diri di depan Ali. Mungkin ini adalah usaha terakhirku untuk mendapat maaf darinya.

Saat ingin mengeluarkan handphone untuk memesan taksi online, aku dikejutkan dengan suara seseorang yang memanggilku. Bukan Ali pastinya. Aku pun tidak berharap kalau Ali memanggilku.

"Prill?"

"Kok lo disini, Sa? " tanyaku dengan suara parau. Orang yang memanggilku itu adalah Sasa. Ia menyerahkan sapu tangan berwarna biru langit kearahku.

Sasa menghembuskan nafasnya pelan dengan menatapku antara iba dan jengkel, lalu dia mengomeli aku,"Gue kan bilang apa sama lo kemarin? Lihat sekarang, semuanya sia-sia kan? Lo cuma dapetin tatapan sinis dan omongan pedas dari orang-orang. Dan Ali pun udah gak peduli sama lo. Lo sadar dong Prill. Buka mata lo lebar-lebar. Kesalahan lo emang sulit dimaafin Ali dan fans-fans-nya!"

Tidak ada yang perlu di bantah, karena yang di katakan Sasa benar adanya. Aku sungguh menyesal. Tolong bangunkan aku dari mimpi buruk ini!

"Terus gue harus gimana lagi, Sa? Gue capek harus begini terus. Yang gue mau cuma Ali maafin gue. Dibenci orang, apalagi idola itu gak enak!"

Kenapa air mata ini terus keluar? Aku benci menjadi orang yang cengeng!

"Ya iyalah bego! Siapa yang mau dibenci idola sendiri? Udahlah, semuanya udah terjadi. Gak usah disesali lagi! Perjuangan lo buat minta maaf sama Ali memang bagus, tapi lain kali dipikirin lagi. Lakukan apa yang sanggup lo lakukan. Huh, gue kesel deh lama-lama!"

Setelahnya tidak ada yang membuka suara selama beberapa menit. Aku hanya menunduk sambil membersihkan sisa-sisa air mataku menggunakan sapu tangan yang diberikan Sasa. Tidak tau seberapa jeleknya aku sekarang, sekali lagi aku bilang bahwa aku tidak peduli. Peduliku hanya pada hatiku yang sekarang penuh luka. Sakitnya hampir sama dengan sakit dibentak oleh kedua orangtua ku.

"Udah gak usah mesan taksi online. Pulang sama gue aja. Supir gue udah di deket sini," ucap Sasa yang melihat layar handphone-ku yang menampilkan beranda aplikasi pemesanan transportasi online. Aku pun hanya mengangguk lemah. Rasanya aku sudah tak memiliki tenaga lagi.

Dari Fans Untuk Idola ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang