BAB 29-Bergerak menjauh(2)

376 24 6
                                    

Happy reading💩
Koreksi lewat komentar ya. Selamat membaca silent reader😻

***
Gibran mengerutkan keningnya ketika melihat sebuah chat yang masuk di layar ponsel Metha, beberapa menit yang lalu Gibran meminjam ponsel Metha dan kebetulan sekali nama Riko muncul dan mengirimkan sebuah chat.
Mata Gibran melirik sosok Metha yang kini sedang duduk di sampingnya dengan menidurkan kepalanya di atas tumpukan  tangannya yang terlipat di atas meja panjang berbahan kayu itu.

Armitha : Gue udah tau semuanya.

Setelah Gibran mengirim chat tersebut dan memastikan kalau sudah diterima dan dibaca oleh Riko, ia membersihkan semua chat, jari-jarinya mulai bergerak kembali di atas layar ponsel dan mulai menscroll, setelah itu ia menekan layar

Block

Report Spam

Gibran langsung menyeringai, jarinya menekan tombol blokir.

"Ngapain lo senyum-senyum?" tanya Metha

Gibran menjulurkan tangannya untuk memberikan ponsel yang ia pinjam beberapa menit yang lalu itu kepada Metha.

"Nih." Baru saja Metha akan mengambil ponselnya dari tangan Gibran, lelaki itu lebih dulu menariknya kembali

"Inget. Jangan hubungin cowok itu lagi!" Perintahnya

Metha memutar kedua bola matanya sebal "Iya."

Gibran tersenyum singkat lalu mengelus kepala sang adik dengan amat sangat tidak lembut.

---

Metha berjalan lesu ke arah parkiran, malas bukan main kalau ia sudah disuruh menunggu oleh sang kakak yang sekarang sedang mengantarkan sang kekasih ke rumah.

Tangannya terlipat di depan dada, ia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, lalu terdiam. Membosankan sebenarnya, kalau bersama Aira pasti gadia itu sudah mengoceh tanpa henti kepadanya perihal Beno, sang Kakak kelas yang ia kagumi. Aira sudah pulang beberapa saat lalu dengan Beno, karena rumah keduanya yang bersisian serta kedua orang tuanya bersahabat membuat mereka berdua sering berangkat dan pulang bersama kalau Aira tak dijemput oleh Ayahnya.

Metha menatap ke arah jendela ruang OSIS, ia melihat Rafa dan Natha disana, tanpa Riko.

"Nyari gue?" Pertanyaan itu berasal dari mulut seseorang yang sedang berdiri di belakangnya. Metha langsung menoleh kaget, ia melihat Riko yang sedang tersenyum kecil ke arahnya.

Metha berdehem pelan berusaha menetralkan detak jantungnya yang berdetak lebih kencang dari biasanya.

"Maaf." Satu kata terluncur dari mulut Riko membuat Metha membeku

Metha melemparkan pandangannya ke depan lalu tersenyum
"Kenapa harus minta maaf?" Tanya Metha

Riko meraih tangan Metha dan mulai berujar "Tha, ini semuanya tuh--"

"Kak Riko kenapa? Aduh Kak, mending Kakak kesana deh, saya takut jadi bahan anak-anak gara-gara deket sama Kakak."

Riko mengerutkan keningnya saat melihat tangan Metha yang bergerak melepaskan genggamannya, detik selanjutnya Riko mulai tersadar kalau gadia ini sedang bersikap seolah dia baik-baik saja.

"Tha, jangan kaya gini." Ucap Riko

"Ya ampun Kak, saya memang gini." Ucap Metha

Dan yang lebih membuat Riko bingung itu, Metha menghilangkan kata 'aku' dan menggantinya dengan kata 'saya' seperti waktu itu, dan semuanya terbukti kalau Metha sedang bersikap seperti orang asing sekarang.

"Tha, gue--"

"Bang!" Metha memotong ucapannya dengan berteriak sambil berlari ke arah Gibran yang baru saja muncul di gerbang sekolah, gadis itu dengan cepat menaiki motor Gibran. Sebelum itu, Riko dapat melihat tatapan tajam Gibran yang dilemparkan kepadanya, dan setelah itu Riko melihat mereka berdua pergi menghilang.

---

"Tha! Metha!" teriakan dari sang Kakak membuat Metha tersentak, gadis itu mengusap wajahnya lalu mengangkat dagunya sedikit

"Kenapa?" tanyanya

Gibran mengerutkan keningnya lalu mendudukkan tubuhnya di atas sofa yang sedang di duduki adiknya itu.

"Lo kenapa ngelamun gitu? Banyak pikiran?" Tanya Gibran

Metha menggeleng pelan "Apaan sih, gue itu anti yang namanya banyak pikiran." Elaknya

"Gak usah mikirin Riko, dia cuma jadiin lo taruhan." Kata-kata Gibran terlontar biasa saja, namun terasa menusuk di telinga Metha dan membuat hatinya ngilu.

Metha memperbaiki duduknya lalu berdehem "Iya, gue tau." Ucapnya bohong

"Apa yang lo tau dan apa yang lo gak tau. Dua poin itu sama buat lo." Ucap Gibran, matanya kini menatap sosok Metha yang sedang menggigit bibir bawahnya

"Karena lo gak tau apa-apa Ta." Lanjutnya

Metha merasakan air matana menggenang di pelupuk, gadis itu sudah tak bisa menahannya. Di peluknya Kakaknya dan ia mulai terisak, menangis tanpa ditahan lagi. Mengeluarkan semuanya, semua rasa sakit hatinya lewat tangisan keras.

Gibran membalas pelukan adiknya, lelaki itu mengusap rambut Metha dan mengeratkan pelukannya.

"Lo udah terlalu lama nahan, keluarin semuanya karena Kakak lo yang tampan ini bakal ada buat lo." Ucapan Gibran membuat Metha terkekeh miris di sela-sela tangisnya.

Tingnong! Tingnong! Suara bel berbunyi membuat keduanya terdiam saling bertatap
***

Riko mendesah gusar, sedari tadi ia bingung harus melakukan apa. Pikirannya sudah dipenuhi oleh Metha, gadis yang awalnya ia manfaatkan untuk pancingan Guntoro. Namun, entah kenapa ini menjadi semakin rumit. Gadis itu salah faham, dan entah kenapa itu membuat dada Riko menjadi sesak. Dia tidak suka melihat gadis itu merasa tersakiti, apalagi oleh dirinya.

Tanpa Riko sadari, ia sudah terlibat jauh bersama Metha. Terlibat suatu perasaan yang sulit ditolerir oleh dirinya sendiri.

Getaran di ponselnya membuat Riko merogoh saku celananya, lelaki itu menatap nama yang tertera di layar

Guntoro : Metha sama gw, kalo lo gamau dia knp2. Temuin gue di tempat biasa dulu.

Riko menggeram kesal, ia ingin membanting ponselnya namun sayang. Lelaki itu akhirnya memutuskan untuk meninju dinding kamarnya dengan keras, menimbulkan rasa sakit yang luar biasa. Tapi itu belum seberapa, karena kekhawatirannya lebih dari itu semua.

Riko bukannya takut akan ancaman Guntoro --sebenarnya memang takut. Karena di sini ucapan Guntoro tak pernah main-main. Lelaki itu selalu jujur dengan ancamannya. Seperti halnya yang dilakukannya kepada Natha.

Riko membawa kunci motor yang berada di atas nakas dengan secepat kilat, ketika ia akan membuka pintu kamar, Rafa lebih dulu masuk dengan keringat deras di pelipis lelaki itu.

"Jangan temuin Guntoro." Ucap Rafa setelah menormalkan nafasnya

"Lo gila?! Gimana kalo Guntoro ngelakuin hal sama?!"

"Itu gak akan terjadi, Riko!" Tiba-tiba Natha datang dan berteriak seperti itu kepadanya

"Bangsat! gue gak akan biarin Metha kenapa-napa." Riko mengumpat kesal, ia berjalan melalui kedua sahabatnya itu dengan perasaan gusar.

Ia berharap kalau Metha baik-baik saja.

Ketika Hujan Berbicara(Riko's story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang