15

101 12 0
                                    

Hari berganti bulan. Bulan berganti tahun. Waktu demi waktu berlalu, tanpa terasa sudah semester keempat Vania menjalani hari-hari menjadi anak kuliah, sudah tiga tahun lebih pula Vania memiliki hubungan dengan Rion, sedikit demi sedikit kosakata Rion bertambah kepada Vania. Sekitar 7 atau 8 kata yang dikeluarkan dari mulut Rion ketika sedang berbicara dengan Vania. Vania tentu saja senang mendapati perubahan Rion itu .

Mengenai mereka berdua, sekarang Vania menunggu Rion di restaurant X. Ia memandangi orang-orang yang berlalu lalang dari jendela. Tiba-tiba Vania bertanya-tanya kepada dirinya sendiri.

"Apakah aku sudah jatuh cinta ?" batinnya. Sejujurnya, Vania cukup pintar. Namun untuk masalah peka terhadap perasaannya sendiri, Vania memiliki angka nol terhadap kepekaannya. Istilah kasarnya, Vania terlalu lambat untuk mengetahui perasaannya.

"Rion bosen enggak yah sama aku ?"tanyanya untuk dirinya sendiri. Ada perasaan tidak percaya, melingkupi hati Vania namun Rion tidak mengetahuinya. Vania sedikit tidak percaya bahwa Rion masih mencintainya. Vania bertanya-tanya, apa yang membuat Rion sangat mencintai dirinya ? Bahkan terkesan setia kepadanya. Padahal, menurut Vania sendiri, ia hanya orang biasa, tidak ada yang spesial dari dirinya. Tapi, mengapa perilaku Rion terkesan posesif kepada dirinya ? Seakan-akan takut kehilangannya ? 

Lamunan itu terus berlanjut. Hingga tiba-tiba seorang laki-laki berwajah tampan, rahang yang tegas, kharismatik, kulit putih, berwibawa, gagah, masuk ke restaurant. Banyak perempuan menatap laki-laki tersebut dengan pandangan lapar, tetapi tidak untuk Vania. Karena laki-laki tersebut merupakan dosennya, lebih tepatnya dosen killer.  Dan laki-laki itu berada didepannya.

"Bolehkah saya duduk disini ?"tanya dosennya itu.

Vania mengangkat sebelah alisnya, ia mengedarkan pandangannya dan mendapati hanya mejanyalah yang tempat duduknya kosong.

"Oh tentu saja, Pak."ucap Vania.

"Kau pasti yang bernama Vania ?"tanya laki-laki itu setelah duduk.

"Mm.. Ya, saya Vania. Ada apa yah, pak ?"

"Jangan panggil aku Pak jika diluar lingkungan fakultas, cukup panggil ku Dominic."titah laki-laki itu yang bernama Dominic.

"Tapi, pak.."

"Aku bilang panggil aku Dominic."potong Dominic. 

Vania berusaha menahan kedua bola matanya dan berkata "maaf pak, meskipun ini diluar lingkungan fakultas tetap saja saya harus menghormati bapak."

Seorang pria tampan bernama Dominic ini mendengus dan berkata, "tentu saja kau harus menghormatiku maka dari itu aku memintamu cukup memanggilku Dominic atau kau boleh memanggilku Dom. Dan satu hal lagi, aku tidak setua itu untuk dipanggil bapak. Kau dan aku hanya berbeda 6 tahun."

Vania menggerutu kesal. "Baiklah, Dominic. Aku akan mengikutimu."

Dominic tersenyum lebar dan mengacak rambut Vania. Vania menggerutu. Hingga sebuah tangan menahan Dominic untuk melanjutkan aktivitas mengacak rambut Vania. 

"Jangan sentuh rambut Vania !"seru Rion pemilik tangan yang menahan tangan Dominic, lalu menghempaskan tangan Dominic.

"Rion.."panggil Vania lirih.

"Ups. Maaf, tapi kamu siapa, yah ?"tanya Dominic. Rion mengangkat sebelah alis matanya, terlalu heran kepada Dominic. 

"Kenalkan, saya Rion. Pacar Vania, dan Vania milik saya. HANYA MILIK SAYA !" ucap Rion dengan kata-kata terakhirnya diberi penekanan. Dominic senyum meremehkan dan bertanya kepada Vania "Sifat posesif, eh ?"

"Dom.."ujar Vania memperingatkan. Vania mengedarkan pandangannya dan seketika meringis melihat perempuan-perempuan menatapnya dengan tatapan seperti ingin membunuh.

DIFFERENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang