12

8K 415 3
                                    

Duniaku berputar diantara Felix, mungkin karena itu aku tidak bisa jauh darinya. Meskipun ia kerap kali menyakiti hatiku. Berlari sejauh apapun aku pasti kembali padanya. Rasa bersalah karena tidak bisa menjaganya dengan baik selalu menghantuiku.

Begitu menginjakkan kaki di kamar rawat Felix yang kutemui pertama kali adalah sosok Tante Retha yang terus menangisi putranya. Felix sendiri tampak kacau, berkali-kali Felix berteriak histeris karena kedua kakinya yang sulit untuk digerakkan. Hatiku pilu melihat kondisi mereka seperti ini.

Kutarik tubuh Tante Retha keluar dari kamar Felix setelah sebelumnya aku yakin dokter dan beberapa perawat sedang mencoba menenangkan pria itu. Aku memilih memeluk tubuh Tante Retha yang terasa semakin kurus. Tuhan aku tidak bisa meninggalkan keluarga ini begitu saja mereka membutuhkan aku...

"Diandra!" Sekali lagi wanita itu menangis didepanku "Felix!?"

"Maafin saya Tante!" Kepalaku tertunduk Tante Retha memandangku dengan tatapan kosong, dingin kurasakan saat menggenggam tangannya.

"Tante! Pulang aja dulu!" Tante Retha menggeleng "Tante butuh istirahat! Biar Felix sama saya!"

"Tante mau disini!"

"Nanti kalau Tante Retha sakit gimana? Kasihan Felix Tante! Sebelum pulang kita makan dulu ya Tante pasti belum makan" tanpa menunggu jawaban ku tarik Tante Retha ke kantin yang berada dilantai. Sengaja kupesan banyak makanan berharap ada salah satu makanan itu bisa menarik selera makan Tante Retha.

"Tante!"

"..."

"Makanannya jangan dicuekin donk!" Tante Retha masih tidak bersemangat dengan makanannya. "Tante ngga boleh nyiksa diri terus. Tante harus kuat buat Felix! Karena cuma Tante yang bisa bikin Felix balik kayak dulu lagi!" Tante Retha berkaca-kaca menatap ku, aku tidak tahu apa artinya. Tante Retha menyentuh makanannya dengan terus menangis sesegukan membuat hatiku terasa nyeri.

Kuantar Tante Retha sampai loby rumah sakit, aku masuk setelah melihat mobil Tante Retha hilang dari pandanganku.

Ini tidak hanya sulit bagi mereka tapi juga untukku. Menghadapi Felix adalah yang terberat untukku, aku adalah musuh baginya. Sulit dipercaya ia belum bicara apapun tentangku pada ibunya. Mungkin karena aku bukan hal terpenting dalam hidupnya yang bila diurutkan secara prioritas aku menempati peringkat kesekian juta. Bodohnya aku terus saja menempel padanya.

Seorang perawat baru saja keluar dari kamar Felix saat aku kembali. Aku memilih duduk disamping ranjang sambil memandangi wajah Felix yang semakin tirus. Dokter mengatakan untuk sementara ini Felix belum bisa menggunakan kedua kakinya tapi dengan terapi rutin hal seperti bukan lagi hal yang perlu dicemaskan. Hanya saja kondisi emosi Felix yang belum stabil yang memperburuk segalanya. Sebenarnya aku tahu ini kesalahanku harusnya aku tidak memberikan undangan itu padanya.

"Pergilah! Aku tidak membutuhkanmu!" Nada suara Felix datar dan pandangannya kosong menatap langit-langit kamar.

Aku terlalu lelah untuk berdebat dengannya jadi kuputuskan untuk tidur sejenak sambil merebahkan kepalaku disamping tubuhnya. Felix menggeram kesal dengan tingkahku.

"Kamu bisa marah nanti, sekarang biarkan aku istirahat sebentar saja!" Aku tidur dengan menggunakan kedua tanganku sebagai bantalan.

Felix seperti kehilangan gairahnya untuk hidup, tak ada lagi sikap dingin darinya karena Felix terus mendiamkanku. Felix juga menolak perawatannya dilanjutkan membuat Tante Retha semakin putus asa menghadapi putranya. Aku tidak yakin Tante Retha bisa bertahan, kesehatannya juga semakin drop dari hari ke hari. Tapi terus saja memaksakan diri bekerja siang dan malam mungkin pelan-pelan keduanya akan berubah menjadi zombie kalau dibiarkan.

"Tante belum pulang ya!" Ku coba menyapa Felix yang terus mematung didepan jendela kamarnya. "Padahal aku sengaja bawa pizza buat dimakan bareng!" Sambil meletakkan sekotak pizza disamping Felix aku turut duduk dipinggiran ranjang lalu merebahkan tubuhku begitu saja.

"Hemm... enak banget! Pantesan kamu betah banget!" Senyumku mengembang melihat tatapan tajam Felix dengan aura membunuh yang siap menerkamku. Setidaknya ia mulai bereaksi padaku lebih baik dari pada didiamkan.

"Sampai kapan sich! Kamu gini terus ngga kasian apa sama Tante Retha?!"

"..."

"Tahu ngga kalo Sergio ngilang?! Menurut kamu sekarang dia dimana ya?!" Tanganku bermain dengan ujung rambut panjangku. Mataku terpejam membayangkan wajah Sergio. Mengingat setiap sentuhannya saja membuat wajahku panas, pria itu membuatku merindukannya juga wangi tubuhnya saat memelukku. Kadang aku menyelinap masuk kedalam kamar Sergio hanya untuk meluapkan rasa rinduku dengan menghirup sisa aroma tubuh pria itu yang tertinggal dibajunya yang selalu tersimpan rapi disana. Aku menyesal menyakitinya dan berharap ia tidak berakhir seperti Felix.

"Lebih baik sekarang kamu pergi! Aku tidak suka melihat kamu disini!"

Kubuka mataku lalu menghampiri Felix yang masih ditempatnya tadi "Kamu ngga bisa ngusir aku!"

Mata kami bertemu satu sama lain, aku tidak bersikap manis lagi padanya. "Setidaknya sampai kamu menjelaskan semuanya pada Tante Retha tentang aku!" Aku tersenyum lalu meraih tangannya, tapi Felix menampikku.

"Sampai saat itu aku akan tetap disampingmu!" Aku bersandar dibahunya, aku sadar tangannya mengepal.

Maafkan aku Felix

Troubel In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang