"Aku tidak menghendakinya, itu bergerak layaknya kerja pada sistem syaraf otonom."
_♥♥♥_
"Jangan lupa sari gandum yang rasa coklat ya! Bukan kacang. Awas kalau sampai salah lagi."
"Iya tau! Dasar bawel! Masih untung ya aku baik." Cibir Fathin dengan raut muka sebalnya. Aku hanya nyengir pelan.
"Sampai sekarang masih nggak mau keluar nih? Traumanya belum hilang?." Komentar Ais yang entah sejak kapan ada di sebelahku.
"E-eh i-iya... hehe." Jawabku seadanya.
Memang ini sudah terhitung kurang lebih satu bulan lebih dua minggu semenjak tragedi sore itu. Tapi rasanya masih sangat melekat pada ingatan. Jadi selama ini aku selalu titip barang yang kubutuhkan melalui teman yang sedang keluar. Ya langgananku sih si ikan patin ber-toa. Walaupun terkadang salah beli barang.
"Kamu gak ikutan keluar?." Tanyaku pada Ais yang masih mematung.
"Enggak. Soalnya kebutuhanku udah terpenuhi." Balasnya ramah.
"Hmm, kalau gitu mau nggak temenin aku ke laundry station?."
"Kebiasaan deh. Yaudah ayo!."
_♥♥♥_
Setelah mengantar pakaian untuk di laundry, saat di jalan kebetulan aku dan Ais berpapasan dengan Mey. Dari kejauhan tampak ia sedang melepas tawa bersama seorang gadis berbiji mata hitam pekat. Oh dia Rere! Mereka berdua terlihat amat bahagia. Tepat ketika kami berpapasan, aku menyapa.
"Hai Mey, Re."
"O-oh hai..
...haha."
Ya aku hanya mendapat feedback se-singkat itu. Lantas mereka melanjutkan tawa.
Sedih? Tidak juga. Marah? Tidak terlalu sih. Hanya saja kecewa. Salahkah??
Hubungan kami akhir-akhir ini memang tidak bisa dikatakan baik-baik saja. Pasalnya memang kami sudah tidak sedekat dulu. Kini ia lebih banyak menghabiskan waktu bersama teman barunya yang juga merupakan teman se-kamarnya. Ya siapa lagi kalau bukan gadis berbiji mata hitam itu.
Dan aku sadar. Aku tak punya hak untung melarangnya dekat dengan siapa.
Tapi setengah hati ini berucap "Aku tidak suka jika dia seperti itu."
Sudahlah aku tidak ingin pikiranku hanya dipenuhi oleh permasalahan sepele macam itu. Karena memang beban sekolah sudah mulai terasa berat. Apalagi untuk kesempatan perdana sekolah tanpa bimbingan orangtua.
Dan yang lebih terasa beratnya adalah pelajaran pondok saat sore hari. Maklumlah beru kenal yang namanya pelajaran dengan kitab-kitab gundul berwarna kuning.
"Are you okay na?." Tanya Ais memastikan. Mungkin ia merasakan hal yang berbeda saat aku dan Mey berpapasan tadi.
Rasanya semenjak hubungan kami renggang, aku jadi lebih banyak menghabiskan waktu bersama Ais. Setara dengan waktu yang Mey habiskan dengan Rere.
Terkadang sesuatu berubah hingga berbanding terbalik dengan keadaan semula. Dan bahkan perubahan itu di luar nalar kita. Semua terjadi begitu cepatnya. Lebih cepat dari kita menyadarinya.
_♥♥♥_
Malamnya...
"Sstt, Ca? udah tidur belum?." Bisikku pada tetangga bawah kasurku. Lima detik tak ada sahutan. Berarti jawabannya "Sudah."
Lihatlah sekarang Oca sudah dapat tidur lebih cepat dibanding aku. Tak biasanya seperti ini. Sepertinya penyakit insomnia ku kambuh lagi karena ada segumpal ganjalan di pikiranku. Ganjalan itu benar-benar menyusahkanku untuk merapatkan kelopak mata.
Tujuh belas menit berlalu. Sama saja.
Akhirnya aku memutuskan untuk turun dari kasur dan menghampiri lemari. Siapa tahu ada benda yang dapat menghipnotisku untuk tidur. Tapi nihil. Aku hanya terlihat seperti orang yang benar-benar kurang kerjaan.
Kuputuskan kembali naik saja.
Saat kakiku hendak menginjak tangga dipan terdengar seseorang berteriak. Kuurungkan niatku sejenak. Kupasangkan kuping dengan benar. Mencoba mendengarkan kembali suara itu untuk kedua kali. Ternyata pendengaranku benar. Menurut hipotesisku suara itu berasal dari kamar sebelah.
"Cek nggak ya? Janggal banget malam kayak gini ada orang yang teriak. Kalau misalnya itu bukan orang gimana? Duh! Tapi aku yakin sih kalau itu orang. Kan teriakan hantu sama orang beda. Ohiya masalahnya lagi kalau aku kepergok sama mbak-mbak penjaga lagi keluar kamar bakalan dapat hukuman. Berabe dah! Ta-tapi kasihan kan kalau itu beneran ada seseorang yang berteriak minta tolong dan anak kamarnya gak ada yang bangun."
And then remaja labil yang satu ini pun mengambil keputusan.
_♥♥♥_
"Ha-halo? Ada orang?."
"To...tolong aku. Aku disini."
Aku sepertinya mengenal suaranya.
"Siapapun itu tolong bukain pintu dong. Aku udah kejebak disini lama banget. Mana baunya tak sedap pula. Dan anak kamar juga pada tebal kupingnya. Pliss. Aku janji besok traktir kamu makan bakso di warung."
Suara itu tampak familiar. Ah! Aku ingat ini suara yang sama saat tiba-tiba ada gadis aneh yang sksd denganku pada malam penutupan TASBA.
"I-iya iya." Aku hanya tertawa pelan dan berusaha membuka pintu kayu kamar mandi yang sudah usang tersebut.
"Fyuh ! akhirnya bebas juga." Hela-nya lega.
"Eh kamu? Ehe syukran (terimakasih) ya." Katanya sedikit terkejut ketika mengetahui aku-lah yang menolongnya.
"Sama-sama. Jangan lupa baksonya."
"....." Ia hanya bisa nyengir lebar.
_♥♥♥_
"Oh jadi kamu sama Fai udah kenal ya sebelumnya." Ucap Ais setelah mendengar ceritaku semalam tentang teman sekamarnya.
"Wkwk iya."
"Hmm baguslah. Ngomong-ngomong setelah kuteliti aku menemukan ada sesuatu yang tidak beres ya antara kamu dengan Mey?."
Aku tak menjawab. Hanya menghembuskan nafas dan menyungging senyum kecil kepada teman sebangku ku itu.
"Aku jadi ngerasa gak enak aja. Takutnya jika ternyata akulah faktor pemicu nya. Mungkin saja gara-gara aku mulai dekat denganmu lalu Mey marah dan perlahan meninggalkanmu."
Raut wajahnya mendadak berubah.
"Bu-bukan seperti itu ai. Kamu jangan berfikir seperti itu. Sampai saat ini pun aku juga belum mengetahui apa alasannya bersikap demikian. Jadi jangan menyalahkan diri sendiri ya. Aku benar-benar tidak ingin kamu berfikir negatif. Bisa saja ada sikapku yang kurang berkenan pada Mey. Siapa tahu?."
"Tetap saja na. Aku tak dapat memungkiri ketakutan itu."
"Sudahlah ai. Tak perlu kau ambil pikir. Cukup kau tidak meninggalkanku saja aku sudah sangat bersyukur."
Kedua telapak tanganku pun bergerak merangkul punggung tangan Ais.
Ia pun membalas menatapku disertai senyum manisnya. Dari sorotan matanya dapat terbaca "Aku janji takkan pernah meninggalkanmu."
KAMU SEDANG MEMBACA
LENTERA RINDU
SpiritualSebuah kisah tentang pijar rindu dalam lentera kenangan. Bermula dari setetes kesederhanaan yang terpilin menjadi sebuah keajaiban. Memancarkan cahaya indah yang melekat diantara ruang kalbu. Merengkuh jiwa, membimbing raga menuju asa. Gemerlap tera...