Seharian ini Aiden menghabiskan waktunya hanya untuk mencari Hanna, semua tempat terdekat yang berada di sekitaran hotel telah ia datangi, entah itu Restorant, Cafe hingga Departement Store, namun semua tempat-tempat tersebut tidak membuat Aiden menemukan titik jelas dimana keberadaan gadis itu berada.
Pria itu semakin dibuat frustasi, apalagi dengan kenyataan ponsel Hanna yang sama sekali tidak dapat di hubungi. Aiden sangat khawatir, bagimana jika terjadi suatu hal yang buruk pada gadis itu, bagaimanapun juga Hanna adalah tanggung jawabnya.
Hingga pada akhirnya sebuah ide terlintas di benaknya, Aiden pun memutuskan mengecek penggunaan kartu kredit maupun debet yang gadis itu gunakan, dan apa yang dia temukan membuatnya berakhir di tempat ini. Aiden tidak habis pikir untuk apa Hanna repot-repot membayar sewa hotel lain hanya untuk menghindarinya. Malam ini dia harus berhasil membawa kembali gadis itu, membujuknya agar tidak merajuk lebih lama lagi, atau semuanya akan menjadi kacau jika dia tidak berhasil melakukannya, Aiden tidak mungkin ikut menginap di Hotel ini, dan membuatnya menempuh jarak dua kali lebih jauh ketika nanti dirinya akan mengikuti ujian advokat.
Aiden memasuki loby hotel lalu berjalan mendekati meja resepsionis. Belum sempat ia membuka suara sang untuk bertanya, sang resepsionis sudah menginstrupsinya lebih dulu.
"Maaf Sir tidak ada kamar kosong, semuanya sudah full booking, karena malam ini sedang ada pesta."
"Saya hanya ingin bertanya, apakah ada reservasi atas nama Hanna Park ?"
Resepsionis itu nampak sibuk mengetikkan sesuatu pada layar datar di depannya. "Iyaa benar, nona Hanna melakukan check in tadi siang, "
"Dia menginap di kamar nomor berapa?"
"Maaf untuk informasi privasi tersebut kami tidak bisa memberitahunya, lebih baik anda menghubungi secara pribadi lebih dulu pihak bersangkutan."
Aiden memutar otaknya, dia harus mencari cara bagaimana agar bisa bertemu dengan gadis itu, sedangkan sampai saat ini ponsel Hanna masih tidak bisa dihubungi juga, benar-benar sial! Aiden tidak mungkin membiarkan Hanna menginap di Hotel ini sendirin tanpa pengawasannya, dan tidak mungkin juga dirinya hanya menunggu seperti orang bodoh di loby ini, tidak ada jaminan apapun yang dapat memastikan Hanna turun ke lantai dasar dan memungkinkan dapat melihatnya.
***
Marcus melangkahkan kakinya perlahan menghampiri meja oval di tengah ruangan, tangannya terulur mengambil segelas Margarita, mata hitamnya mengamati cairan bening itu sejenak, paduan Triple Sec dan jeruk limau cukup menarik minatnya, jemari tangannya merasakan butiran embun yang menempel pada pinggiran gelas, dengan gerakan santai dia mulai mendekatkan ujung gelas berkaki tinggi yang memiliki permukaan luas itu ke bibirnya, menyesapnya sedikit demi sedikit, menikmati sensasi dingin mengaliri tenggorokannya. Kali ini dia akan berdamai pada dirinya sendiri, membiarkan gadis itu menikmati waktunya, toh tidak akan mengubah apapun. Tapi Marcus juga tidak bisa berjanji apa yang akan terjadi setelah pesta ini usai.
"Hai, Dude!!" Marcus menoleh tatkala merasakan seseorang menepuk pundaknya dari arah belakang. Di hadapannya kini berdiri seorang pria berambut pirang yang mencolok, mata biru pria itu melemparkan tatapan jenaka pada Marcus.
Marcus hanya menanggapinya dengan senyuman tipis, "Senang melihatmu Luke ." ujarnya kemudian.
Luke meraih salah satu gelas Martini diatas meja, lalu mengarahkan kembali tatapannya pada Marcus dengan kening mengerut. "Dimana para wanitamu Mark?" Melihat seorang Marcus berdiri sendiri di sebuah pesta seperti ini menggelitik rasa ingin tahunya. Luke merupakan salah satu klien tetap Marcus, hampir setiap malam pria itu selalu mendatangi Klub miliknya dan bersenang-senang, entah itu hanya berjudi atau memilih salah satu wanita penghibur yang ada disana untuk menemani malam panjangnya, dan perlu kalian ketahui Luke merupakan salah satu pemilik saham terbesar Candler Hotel tempat diadakannya pesta malam ini, bisa dikatakan dirinya merupakan salah satu tamu terpenting dalam pesta tersebut.
"Sayang sekali, malam ini aku tidak datang bersama mereka."
Luke cukup terkejut mendengar jawaban Marcus, "Kupikir aku baru saja menandai salah satu pelacurmu, ternyata bukan ya? pantas saja dia terlihat berbeda dari wanita-wanitamu biasanya, yang kali ini benar-benar membuatku penasaran." Luke menyungingkan senyum misterius.
Marcus mengerutkan keningnya. Otaknya dipaksa mencerna ucapan Luke, sesaat kemudian dia mulai mengerti apa maksud ucapan pria itu. Firasat buruk tiba-tiba menyergapnya.
"Apa yang......... " belum sempat Marcus melanjutkan ucapannya, seorang pramusaji datang mengintrupsi obrolan mereka. Mengalihkan perhatian Luke, membuat Marcus menghentikan ucapannya. Terlihat pramusaji itu membisikkan sesuatu ke telinga Luke. Marcus tidak dapat mencuri dengar apapun, karena alunan suara musik di pesta itu cukup memenuhi pendengarannya.
Setelah pramusaji itu pergi meninggalkan mereka. Luke kembali menolehkan kepalanya pada Marcus.
"Sorry dude, I have something affairs." Luke menyunggingkan senyum tipis seraya menepuk pundak Marcus."Lain kali kita bicara lagi," pria melangkahkan kakinya pergi meninggalkan Marcus, sama sekali tidak menyadari ekspresi menggelap yang melingkupi wajah pria itu.
Chieva
30 Desember 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Amor Impredecible - [ On Going ]
RomanceRenesya Clark adalah seorang editor di sebuah perusahaan penerbitan di pusat kota New York dan juga seorang penulis yang gemar menulis genre cerita romance young adult, dengan konflik ringan lovey dovey ala remaja belasan tahun. Sebuah bencana bagi...