"Semua berawal dari hati."
_♥♥♥_
"Ayo mey, kita masuk." Ajakku pada sahabat masa kecilku, Mey. Ia hanya membalas dengan anggukan. Tampak jelas di sudut matanya bekas tangisan. Hal yang wajar bagi gadis berusia 12 tahun yang baru pertama kali ditinggal jauh oleh keluarga. Aku memang tidak menangis. Tapi sebenarnya dalam hatiku aku sudah menangis tersedu-sedu.
Meyrisa okta. Sahabat dari tk. Dia adalah orang yang akan menemaniku dalam menjalani kehidupan baru sebagai seorang santri. Ya, ini hari pertama kami menginjakkan kaki di bumi pesantren. Masih suatu hal yang asing bagi kami. Tapi suatu saat nanti kami pasti akan merindukan keasingan ini.
Jangan bayangkan pondok pesantren itu tempat yang jelek, sempit atau sebagainya. Pondok pesantrenku beda. Sudah tiga kali kami memutarinya. Mencoba menghafal tempat, dan mencoba mengenal lingkungan sekitar.
Pondokku cukup besar. Ada tiga kompleks yang tiap-tiap kompleks terbagi lagi menjadi beberapa blok. Pondok kami bisa disebut Islamic boarding school. Karena bukan hanya mempelajari ilmu agama tetapi juga mempelajari ilmu pengetahuan dan sosial. Yaa... Pondok pesantren plus sekolah formal seperti SMP dan SMA.
Memang kehidupan santri laki-laki dan perempuan di pondok ini terpisah. Karena itu merupakan salah satu penerapan dari ajaran agama islam. Tak lupa disini adalah kawasan berbusana muslim yang memenuhi syarat menutup aurat.
Banyak sekali hal baru yang kudapat. Aku, Mey, dan ratusan santri baru lainnya harus menyiapkan hati tuk beradaptasi dengan lingkungan baru. Memulai semua dengan senyuman walau masih diiringi beberapa tetes air mata.
"Semoga aku betah disini." Ucapku dalam hati.
_♥♥♥_
Tak banyak hal yang kami lakukan di hari pertama. Mungkin membereskan barang dan berkenalan dengan beberapa teman baru. Kebetulan aku dan Mey tidak satu kamar. Awalnya kami kecewa tapi ya sudahlah diterima saja. Toh aku bisa main ke kamar Mey dan sebaliknya.
Kamar kami memang sederhana tapi bersih dan rapi. Didalamnya ada tiga Kasur tingkat yang akan diisi oleh enam orang. Juga dua kamar mandi dalam. Untuk ukuran asrama dengan fasilitas seperti itu menurutku sudah lebih dari cukup.
"Santri baru ya dek?." Tiba- tiba saja seseorang datang menghampiriku dan Mey. Kami hanya menganggukkan kepala terbata-bata. Dilihat dari penampilannya ia amat bersahaja. Dan kulihat ada selembar nametag yang menggantung dilehernya. Oh rupanya dia adalah kakak tingkatku yang menjabat sebagai organtri (osis). Satu hal yang paling kusuka saat melihatnya pertama kali. Senyumnya. Amat menenangkan.
"Wah kalian rukun banget ya. Kakak lihat kalian dari tadi jalannya berdua terus. Oh iya kenalin nama kakak Avichena. Panggil aja kak Avi." Katanya ramah. Kami pun akhirnya saling berkenalan.
"Sudah muter-muter pondok belum?."
"Hmm sudah kak."
"Oh oke. Kalau kalian capek istirahat aja dulu. Nanti malam kumpul di aula akbar ya. Akan ada agenda penerimaan santri baru. Dan inget kalau butuh apa-apa hubungi kakak." Katanya dengan meninggalkan senyum manis, seraya pergi.
_♥♥♥_
Malam pertama setelah agenda penerimaan santri baru selesai. Sulit sekali rasanya kupejamkan mata. Berulang kali kukerjapkan mata. Berharap ini hanya ilusi, tapi tidak. Semua nyata. Biasanya yang kulihat adalah dinding kamar penuh hiasan, sedangkan kini hanya dinding pondok dengan siraman cahaya lampu.
Paginya kami masuk sekolah. Mengawali hari menjadi siswi SMP sekaligus santri. Hal yang paling menggelitik tawa kami adalah ketika mendengar beberapa bisikan teman dan kakak kelas saat kami lewat di depan mereka :
"Eh dua anak itu kayak adik kakak ya, deket banget."
"Mereka berdua cantik ya, yang satu mirip arab satunya lagi mirip cina."
"Dilihat dari wajahnya, kayaknya mereka anak pinter."
Aku dan Mey tersenyum malu dibuatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
LENTERA RINDU
EspiritualSebuah kisah tentang pijar rindu dalam lentera kenangan. Bermula dari setetes kesederhanaan yang terpilin menjadi sebuah keajaiban. Memancarkan cahaya indah yang melekat diantara ruang kalbu. Merengkuh jiwa, membimbing raga menuju asa. Gemerlap tera...