1

4.7K 454 223
                                    

Aku masih mengamati seseorang laki-laki yang akhir-akhir ini mengisi hariku dari pinggiran tribun lapangan indoor. Aku menemani dia menjadi pelatih sementara tim futsal sekolah. Kenapa? Pelatihnya hari ini ada acara yang tidak bisa ditinggalkan. Alhasil, karena Radit pernah menjabat sebagai kapten, itulah alasan kami ada disini.

Dia mendekat ke arahku. Sepertinya latihan baru saja selesai. Keringat bergelantungan manis di anak rambutnya yang sudah cukup panjang itu. Ah, jangan lupakan bahwa aku sudah berkali-kali menyuruhnya untuk potong rambut. Tapi berkali-kali itu pula Ia menolakku. Apa dia tidak cukup puas menolakku pada masanya. Haha.

"Lama ya?," Ia bertanya.

"Hmm..," aku menepuk bangku kosong disebelahku, mengisyaratkan agar dia ikut duduk bersamaku.

"Jangan deket-deket. Gue masih bau. Abis ini mau kemana?,"

"Emang biasanya ngga?," aku meledeknya sambil tertawa. Melupakan pertanyaannya barusan.

Ia mendekat ke arahku. Duduk disampingku dan meletakkan lengannya ke atas bahuku.

"Masih bau ngga? Bau ngga?,"

Aku seketika berteriak memanggil namanya. Menyuruh agar dia segera menjauh dariku. Tidak. Dia tidak menurut. Yang ada dia malah semakin mendekat.

"Kak.. kami pamit dulu ya!," sebuah suara menyelamatkanku.

"Eh.. i..iya. Hati-hati," Radit terlihat sedikit canggung menjawab adik kelas kami.

Ya gimana gak canggung. Manusia robot kaya dia sikapnya tiba-tiba berubah aja. Konyol gitu. Haha.

Kesempatan itu kumanfaatkan untuk segera menjauh dari dia. Menatap dengan senyum mengejek ke arahnya sesaat setelah dia mengetahui keberadaanku sekarang.

"Yuk cabut!,"

Aku menggeleng. Dia menatap meminta penjelasan.

"Mandi dulu sana. Gue tunggu!,"

"Gak mau. Gue gak bawa ganti sama sabun,"

Aku mengeluarkan apa yang dia sampaikan tidak ada barusan. Menatap menantang ke arahnya.

"Yaaangg.. ngapain sih mandi. Ntar sore juga mandi lagi," Ia menatapku memohon.

Perlu kalian tahu, sikap Radit benar-benar berubah semenjak status kami yang mengalami peningkatan. Ia tidak segan mengutarakan perasaannya. Tidak segan juga untuk tidak mengetahuinya. Kadang hangat. Lebih banyak dinginnya.

"Ya udah kalo gitu, gak usah makan aja. Toh nanti juga laper lagi," aku berucap singkat.

"Kalo lo gak mandi nanti bakterinya banyak..," aku menambahkan.

Sepertinya berhasil. Ia mengambil beberapa peralatan mandi.

-

Aku terlalu asyik berselancar di dunia maya. Melihat beberapa barang terbaru yang beredar di olshop langgananku. Beberapa kali imanku goyah untuk memasukkan barang ke dalam keranjang belanjaankun

"Belum selesai juga?," sebuah suara menginterupsi. Suara siapa lagi kalau bukan suara doi.

Aku menatap ke arahnya. Radit sudah berganti pakaian baru dengan aroma yang lebih mendingan dari sebelumnya.

"Bawa parfum?," tanyaku.

Dia menggelang.

Aku melirik tasku sejenak. Memastikan sebuah barang yang kutanyakan pada Radit apakah kubawa atau tidak.

"Buat apaan?," tanyanya ringan.

"Biar lo wangi,"

"Kan udah mandi juga. Lagian parfum lo parfum cewe," bantahnya.

DNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang