18

7.4K 447 20
                                    

Theo panik tidak menemukan Nathasa dimanapun padahal ia hanya meninggalkan gadis itu sebentar karena ulah Richard. Berkali-kali ia meminta bantuan keamanan untuk turut ikut mencari Nathasa namun hasilnya NIHIL.

Pesta berakhir dengan kedatangan Vano yang mencari keberadaan adiknya. Harusnya beberapa jam yang lalu Nathasa harus sudah berangkat dengan penerbangan pertama tapi Vano sama sekali tak menjumpai adiknya di bandara. Setelah mendapat kabar menghilangnya Nathasa membuat Vano tidak menunggu dua kali untuk datang.

BUKKKK...

Tinju keras Vano menghantam wajah Theo,"Gue suruh lo jagain Nath tapi APA?" Vano menginjak wajah Theo yang tersungkur dilantai.

"Hal sekecil itu saja lo ngga sanggup!"

Hampir semua orang terkejut dengan apa yang mereka lihat sedang Vano memilih pergi tanpa mempedulikan keadaan Theo.

.

.

.

"Gio... kamu mau bawa aku kemana?" Kutatap wajah Gio yang kian membuatku takut.

Awalnya aku hanya ingin mengucapkan selamat tinggal dan minta maaf secara langsung saat melihatnya dipesta tapi Sergio malah menarik paksa aku pergi dari sana.

Tanpa meminta persetujuan Sergio membawaku masuk kedalam mobil sebelum Theo menyadari yang terjadi.

"Gio sakit...lepasin!" Berusaha lepas dari cengkraman tangannya yang kuat.

Sergio malah makin menggila laju mobil yang dikendarainya kian tak terkontrol. Bahkan hampir beberapa kali mobil bertabrakan dengab mobil lain.

Ooh Tuhan, selamatkan aku dari pria gila ini!

Apa yang dia lakukan akan membuat kami terbunuh,"Gio... !"

Tanganku berhasil lepas dari cengkraman Sergio tapi tak mengubah apapun

"Gio...berhenti atau aku lompat sekarang!" Ancamku sembari memegang pintu mobil.

"Lakukan dan aku bersumpah kita akan mati bersama..."

Ancaman dibalas ancaman membuat sekujur tubuhku merasakan ngeri. Sergio tak pernah main-main dengan kata-katanya, sesuatu yang sudah terucap tak kan pernah ia tarik.

"Harus berapakali aku bilang kalau aku mencintaimu...tapi kamu tetap memilih pergi, kenapa? KENAPA?"

Ini pertama kali Sergio membentakku kenapa rasanya lebih sakit ketimbang saat Felix yang melakukannya?

Tanpa bisa kutahan air mataku mengalir, pandangan mataku terpudarkan bulir-bulir bening itu. Wajah Sergio yang marah tampak kacau.

Aku ingin memeluknya tapi ... aku juga takut,"Maaf...hiks maafkan aku...sungguh!"

"Maaf saja tidak cukup... kamu sudah membohongiku. Membuatku jatuh cinta bahkan terlalu menginginkanmu...apa kamu sadar kalau rasanya terlalu sakit!"

"..."

"Rasanya sangat sakit bahkan kalau boleh aku lebih memilih mati dari pada kehilanganmu...Dian..siapa pun namamu kalau tidak bisa hidup bersama apa kamu bersedia menemani aku mati!"

Nafasku tercekad, dadaku terasa sesak hingga sulit bernafas dengan bebas. Laju mobil kian kencang hingga nyaris menabrak sebuah truck besar didepan mobil kami.

Kepalaku terantuk dasboard, membuat pening menyerang dan sakit disertai kucuran darah menetes disana. Menyadarinya Sergio segera menepikan mobil sembarangan.

Memelukku dengan tubuh gemetar, tangannya dingin menyentuh keningku. Ada kata maaf terucap lirih dari bibirnya.

"Aku baik-baik saja..."

"Tidak sayang...ini tidak benar, aku berjanji akan menjagamu tapi kamu malah terluka karena aku...aku sungguh bodoh... bodoh..bodoh!" Merasa bersalah dan memukuli kepalanya sendiri.

"Gio sakit.." kepala pria itu mendongak.

Matanyq bergerak liar mencari luka lain ditubuhku, rasa bersalah yang tadi hilang terganti gelisah dan rasa takut.

"Mana yang sakit katakan?"

Kepalaku menggeleng,"Tidak tahu tapi rasanya sangat sakit..."

"Sayang?"

"Sakit karena terlalu takut tidak diinginkan... kamu mencintaiku sebagai Diandra itu membuatku sakit. Kamu memelukku, mencium bahkan memujaku bukan sebagai diriku sendiri, membuat aku tidak percaya diri untuk membalas perasaanmu...aku takut kamu meninggalkanku sendirian nanti, aku takut Gio... sangat takut!"

Sergio memeluk tubuhku, mengunci setiap gerakan yang kulakukan membisikkan kata cinta yang terus membunuhku.

"Aku mencintai siapapun kamu... aku hanya berharap bisa bersamamu tak lebih love. Bagiku kamu segalanya, tidak ada artinya aku tanpamu!" Sergio mencumbu tiap bulir air mata yang jatuh,"Aku ingin memulai segalanya bersamamu..."

"Sungguh?" Berharap Sergio mampu meyakinkanku.

"Sungguh my love, percayalah padaku!"

"Memulai segalanya bukan berarti harus bersama..." kusandarkan kepalaku dibahunya,"Aku harus pergi untuk meyakinkan Vano."

"Apa dia sangat berarti untukmu?"

Kepalaku bergerak dipelukannya menunjukkan kata iya, "Dia kakakku... dia yang akan mengantarkan aku ke altar jika kamu masih menginginkanku."

"Jadi restu Vano adalah syarat yang kamu berikan padaku?"

"Apa kamu keberatan?"kepalaku menunduk.

"Jika itu artinya aku harus menunggu ..."Sergio menangkupkan tangannya dipipiku,"Akan kulakukan!"

.

.

.

.

Pasti banyak yang benci saya hiks...#mewek dipojokan garukin kaki.

Tapi cintaku dah mentok di kamu meski sulit buat bilangnya.

Semangat ya!

Buat yang nanyain 17c emang ngga ada cuma salah ketik judul dah diperbaiki sekian terima kasih.

Troubel In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang