14. Become My Wife

871 100 5
                                    

Suara Renesya terdengar nyaris tercekat, bola matanya membulat sempurna, seseorang yang paling tidak ingin Renesya lihat kini sedang berdiri tepat di depannya, memandangnya tajam dengan sorot mata penuh penilaian. Renesya memalingkan wajahnya, enggan menatap balik sorot mata tersebut. Untuk apa pria itu repot-repot datang kemari? Lalu dimana Grace dan yang lainnya? Apa mungkin ini memang rencana mereka? Isi kepala Renesya bergolak penuh dengam pertanyaan-pertanyaan demikian.

Tanpa kata pria itu yang tak lain adalah Marcus duduk di sebuah sofa yang bersebarangn dengan Renesya, sedangkan gadis itu masih tetap berdiri diam seolah tubuhnya terpaku ditempat dan sulit digerakkan, otak Renesya terlalu penuh untuk memikirkan situasi seperti apa lagi yang harus dia hadapi kali ini, Renesya tahu— bahkan sangat tahu sekali, kedatangan pria ini kemari tentu memiliki sebab dan akibat yang sulit dia terka. Pikiran-pikiran buruk mulai berkecamuk di kepala Renesya, apa yang diinginkan pria sialan ini??

Renesya menggigit bibir bawahnya tertahan— tatkala otaknya berputar kembali pada moment pertemuan pertama mereka, Renesya pernah bersumpah tidak sudi melihat wajah pria ini lagi, namun dia tidak mengerti takdir apa yang bisa membuatnya lagi dan lagi harus melihat wajah pria ini untuk kesekian kalinya, dan sialnya! kali ini merupakan pertemuan ketiga mereka yang tidak mungkin bisa Renesya hindari. Jika pagi itu dia terbangun didalam penthouse milik pria sialan ini dan Renesya masih memiliki seribu cara untuk pergi dari sana secepat dia bisa, namun situasi saat ini tentu saja sangat berbeda, bagaimana mungkin dia bisa kabur dari sini?

"Sampai kapan kau hanya akan berdiri mematung seperti orang bodoh nona?" Renesya tersentak mendengar nada penuh arogan tersebut, seketika dia menoleh pada sumber suara itu dan mendengkus tertahan lalu menghempaskan bokongnya pada sofa di hadapan Marcus, Renesya tidak bermaksud mengikuti perintah Marcus, dia terpaksa melakukannya, lagipula tidak ada cara lain yang bisa dia lakukan, tentu saja Renesya tidak ingin menyiksa kakinya lebih lama lagi hanya untuk mendengar celotehan arogan pria sialan didepannya itu. Dalam hati Renesya ingin sekali mencabik-cabik wajah sialan di depannya ini, tapi Renesya masih waras dan tentu saja dia tidak ingin merasakan dinginnya lantai penjara untuk kedua kalinya.

"Jika ucapan terimakasih yang ingin kau dengar, maaf sekali tuan aku tidak akan mengatakannya."

Marcus menaikkan sebelah alisnya mendengar penuturan tersebut. Tidak lupa sudut bibirnya menguarkan senyum mencemooh yang sunggung kentara, sengaja tidak di tutup-tutupi. Renesya merasa benar dengan pilihannya untuk tidak berbasa -basi dengan pria ini, entah mengapa dia bisa menebak kedatangan pria itu kemari tidak hanya untuk mendengar ucapan terimakasih darinya.

"Apa kau tidak ingin tahu bagaimana caraku membebaskanmu dari tempat ini?"

"Aku lebih tertarik mengetahui untuk apa kau melakukanya?"

"Benarkah kau sangat tertarik ingin mengetahuinya?" Marcus justru kembali bertanya dengan nada sedikit menggoda. Renesya memutar bola matanya malas.

"Katakan saja apa tujuanmu sebenarnya? Aku tahu, pria sepertimu tidak akan repot-repot menurunkan tangan secara langsung hanya untuk hal ringan seperti ini." Renesya melipat kedua tangannya didepan dada, bersikap provokatif.

"Tentu saja karena aku ingin kau membayar ganti rugi seluruh kekacauan yang kau buat, hanya dengan membiarkanmu ditempat ini, tidak akan menguntungkan apapun bagiku." Marcus mencondongkan tubuhnya ke depan, menatap lekat manik mata Renesya, gadis itu hanya mampu terdiam seolah kehilangan orientasi, tatapan intimidasi Marcus sukses menguncinya telak.

Perlahan otak Renesya kembali berputar, mendengar alasan pria itu tentu saja membuat pikiran-pikiran buruk Renesya semakin bergejolak, mungkinkah pria ini benar-benar akan menjualnya untuk menutupi kerugian yang dia lakukan? Tidak! Itu tidak boleh terjadi, sampai matipun Renesya tidak akan pernah sudi, lebih baik dia hidup menggelandang daripada harus mengikuti kemauan pria gila ini. Lamunan Renesya tersentak tak kala suara Marcus memenuhi pendengarannya lagi.

"Jadi semua pilihan ada padamu nona"

Renesya mengerutkan keningnya. Pilihan apalagi yang harus dia putuskan?

"Aku tidak menginginkan pilihan apapun!" Renesya memalingkan wajahnya.

Seringai itu kembali muncul ke permukaan penuh rasa percaya diri, seolah memang sudah tahu kalimat apa yang akan menguar dari bibir tipis Renesya. Gadis ini memang keras kepala meskipun dalam keadaan terjepit sekalipun, egonya benar-benar setinggi langit.

Dalam hati Renesya sedang mengumpati situasi yang menjeratnya saat ini, dia berjanji akan membalas pria ini nantinya, entah bagaimanapun caranya.

"Dan sayangnya kau harus tetap memilih demi berlangsungnya kehidupanmu."

"Aku bisa melakukan apapun yang kuinginkan, hidupku adalah milikku sendiri." sergah Renesya tidak terima.

Marcus mengempaskan kembali punggungnya pada sandaran sofa, menatap Renesya dengan pandangan angkuh dan bibirnya menipis, dia kesal melihat tingkah keras kepala gadis di depannya. "Detik kau melangkahkan kakimu dari tempat ini, saat itu juga statusmu akan berubah menjadi istriku." kalimat tersebut diucapkannya santai seringan kapas, seolah apa yang baru saja dia katakan sama sekali tidak berhubungan dengan kehidupan seseorang.

Renesya membulatkan matanya tak percaya, apa maksud pria gila ini? Apa dia tidak salah dengar? Menjadi istrinya??? Oh Tuhan! yang benar saja, mimpi buruk apa lagi ini?

Chieva
07 Juni 2020

Amor Impredecible - [ On Going ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang