12

108 11 0
                                    

"Lo gila !"

"Lo bercanda, kan ?"
"Dude, are you kidding me ?!"
"Kenapa gue punya temen gini semuaa ?!"

"Anjir.. Rion Nyeremin !"

Dan masih banyak lagi ucapan-ucapan terkejut, dan frustasi dari temen-temen Rion. Sedangkan Vania menunduk, menatap cincin itu dengan dahi yang mengerut mendandakan ia berfikir sangat keras.

"Lo bercanda,"lirih Vania. Rion menggelengkan kepalanya. 

"Gue anggap kita gak pernah tunangan !"seru Vania menatap Rion dengan tajam. 

"Nggak. Kita udah tunangan,"balas Rion tidak mau kalah.

"Tapi, tunangan itu harusnya dilihat oleh banyak orang Rion ! "geram Vania. "Biar apa ?"tanya Rion.

"Biar jadi saksi lah,"jawab Vania.

"Kamu lihat sekitar,"titah Rion. Vania melihat keadaan sekitar yang sedang menatap mereka berdua dengan terpana dan tidak mau ikut campur.

"Lalu ?"

"Banyak orang, bukan ?" Pertanyaan Rion bukanlah seperti pertanyaan, melainkan seperti pernyataan. Vania menjawabnya dengan anggukan.

"Berarti kita udah tunangan."

"Maksud kamu ?"tanya Vania. Rion mendengus, berusaha untuk tidak mengejek otak Vania yang lemot tidak tau kondisi itu.

"Kata kamu, tunangan itu harus dilihat banyak orang untuk di jadikan sebagai saksi. Dan saat ini banyak orang yang jadi saksi, Vania. Otomatis kita sekarang udah tunangan."

"Tap-tap-tap-"

"No, tapi-tapi. Mulai hari ini, kamu gak bisa mutusin aku seenaknya dan kamu gak boleh deket-deket sama cowok lain. Karena kita udah terikat !"Perintah Rion memotong bantahan Vania. Vania mendengus.

"Ngerti Vania ?"tanya Rion sekali lagi, Vania dengan terpaksa mengangguk menandakan dirinya mengerti. Rion tersenyum lebar dan mengacak rambut Vania.

Semua orang di situ bertepuk tangan, mengagumi tindakan Rion.

"Kayaknya aku harus kayak Rion deh, biar kamu gak nolak nikah sama aku mulu,"bisik Nathan kepada Renita yang langsung mendapatkan sikutan dari Renita. Nathan meringis.

"Bawel, kamu kira nikah itu gampang,"bisik Renita.

"Gampang lah. Tinggal bagi undangan, ijab kabul, tukar cincin, terus sah deh. Terus lanjut ke malam pertama, buat an.." Renita langsung menatap Nathan dengan melotot dan mencubit paha Nathan. Nathan meringis dan mengusap pahanya. 

"Sekali lagi kamu gak bisa diem dan bicara ngawur aku tebas bulu kaki kamu,"ancam Renita. Nathan mengangguk pasrah.

"Gue heran kenapa punya temen gak ada yang bener semua !"seru Van.

"Lalu gue apa Van ? Hanya sebongkah upil, kah ? Kenapa gue nggak dianggep Van ?"tanya Vino bertubi-tubi dengan dramatis. Semuanya yang disitu hanya memutarkan kedua bola matanya.

"Bukan kembaran gue !"ucap Venzo.
"Bukan temen gue !"
"Bukan temen gue juga !"

"Sialan lo pada,"gerutu Vino. Semua disitu terbahak-bahak.

"Gue jadi keinget..." Dan mereka pun bernostalgia masa-masa SMA yang penuh drama itu.

***

Selama teman-temannya bercerita, Rion tidak terlalu memperhatikannya. Rion hanya mengamati satu objek saja, Vania. Semua gerak-gerik Vania, ia -Rion- amati. 

"Mau kemana ?"tanya Rion datar.

"Mau ngebuat susu coklat,"jawab Vania sekenanya tanpa senyuman. Ia -Vania- masih jengkel dengan sikap Rion yang memutuskan dengan seenak jidatnya.

DIFFERENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang