•Part 10•

6.4K 490 12
                                    

Bukan bersama Sasa, Dinda, ataupun Nabilah. Kali ini aku ke lokasi syuting bersama Kak Arin. Sama seperti Nabilah, Kak Arin juga sering bertemu dengan Ali. Hari ini untuk pertama kalinya aku bertemu Kak Arin setelah lama kenal di Line. Ah senangnya!

Dan aku sekarang sedang di ruang tamu menunggu Kak Arin datang menjemput. Ya walaupun Mama tidak tau siapa itu Kak Arin, tapi aku sangat yakin pasti di izinkan pergi bersama Kak Arin. Karena aku ingat ucapan Mama waktu itu,

"Boleh pergi. Asal sama orang yang kamu kenal."

Tapi, kalau Mama tau aku pergi ke lokasi syuting Ali pasti gak di izinin. Jadi, aku dan Kak Arin sudah mengatur rencana akan bilang ke Mama mau jalan-jalan saja. Ah, aku bohong lagi. Tapi gak apa-apa demi Ali!

Aku keluar rumah saat mendengar suara mobil. Itu Kak Arin. Aku jingkrak-jingkrak seperti anak kecil saat melihatnya. Lalu aku menghampiri Kak Arin dan memeluknya. Biarlah kalian mau mengatai aku alay atau apa, yang jelas aku sangat senang. Kak Arin itu sudah ku anggap seperti Kakak ku sendiri.

"Ya ampun Kak, akhirnya kita ketemu juga!" Aku memekik senang lalu melepas pelukan ku padanya. Aku lihat Kak Arin tersenyum, sangat manis karena kedua lesung pipinya itu.

"Iyaaa, gak nyangka akhirnya gue bisa lihat si pendek ini, " kata Kak Arin yang mampu membuat senyum lebarku hilang sekejap. Emang ya Kak Arin tuh penghancur suasana.

"Iya tau deh yang tinggi bak model," sungutku kesal. Kak Arin langsung mencubit pipi ku dan terkekeh, "Yeee bercanda kali, jangan di bawa serius. Kayak gak tau aja gue gimana orangnya."

Aku pun ikut terkekeh. Aku sangat tau sifat Kak Arin yang sering bercanda itu. Jadi kalau berteman dengan dia jangan mudah baper, karena memang candaannya sering kelewat batas.

"Iya-iya. Yaudah yuk masuk, di dalam ada nyokap gue. Inget kan yang gue bilang semalem?" tanyaku memastikan lagi agar rencanaku berjalan mulus.

"Gue gak pikun, Prill. Tenang aja. Lo tau kan gue pinter akting? Lo tau kan piala penghargaan gue bejibun di rumah? Pokoknya bakal berhasil ini mah," ucapnya mantap sambil mengacungkan kedua jempolnya yang sukses membuatku menatapnya datar.

"Halu jangan di tinggin. Ntar jatoh sakit loh!"

"Iya gue jatuh di pelukan Aliando."

Aku makin malas mendengar ocehannya yang tidak jelas itu. Gak di obrolan Line, gak di dunia nyata, sama aja!

"Eh tapi, Prill, gue nanti gak bisa nganterin lo pulang. Soalnya sekitar jam setengah dua gitu gue ada kelas. Gak apa-apa kan lo pulang pakai taksi?" tanya Kak Arin tak enak.

"Lah lo kenapa gak bilang kalau emang ada jam kuliah?" aku malah balik bertanya. Sekarang aku yang merasa tak enak karena sudah merepotkannya. Kalau tau begitu aku minta temani Sasa atau Dinda saja tadi.

"Kemarin gue lupa lihat jadwal. Tapi karena gue udah janji ya gue harus tepatin dong."

"Aaaa lo baik banget deh. Makin cintah deh sama kamoeh!"

"Najis Prill!"

"Eh kuy masuk. Aduh malah ngobrol di sini. Gue udah gak sabar mau ketemu Ali nih."

"Yeee dasar!"

Aku dan Kak Arin pun masuk ke dalam rumah. Segera aku berlari menghampiri Mama yang sedang berada di dapur. Mama sedang sibuk membuat kue brownis yang ingin dimakannya sejak kemarin. Baunya membuat perutku lapar.

"Mama, Mama, temen aku udah dateng. Tuh orangnya di luar, tengokin gih." Aku mencomot satu kue brownis yang sudah di olesi krim dengan taburan keju di atasnya. Ini kue favoritku!

Dari Fans Untuk Idola ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang