"Fighting with her was like trying to solve a crossword and realizing there's no right answer."
_♥♥♥_
Two weeks later...
Berjumpa lagi dengan pagi yang sama. Yang hangatnya dapat mencairkan udara dingin semalam. Sekilas aku menatap sang mentari. Seraya berbisik dalam hati "Alhamdulillah karena kau masih terbit di ufuk timur pagi ini. Dan tidak sedikitpun berkurang rasa hangatmu pada kami."
Perlahan tapi pasti kulangkahkan kaki menuju ruangan tempat berkumpulnya orang-orang yang hendak berebut kejuaraan. Ya hari ini adalah hari dimana babak penyisihan OMSI akan dilaksanakan. Terdengar gelak tawa seseorang di depanku. Oh rupanya dia. Segera setelah biji mata kami beradu, kupalingkan wajah dan mencoba untuk melihat pemandangan lain yang lebih indah.
"Sudah siap na?." Tanya Ais dengan wajahnya yang penuh semangat.
"Bismillah insyaallah sudah." Jawabku mantap. Ya aku sudah berusaha semampuku dan untuk hasilnya, aku janji tidak akan protes. Ummi selalu bilang padaku bahwa
"Allah tidak melihat seberapa besar hasil yang kau dapatkan. Melainkan seberapa besarkah usaha yang telah kau lakukan untuk meraih hasil tersebut. Jika nanti hasil yang kau dapat tidak sebanding dengan usaha. Maka jangan kecewa. Karena itu tidak akan menjadi sebuah kesia-siaan."
Olimpiade hari itu berjalan dengan lancar. Semua peserta nampak sangat antusias mengerjakan soal. Setelah semua berakhir, mereka pun kembali pada habitat masing-masing.
"Gimana na? soalnya susah gak?."
"Udah tahu hasilnya kah? Antum lolos apa enggak?."
"Tadi dapet konsumsi enak nggak? Bagi-bagi dong."
Teman-teman menghujamku dengan berbagai pertanyaan seputar lomba. Ya terkecuali si ikan patin ber-toa. Aku tak mengerti alur pikirannya. Kenapa malah menanyakan perihal makanan?
_♥♥♥_
Sinarnya perlahan memudar. Sepertinya ia ingin tidur setelah lelah seharian menyinari bumi. Sore ini bertepatan dengan pelajaran aqidah akhlak yang diajar oleh ustadzah Aina.
"Baik, sekarang ustadzah ingin bertanya. Mengapa sih kalian harus capek-capek berkerudung dan berjilbab? Apa alasan yang membuat kalian masih teguh memakainya?."
Bak anak panah yang menancap tepat pada sasaran. Mulai terlihat wajah-wajah yang sedang berfikir keras. Tak terdengar satupun kata yang terucap di ruangan balok itu.
"Untuk pertanyaan kali ini, ustadzah ingin mbak yang ada di baris ketiga dari depan yang dekat dengan tembok untuk menjawab pertama kali."
Perintah itu berhasil mencairkan heningnya suasana.
"Iya, antum mbak. Yang pakai jilbab bunga-bunga berkerudung peach."
Semua pandangan pun tertuju pada gadis beralis tebal itu.
Yang diperintahpun kemudian berdiri.
"Masmuki?.*"
*siapa namamu?
"Ismi* Arella Athia. Biasa dipanggil Arel." Gadis manis itu memperkenalkan diri dengan malu-malu.
*nama saya
"Oke Arel, sekarang silahkan antum jawab pertanyaan ustadzah tadi."
"Jadi alasan mengapa saya memakai jilbab dan kerudung adalah karena itu perintah Allah. Dan wajib bagi saya sebagai seorang hamba untuk melaksanakannya. Ya saya tahu konsekuensi apa yang akan saya tanggung ketika melaksanakannya. Tapi bukankah pada awalnya kita sudah berjanji untuk menerima segala bentuk konsekuensinya?
KAMU SEDANG MEMBACA
LENTERA RINDU
SpiritualSebuah kisah tentang pijar rindu dalam lentera kenangan. Bermula dari setetes kesederhanaan yang terpilin menjadi sebuah keajaiban. Memancarkan cahaya indah yang melekat diantara ruang kalbu. Merengkuh jiwa, membimbing raga menuju asa. Gemerlap tera...