Untuk kesekian kalinya pagi indah Hanna harus terganggu oleh Aiden yang sejak tadi merecokinya untuk segera bersiap - siap.
"Cepat bangun pemalas." Aiden menarik selimut Hanna yang menutupi seluruh tubuhnya. Jangan salah paham. Mereka tidak tidur di kamar yang sama. Untuk sementara, selama berada di New York, Aiden memutuskan menyewa sebuah Apartemen dalam jangka waktu satu bulan.
Apartement tersebut terdiri dari dua kamar tidur, ruang tengah dan dapur minimalis. Terletak di pusat kota, memang harganya cukup fantastis, namun masih lebih hemat daripada mereka harus menginap dengan tarif per malam di sebuah Hotel berbintang.
Hanna yang baru sempat membuka mata menatap nanar tampilan pagi Aiden yang sudah lengkap dengan setelan rapinya.
"Cepat mandi, kutunggu di meja makan."
"Hmmm..." Hanna hanya bergumam singkat. Setelah itu Aiden sudah menghilang dibalik pintu.
Sepuluh menit kamudian. Hanna sudah muncul dari balik pintu kamar dengan atasan Bolero dipadu pantsuit warna tosca yang sudah melekat sempurna di tubuhnya.
"Aku mulai bosan, kau ajak kesana kemari hanya untuk menguntit gadis itu." Adu Hanna setelah berhasil mendudukan bokongnya pada kursi kayu yang berada di seberang Aiden. Sedangkan pria itu tampak tidak menggubris ucapan Hanna barusan.
Aiden berlagak fokus menikmati sepotong roti bakar di tangannya. Membuat Hanna cemberut karena merasa diabaikan. Jika sudah mode tak acuh seperti ini, Hanna sangat paham jika Aiden sedang tidak ingin mendengar rengekannya.
"Kau tahu alamat Zonderfan Inc?" Aiden mengangguk menanggapi pertanyaan Hanna. Saat ini mereka sedang berada di dalam mobil yang dikendarai Aiden, menuju kantor Zonderfan Inc yang jaraknya tidak terlalu jauh lagi.
"Aku sudah melakukan pencarian semalam, lagipula tidak sulit mencari alamat kantor penerbitan yang reputasinya sudah sangat di akui bukan hanya di Amerika tapi juga dunia."
"Kau benar, buku - buku terbitan Zonderfan memang selalu best seller di pasaran, bahkan sudah sering di adaptasi menjadi film dan diterjemahkan kedalam berbagai bahasa. Aku masih tidak menyangka kalau kemarin aku bertemu dengan salah satu orang terpenting mereka."
Bola mata Hanna terlihat berbinar.Sedangkan Aiden mendengus. "Kau terlihat bahagia bisa bertemu Renesya dan sepertinya kau juga sangat mengaguminya, tapi kenapa kau selalu mengggerutu jika aku mencari tahu tentangnya."
"Tentu saja itu hal yang berbeda, aku mengaguminya sebagai seorang penulis favoritku. Tapi jika urusannya denganmu aku tidak tahu itu mengenai apa, jadi aku tetap akan merasa kesal karena kau terus terusan mengejarnya."
"Ya.. ya... simpan sebentar rasa kesalmu itu, kita sudah sampai." Aiden memakirkan mobilnya di basement gedung tersebut. Lalu mereka menaiki lift yang akan membawanya di lantai lobby perusahaan.
Aiden dan Hanna menghampiri meja Resepsionis. Terdapat dua orang Resepsionis yang berdiri dibalik meja. "Apa kami bisa bertemu dengan Renesya Clark?" tanya Aiden pada salah satu resepsionis bername-tag Briana.
"Apakah sebelumnya sudah memiliki janji?" resepsionis berambut pirang yang berdiri disebelah Briana ikut bertanya.
"Kami tidak memiliki janji." jawab Hanna cepat.
"Tunggu sebentar, Sir." Briana mengangkat gagang telpon, menghubungi seseorang di seberang sana.
"Mohon maaf Mrs. Clark sedang tidak ada ditempat, beliau sedang melakukan cuti kerja untuk durasi waktu yang belum kami ketahui."
"Cuti? Memangnya sejak kapan?" tanya Aiden.
"Kurang lebih tiga atau empat hari lalu Sir."
"Apakah saya boleh meminta kontak Mrs. Clark?"
"Mohon maaf kami tidak bisa memberikan informasi pribadi pegawai perusahaan kepada orang asing."
Aiden mengembuskan napasnya lelah. "Baiklah kalau begitu, terima kasih."
"Mungkin setelah pesta pernikahan yang kita lihat di tv waktu itu, Renesya dan Marcus Honeymoon ke suatu tempat."
Hanna berusaha mengemukakan analisanya saat mereka sudah berada di dalam mobil."Mungkin saja, dan mau tidak mau kita harus menunggunya."
Ucapan Aiden membuat Hanna terkulai lemas di kursi samping kemudi. Dia harus menahan diri lebih lama lagi demi pencarian tak berujung ini.
***
Sudah lima hari mereka menghabiskan waktu di pulau pribadi Little Oasis. Dan sejak malam itu Marcus benar - benar memanfaatkan situasi dan kondisi dengan baik. Tidak ada satupun malam yang ia lewati tanpa berada di dalam kehangatan Renesya. Ada saja cara lihai Marcus yang mampu membuat Renesya tak berkutik.
Marcus menatap dengan sorot dalam wajah Renesya yang terkulai di pelukannya, setelah percintaan panas mereka yang baru berakhir setengah jam lalu membuat Renesya tertidur pulas akibat kelelahan.
Dalam diamnya Marcus teringat sebuah pesan yang baru ia dapatkan kemarin sore.
Ada seseorang yang mencari Renesya.
Begitulah isi pesan yang Marcus terima.
Marcus harus memastikan secepatnya siapa gerangan orang suruhan yang mencari Renesya. Jika apa yang ia khawatirkan bisa saja terjadi, maka dengan terpaksa Marcus harus bertindak lebih cepat lagi.
Sial! Padahal Marcus masih ingin bersenang - senang dengan keberadaan Renesya lebih lama lagi, kalau bisa ia ingin mengurung Renesya di pulau pribadi ini untuk seterusnya. Sayangnya Marcus sadar, terlalu banyak urusan yang harus ia tuntaskan.
Chieva
05 Oktober 2023kira- kira Marcus mau ngapain ya?? Hehehe
Maaf partnya pendek...soalnya klau g di cut disini bakalan makin panjang dan g bisa up malam ini sesuai jadwal.. 😣
KAMU SEDANG MEMBACA
Amor Impredecible - [ On Going ]
RomanceRenesya Clark adalah seorang editor di sebuah perusahaan penerbitan di pusat kota New York dan juga seorang penulis yang gemar menulis genre cerita romance young adult, dengan konflik ringan lovey dovey ala remaja belasan tahun. Sebuah bencana bagi...