Aroma obat menyebar dimana-mana hampir membuat Nathasa mual. Apalagi ia terus dipaksa menelan bubur yang rasanya hambar dilidah, ia paling benci kalau harus makan bubur. Baginya itu sama saja makan muntahan
Hueek...
Sergio mengambil selembar tisu lalu mengelap sisa bubur yang belepotan dimulut Nathasa. Kepalanya terus menggeleng melihat tingkah gadis itu, entah sudah berapa kali ia sengaja memuntahkan makanannya.
"Ayo!" Nathasa menggeleng, ini sendok ke-5 yang ditolak gadis itu.
"Sedikit aja!" Sergio terus berjuang merayu, berharap kali ini gadis itu mau menurutinya
Nathasa menggeleng lebih keras "Yang lain saja! Roti juga ga apa-apa" tawarnya sambil tersenyum
Kali ini giliran Sergio yang menggeleng "Ngga ada! Ayo satu sendok saja!"
Perawat yang sedang mengganti infus Nathasa ikut-ikutan menggeleng melihat tingkah keduanya. Yang satu keras kepala menolak yang lain terus memaksa.
"Kamu tahu ga! Kalo kamu tuch bau. Pulang gih mandi sana!" Taktik perang baru
"Nanti setelah kamu makan lalu minum obat !" Tangannya masih memegang sendok kuat-kuat "Ayo!"
"Gio aku ngga mau! Ngga suka tau"
"Ngga suka bukan berarti ngga bisa makan!"
Nathasa memasang mukanya semanyun mungkin mendengar kata-kata Sergio. Berharap Sergio mau mengalah setelah melihat aksi protesnya.
"Kalau ngga mau jangan dipaksa Pak!" Seorang perawat menengahi keduanya"Nanti bisa diganti makanan yang lain. Roti juga ngga apa-apa!"
Nathasa senang ada yang berpihak padanya " Yang penting obatnya segera diminum biar lekas sembuh!"
Sergio menghela nafas panjang "Kalau begitu aku pergi sebentar" lagi-lagi ia harus mengalah.
"Kemana?"
"Beli makanan, katanya mau Roti" Sergio bangkit lalu mengecup kening Nathasa "Ada lagi yang kamu inginkan?"
"Apa ya..." Nathasa pura-pura berfikir "Kalau boleh Nasi Padang kalo ga ada Nasi Rames hehehehe..."
"Kamu kan lagi sakit masak makannya yang aneh-aneh!"
Nathasa memasang wajah mengiba dengan kedua tangan memohon belas kasihan Sergio.
"Kita lihat saja nanti!" Sergio pergi setelah berpesan sesuatu pada perawat yang menjaga Nathasa.
Tak lama Sergio pergi pintu terbuka. Senyum mengembang diwajah Nathasa melihat siapa yang datang. Berbeda dengan perawat disampingnya yang ngeri melihat pria dihadapannya. Penampilannya berantakan bau alkohol menyengat di tubuhnya wajahnya juga tak karuan karena lebam yang tertinggal disana. Pria itu langsung memeluk Nathasa tanpa peduli kehadiran perawat diantara mereka.
"Lo ngga apa-apa dek!"
"Iya"
"Udah makan?" Nathasa menggeleng.
Vano tahu Nathasa tidak suka dengan makan rumah sakit bahkan lebih membencinya. Vano mengacak rambut adiknya sayang.
"Udah gue duga. Makannya gue suruh si kunyuk bawain lo makanan" Nathasa tersenyum senang. Lalu menegok kebelakang Vano yang sedari tadi berdiri seorang pria dengan tubuh penuh tato.
Si perawat memilih minggir ke pojok ruangan dari pada harus terus menerus menenangkan hatinya yang ketakutan dengan sosok yang baru datang.
Pria yang dipanggil si kunyuk itu menunduk sambil menenteng dua bungkusan di kedua tangannya. Wajahnya di penuhi rasa bersalah. Seperti sudah bisa menduga Nathasa memilih bersikap seolah tidak terjadi apa-apa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Troubel In Love
RomanceIni karya pertama gue di watty, kenangan banget. Ancur tapi gue ngga bakal hapus. Ini sejarah besar dalam hidup gue ... nulis cuy.