21

68 8 0
                                    

At Vania's House

"Orangtua kamu ada?" Tanya Rion.

"Ada. Biasanya jam segini di ruang keluarga lagi nonton tv, berduaan." Vania menunggu jawaban Rion, dan ternyata Rion hanya diam saja."Aku siap-siap dulu yah." Ucap Vania. Rion menjawabnya dengan anggukkan kepala.

Vania lantas pergi ke kamarnya, sedangkan Rion menuju keruang keluarga, seperti yang diucapkan Vania.

"Selamat sore, om, tante," sapa Rion.

Ayahnya Vania dengan mata yang waspada dan sigap memeluk istrinya. "Ngapain kamu disini?" Tanya ayah Vania waswas.

Rion tersenyum sopan."Saya datang kesini, meminta izin untuk membawa Vania pergi." Ucapan Rion sontak membuat Ayah Vania sedikit lega.

"Bukan bawa istri saya, kan?" Tanya Ayah Vania memandang Rion curiga. Ibu Vania mendelik tidak suka dengan pertanyaan konyol yang diutarakan suaminya.

Rion tersenyum geli dan berkata "Tidak, saya masih menginginkan Vania."

Ayah Vania tersenyum lega."Baiklah, saya izinkan. Saya harap kamu menjaga Vania dengan baik ..."

Rion tersenyum miring mendengar ucapan Ayah Vania seperti mendapatkan restu.

"Dan juga saya harap kamu membawa pulang Vania dalam keadaan bahagia," lanjut sang Ayah.

"Baik, om." Bertepatan dengan ucapan Rion, Vania sudah selesai bersiap-siap dan menghampiri ketiganya.

"Yon, aku sudah siap," ucap Vania. Rion hanya menganggukkan kepalanya. Ia pun lantas berdiri menyalami kedua orangtua Vania.

"Saya pergi dulu, Om, Tan. Assalamu'alaikum."

Selanjutnya, Vania yang menyalami orangtuanya.Vania tidak sadar, jika dirinya dipandangi Rion dalam. Ia sibuk menyalami kedua orangtuanya.

Rion meneliti pakaian Vania dari atas sampai bawah. Satu kata untuk penggambaran Vania saat ini. Cantik.

"Vania pergi dulu, Pah, Mah. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalaam."

****
Sepanjang jalan di dalam mobil terjadi keheningan. Bukannya Vania tidak ingin berisik, hanya saja dia terlalu malas berbicara ketika masih teringat dengan jelas dirinya menanyakan perihal pergi kemana. Namun, Rion enggan untuk menjawabnya.

"Kamu bawel!"
"Tidur, Van!"

Itulah ucapan yang dilontarkan dari mulut Rion. Hanya dua atau tiga kata saja yang dikeluarkan, dan itupun kalimat yang berulang-ulang. Kalau tidak menghina bawel, atau menyuruhnya tidur. Udah itu saja.

Vania yang dari awal sudah malas bertanya lagipun akhirnya memutuskan untuk mengikuti perintah Rion, yaitu tidur. Persetan dengan penasarannya, ia lupa bahwa Rion selalu ingin menjadi sok misterius untuknya.

Rion yang melihat Vania mulai tertidur memasang senyum geli, mendapati Vania mengikuti perintahnya. Sejujurnya, ia ingin memberitahu Vania, hanya saja dari awalpun ia ingin memberikan suprise dengan tujuan menebus kesalahan-kesalahan yang membuat Vania menangis.

Rion dengan mata yang tetap fokus menatap jalanan itu menghela napas berat, mencengkram erat setirnya mendapati sebuah memori yang tidak ingin ia ingat, namun ternyata sulit dilupakan, karena memori itu ketakutannya akan kehilangan segala hal, dunianya, Vania-nya. Ia menatap Vania sedih, sesekali tangannya mengusap rambut Vania dengan sayang.

****
Flashback

"APA KAMU TIDAK WARAS, RION?!" Bentak seorang wanita paruh baya kepada Rion.

DIFFERENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang