BAB 25 -Tentang Maling

362 24 6
                                    

(Ig:mirnasafitri13) perlu kalian ketahui satu hal, kalo followers acu itu dikit banget:')

---

Riko mendengus sebal, astaga! Kenapa juga ia mau disuruh-suruh seperti ini? Memalukan!
Riko menyipitkan matanya, meneliti satu persatu merk pembalut dari yang ukuran kecil sampai ke yang besar. Kalau bukan karena sayang, ia juga tak akan mau malu-maluan seperti ini hanya untuk membeli pembalut.

Riko meraih satu bungkus pembalut bersayap dan mulai berjalan kearah kasir dengan menyimpan satu bungkus pembalut itu didalam hoodie-nya, membuat beberapa orang menyipitkan matanya curiga.

"Maling... Maling.." Teriakan dari Ibu-Ibu membuat Riko menoleh dengan kaget.

Semua yang mendengar teriakan itu mulai berkumpul dan menatap Riko dengan ganas membuat Riko semakin tak mengerti. Maling? Dirinyakah?

"Tuh Pak! Saya liat tadi itu bawa pembalut di bajunya." Teriak Ibu-Ibu heboh dengan menunjuk Riko kepada Satpam yang sudah datang dengan membawa tongkat hitam andalannya.

Riko yang sadar dirinya di tunjuk langsung kaget dan mengangkat tangannya yang sedari tadi disimpan diperut untuk menahan pembalut yang kini sudah keluar dari balik hoodie-nya. Membuat si Ibu berseru heboh

"Kan! Tuh Pak, liat saya bener!" 

Riko langsung menggeleng cepat "Pak, Salah faham. Saya enggak-"

***

Metha menggigit ujung telunjuknya dengan gelisah, Riko masih belum kembali dari tadi padahal jarak mini market dari rumahnya tak begitu jauh.

"Tha! Riko dibawah tuh, babak belur." Teriakan dari balik pintu kamarnya membuat Metha langsung berlari khawatir, ia melirik Kakaknya sebentar lalu dengan cepat kilat menuruni tangga untuk menghampiri Riko.

Metha sampai dibawah tangga, menatap Riko yang kini wajahnya sudah tak terbentuk, namun masih saja tampan.

"Kakak berantem sama siapa lagi?" Tanya Metha cemas, nadanya kesal.

Riko menggeleng lemah, penampilannya benar-benar kacau. Rambutnya berantakan, wajahnya penuh lebam, belum lagi bekas lebam waktu ia adu jotos dengan Guntoro. Dan sekarang? Lebam itu tambah parah, sangat parah dan lebih parah dari sebelumnya.

Sudut bibir Riko membiru, tulang hidungnya berdarah, dan itu membuat Metha meringis pelan.

"Kalo gak berantem, terus kenapa bisa gini?" Tanya Metha

Riko tidak menjawab, lelaki itu hanya mengulurkan tangannya kepada Metha, memberikan satu kantung plastik putih yang berisi satu bungkus pembalut bersayap yang Metha suruh tadi.

Riko hendak berbalik namun Metha segera berseru
"Kak! Mau kemana?" Tanya Metha kesal karena pertanyaannya di abaikan berulang kali

Riko menghela nafas lalu tersenyum memaksa

"Gue mau pulang." Ucap Riko pelan

"Kak!" Teriak Metha

"Tha! Apaan sih teriak-teriak?" Tanya Gibran kesal, lelaki itu berjalan kearah ruang tengah tempat Alea berada

Metha mendelik kesal, melayangkan tatapan tajamnya yang menusuk
"Apa lo? Gak usah so ganteng. Bukan cowok namanya kalo biarin cewek nunggu kaya tadi." Sungut Metha kesal

"Bacot lo."

"Gibran." Tegur Alea yang berada disamping Gibran

Metha mendengus sebal lalu menatap Riko kembali, ia meraih tangan Riko dan membawa Riko naik untuk masuk ke kamarnya

Ketika Hujan Berbicara(Riko's story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang