2.2

880 142 43
                                    

Tangan putih halusnya menggenggam pisau dengan segenap nyawanya.
Keringat dingin mulai bercucuran memenuhi wajahnya.

"Rin, ayo."

Tetesan air mata keluar dari netra cantiknya, matanya tertutup seketika.

Suara jangkrik menghidupkan malam yang sunyi ini.
Tak ada seorang jiwa pun yang terbangun, kecuali mereka berdua.

Getaran yang semakin kuat terlihat dari tangan kanannya.
"Min, g-gua gak bisa."

"Bisa, Rin!"

Seruan itu menggema di seluruh villa. Mina menatap sahabatnya yakin, keputusannya sudah bulat. Ia terlalu merindukan Kangmin dan tersiksa akan semua teror gila ini.

Tangan putih bergelang itu menjulurkan sebuah kain kepada sahabatnya itu.

Cewek berbadan gembul itu mengernyitkan dahinya, mempertanyakan apa maksud Arin dengan kain hitam itu.

"Gua gak mau lu ngeliat gimana gua ngebunuh lu. Gua gak mau lu ngeliat gimana cara gua ngebunuh lu, terus lu ngadu nanti ke Kangmin, gua juga yang diomelin."

Dengan air mata yang luntur dari matanya, Mina tertawa miris dan ngambil kain item itu dari tangan Arin.

Pas kain item itu udah nutup mata Mina dengan sempurna, Arin memasang sebuah sarung tangan pada jemarinya.

"Rin, lu gak perlu bunuh gua. Biar gua meluk lu, dan tangan lu udah siap sama pisaunya, paham?"

Terdengar sesegukan rapuh dari hadapannya.
Cewek asal Busan itu mengarahkan pisau ke arah Mina, tanpa ada niat sedikitpun buat nyerang sahabatnya itu.

Baru aja Mina dan Arin mau melangsungkan aksinya, sebuah tangan menahan pergelangan Arin.

"Gila lu!"

"Jihoon?"

"Ternyata, ini yang dikhawatirin sama Dino. Saking gak maunya sahabat lu dibunuh sama buku itu, jadinya lu yang bunuh, gitu? Akal sehat lu kemana sih?!"

Mina denger semua keributan itu dan ngebuka kain yang tadi dia iket ke matanya.

"Jihoon! Gua yang nyuruh Arin. Sumpah, gua mending mati di tangan sahabat gua daripada buku sialan itu!"

Jihoon mengalihkan pandangannya ke Mina, tatapannya berubah sendu dari yang sebelumnya terlihat marah.

"Min, lu tau kan, ini bakal ganggu psikis Arin atau gua. Belum lagi kalo yang lain nuduh kita."

Tangisan cewek asal Jejju itu pecah. Bener apa yang Jihoon bilang. Dia bakal buat dua temennya ada di dalam masalah.

"Gua frustasi, Hoon. Apa perlu gua buat surat? Gua gak mau mati gegara buku itu. Tolongin gua."

Jihoon mengusak wajahnya kasar. Sementara Arin, cewek itu nundukin kepalanya dalam, menutupi setiap tetesan air mata yang keluar.

"Kalo dari lu bedua gak ada yang mau bunuh Mina. Mending gua aja."






















"Park Woojin?!"

Senyuman sinis itu mengiringi langkahnya mendekat kearah tiga sahabatnya itu.
"Gua terima yang lain bakal mikir apa. Toh, belakangan ini gua juga sering dituduh, kan?"

Terkejut bukan main, Arin seperti melihat makhluk lain, sekali lagi, makhluk lain, bukan manusia pada Woojin.

Seakan dia gak ngeliat di mana jiwa dan raga seorang Park Woojin yang dia kenal pada diri seorang Park Woojin yang kini berdiri di hadapannya untuk meminta pisau yang ia genggam saat ini.

"Mau gua atau lu?"

Genggamannya pada pisau semakin erat. Matanya menatap tajam kearah Woojin, tatapan yang penuh dengan arti memaksa.













































































































































































































'Siapapun lu, balikin tubuh dan jiwa sahabat gua, Park Woojin!'

'Berani apa kau?'

Arin membelalakan matanya, gila, cowok yang ada di depannya ini bukan Woojin yang sebenernya.

Buktinya saja, Park Woojin gadungan ini menjawab bahasa batinnya.

'Lu balikin Woojin, gak, anjing?!'

'Tumbal apa yang bisa kau berikan? Aku tak ingin mengembalikannya dengan tangan kosong. Dalam hitungan ketiga tentukan pilihanmu. Lagipula, menjadi Park Woojin menyenangkan.'

'T-tumbal?'

'Hitungan dari satu..'

Cucuran keringat dingin keluar dari tubuh Arin yang membuat Mina dan Jihoon menatapnya bingung.

'Dua..'

Pisau yang ia genggan semakin erat ia bingung apa yang harus ia lakukan.
Kemudian, ia menatap Mina yang memiliki seribu arti di matanya.

"Bunuh gua, Rin."

'Tiga..'






















Croot!!

Mina tewas di tangan sahabatnya sendiri, Choi Yewon, dengan sebuah senyuman senang di sana.































































'Ups, tumbal gagal diterima.'



























































"BAJINGAN!"













































































































T
B
C

Never ♤ 99 LinerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang