"Membiasakan kebiasaan yang tidak biasa."
_♥♥♥_
Hari pertama sekolah. Seperti kebanyakan murid lainnya. Tak ada yang berubah walau kini kami juga ber-cap sebagai santri. Mulai dari perkenalan diri masing-masing, perkenalan wali kelas, pembentukan struktur pengurus kelas, pembentukan jadwal piket, dan hal-hal lumrah yang biasa terjadi ketika hari pertama masuk sekolah. Entah kenapa tradisi itu gak berubah. Dari TK sampai SMA pun begitu.
Dan hal paling mengejutkan adalah aku ditunjuk sebagai sekretaris kelas. Sebenarnya sih enggak kaget banget, karena memang dulu aku juga pernah menjadi sekretaris kelas waktu SD. Tapi rasanya kali ini beda.
Dimana yang awalnya aku hanya menyesuaikan diri secara double yakni adaptasi lingkungan pondok yang serba mandiri dan sekaligus adaptasi menjadi siswa SMP yang hidup jauh dengan orangtuanya, eh sekarang ketambahan harus adaptasi dengan teman-teman yang belum sepenuhnya kukenal dan mereka memberiku amanah. Oke jadi triple.
Selama seminggu ini kami akan menjalani TASBA (Ta'aruf Santri Baru) yang serupa dengan MOS. Aku bener-bener harus kerja ekstra. Gimana enggak, disini semuanya serba mandiri. Hal paling menyebalkan bagiku adalah mencuci baju.
Entah kenapa hatiku selalu menolak untuknya sekuat apapun aku berusaha. Karena sampai kapanpun sepertinya aku gak akan pernah senang sama yang namanya mencuci baju. Tapi dibalik semua ratapan itu, alhamdulillah karena pondokku adalah pondok modern, jadi disana tersedia jasa laundry. Aku sangat sangat bersyukur akan hal itu. Walau harus merogoh uang saku yang lumayan, tapi gak papa deh. Daripada harus mencuci baju capek-capek aku lebih memilih opsi pe-laundry-an.
_♥♥♥_
Malam harinya. Malam kedua. Aku juga masih susah tidur. Kulihat jam menunjukkan pukul setengah duabelas kurang satu menit. Sempat terlintas dibenakku, apa aku terkena insomnia ya? Waduh bahaya dong, masa iya aku harus kayak gini terus menerus selama mondok. Tapi segera kutampis pikiran itu.
Aku memang agak lebay ya. Baru aja dua malam tidur di pondok, eh pikirannya yang enggak-enggak. Biasanya sih kalau di rumah dan malamnya susah tidur, aku main gadget. Lah kalau disini? Boro-boro gadget, novel aja enggak boleh bawa. Tapi untungnya kami masih diperbolehkan membawa handphone.
Yaa.. Meskipun itu hp batu.
Di tengah sunyinya malam. Kudengar beberapakali kelepakan sayap. Oh mungkin itu kelelawar, aku ber-positive thinking. Karena letak pondokku adalah di tengah desa maka pada saat malam hari amatlah sunyi. Terkadang untuk beberapa saat aku merasakan kengerian.
Tiba-tiba sayup-sayup terdengar suara tangisan.
Dan tiba-tiba jantungku berdegup lebih kencang. Kupenjamkan mata walau agak dipaksakan. Aku berharap untuk segera terlelap. Tapi salah, tangisan itu semakin keras, dan mataku pun semakin sulit untuk dipejamkan. Dalam hati aku berulang-ulang membaca doa sebelum tidur tapi rasa gelisah sudah merajai hatiku.
Ada satu hal yang terasa janggal.
.
.
.
.
.
Tangisan itu terasa dekat. Dan sepertinya tangisan itu milik seorang anak perempuan. Lalu kudengarkan kembali dengan seksama.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Itu bukanlah tangisan hantu atau sejenisnya. Itu tangisan manusia.
Akhirnya kuberanikan diri turun dari kasur. Karena kasurku ada di tingkat dipan atas, aku harus menuruni beberapa tangga kecil agar sampai di lantai kamar.
Ah! Ternyata benar dugaanku!
Rupanya dia adalah teman bawah kasurku. Dia menangis. Hingga isakannya terdengar mengiris hati.
"Kamu kenapa?." Tanyaku padanya memastikan. Heran aja tengah malam begini ada suara tangisan. Kan kedengarannya agak serem gitu.
"A..a...aku...aku kangen mama sama papa." Jawabnya terisak.
"Owalah, sudah-sudah jangan menangis." Lanjutku dengan nada iba seraya menepuk-nepuk pelan pundaknya.
Padahal dalam hatiku bergumam "Ih lebay amat sih nih anak. Baru aja ditinggal dua hari udah nangis. Mana kalo nangis tengah malam pula. Kan bikin merinding. Dasar cengeng!."
Astaghfirullahaladzim. Segera kuhilangkan prasangka burukku itu. Wal hasil karena malam itu aku juga tidak bisa tidur dan ada teman sekamar yang menangis akhirnya aku dan dia menghabiskan sisa sepertiga malam kami dengan begadang. Saling bercerita. Saling mengenal lebih satu sama lain. Hmm malam kedua yang mengesankan.
_♥♥♥_
"Namanya Rocha Humaira."
"Oh jadi anak itu yang buat kamu bangun telat. Untung aja ya gak telat masuk sekolah." Mey hanya menggeleng-gelengkan kepala mendengar ceritaku semalam.
"Ya bukan sepenuhnya salah dia sih. Kan aku juga yang enggak bisa tidur." Jawabku membela. Memang ini masih hari ketiga, dan aku hampir saja membuat kesalahan jika terlambat masuk sekolah.
"Ah sudahlah! Oh iya hari ini kan hari kamis, jadi kita diperbolehkan keluar pondok untuk membeli takjil buka puasa sendiri loh. Kamu mau gak keluar bareng aku? Ayo.. kesempatan ini hanya berlaku seminggu sekali."
Ia pun mengerlingkan mata padaku. Aih! Bulu matanya yang lentik membuatku untuk menjawab
"Iyadeh iya."
_♥♥♥_
Duapuluh tujuh menit menjelang adzan maghrib. Aku dan Mey sudah berbelanja hidangan buka puasa. Dengan menenteng lima kantong plastik, kurasa itu terlihat amat boros. Sebelum masuk gerbang kompleks asrama putri, langkah Mey terhenti.
"Eh ada warung, mampir bentar yuk. Aku mau beli es gabus. Kayaknya enak. Toh adzannya masih lama kok."
Aku malas menjawab. Dengan hembusan nafas sabar kuikuti langkah Mey perlahan menuju warung bertenda biru itu. Sesampainya di warung. Pemandangan aneh pun terlihat.
"Kok sepi ya?."
Aku dan Mey terheran-heran. Bagaimana tidak aneh. Dalam sepetak warung ini tidak terlihat barang seorangpun didalamnya. Hanya sejumlah meja kursi dan barang dagangan yang teronggok bisu. Aneh. Sangat aneh sekali.
Atau jangan-jangan...???
KAMU SEDANG MEMBACA
LENTERA RINDU
SpiritualSebuah kisah tentang pijar rindu dalam lentera kenangan. Bermula dari setetes kesederhanaan yang terpilin menjadi sebuah keajaiban. Memancarkan cahaya indah yang melekat diantara ruang kalbu. Merengkuh jiwa, membimbing raga menuju asa. Gemerlap tera...