11

141 19 1
                                    

Sesampai di ruman Van, Rion mengetuk pintu rumah Van dan terdengar pintu Van yang terbuka. Rion menatap orang yang membuka pintu rumah Van dengan terkejut, namun ia dengan cepat menetralisir ekspresinya menjadi datar kembali.

"Vicky ? Lo ngapain disini ?"tanya Vania mewakili pertanyaan Rion. Rion menatap tajam menunggu jawaban Vicky.

"Gue diundang sama Renita,"jawab Vicky. Vania tersenyum lebar mendengar nama 'Renita' disebut, ia - Vania - meminta izin Rion. Rion mengangguk, Vania pun dengan cepat pergi meninggalkan Rion dan Vicky.

Vicky berbalik meninggalkan Rion, namun suara Rion menghentikannya berjalan. "Gue pengen ngomong sama lu."

****

"Jauhin Vania,"ucap Rion to the point setelah mereka berdua mencari tempat yang tidak dapat didengar oleh orang lain. Vicky mengangkat sebelah alisnya, "apa untungnya buat gue ?" Rion mendengus tak suka. Mereka terdiam sejenak, hingga Vicky menyeringai.

"Apa lo takut Vania jatuh cinta sama gue ?"tanya Vicky membuat Rion mengepalkan kedua tangannya. "Dia udah jatuh cinta sama lo dari dulu,"lirihnya. Vicky terkejut.

"Kalo lo tau dia udah suka sama gue, kenapa lo gak ngelepasin dia ?"tanya Vicky tenang.

"Karena gue sayang sama dia,"jawab Rion. Vicky mendengus.

"Kalo lo sayang sama dia, seharusnya lo tau dengan ngelepasin Vania justru membuat Vania bahagia."

"Cih. Kalo yang lo maksud ngelepasin Vania buat lo ? Sorry makasih. Sama aja gue ngasih Vania kesedihan yang terus-menerus,"tegas Rion.

"Rion-Rion naif banget lo. Lo tau Vania suka sama gue otomatis kebahagiaan Vania itu ada di gue, bukan di lo." Rion menggeram. Ia menutup matanya dan terlintas di pikirannya mengenai kebersamaannya selama dua tahun.

Rion membuka matanya dan tersenyum mengejek. "Gimana sama lo ? Lo lupa ? Lo emang kebahagiaannya Vania, tapi jangan lupa .. Lo juga yang menaruh kesedihan ke Vania." Vicky menegang.

Rion terkekeh melihat Vicky tak berkutik dengan ucapannya. "Lo harus inget satu hal, mungkin gue nggak bisa jadi kebahagiaan Vania. Tapi, setidaknya gue selalu ada buat dia, baik dulu, sekarang, maupun nanti. Gue tau, tanpa dia sadari dia butuh gue, dia bergantung sama gue. Jadi, jangan pernah ada pemikiran untuk mengambil Vania." Rion menepuk bahu Vicky pelan dan meninggalkan Vicky.

"Tapi, gimana kalo ternyata gue emang ada pemikiran untuk mengambil Vania dari lo ?"tanya Vicky menghentikan langkah kaki Rion.

"Gue bakal ambil Vania lagi. Simple,"ucap Rion kelewat santai. "Tapi gimana kalo ternyata gue emang bener-bener serius  buat ambil Vania ?"tanya Vicky lagi. Rion menghela napas lelah.

"Harus berapa kali gue bilang Vick ? Biar gue perjelas, lo silahkan ambil Vania dari gue dengan beribu-ribu cara. Tapi, jangan pernah lupa ! Gue bakal tetap mempertahankan Vania dengan berjuta-juta cara dan kalo ternyata lo bisa ngambil hati Vania lagi, gue bakal buat Vania ketergantungan sama gue dengan berjuta-juta cara."Jawab Rion.

"Bukannya cinta akan mengalahkan segalanya ? Bukannya cinta akan mengalahkan orang yang nyaman ? Mengalahkan orang yang saling bergantung ?"tanya Vicky bertubi-tubi.

"GEEZ.." Rion mendadak frustasi dengan mengacak-acak rambutnya. "Lo tuh yah gak mau kalah ? Nih, biar gue kasih tau sama lo yah tentang reality dunia. Jangan kebanyakan novel mangkannya !" Vicky bingung melihat Rion seperti itu.

"Gini yah, pertama lo harus tau. Cinta itu mempunyai fase. Berawal dari orang yang gak suka, lalu saling nyaman dan membuat satu sama lain ketergantungan. Jadi, lu salah kalo cinta itu mengalahkan orang yang nyaman. Justru, membuat orang yang nyaman itu merupakan fase yang diharuskan untuk mendapatkan cinta. Kedua, okelah lu menang karena jadi cinta pertama dari Vania. Tapi, cinta pertama gak selamanya abadi. Ia akan digantikan oleh cinta yang lainnya. Ketiga, Cinta sejati itu gak ada saat masa-masa kita, adanya saat nikah. Ngerti lo ?"tanya Rion panjang kali lebar. 

DIFFERENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang