"Aku takut kehilangan sosokmu yang dulu."
_♥♥♥_
Genap seminggu sudah kami mendiami pondok ini. Acara penutupan TASBA akan diadakan setelah sholat isya' di Aula Akbar. Semua santri baru pun beranjak pergi ke aula. Aku berjalan sendiri karena Mey masih ada urusan dengan salah satu ustadzah pengasuhan. Tiba-tiba dari kejauhan terdengar seseorang berteriak.
"Ara tunggu!."
Oh seseorang berteriak kepada temannya agar menunggunya.
"Ara jangan cepet-cepet dong jalannya!."
Teriakan itu muncul kembali. Kuhiraukan saja.
"Ara!."
"Azura!."
Seperempat menit setelah teriakan terakhir itu, mendadak ada gadis muncul di depanku dengan nafas terengah-engah seraya menghadang jalanku dengan tangan kanannya.
"Kok jahat sih! Aku kan udah bilang tungguin."
Gadis itu pun menunjukkan raut muka kekesalannya.
Aku hanya mematung. "Siapa anak ini? Kok dia kenal aku? Kenapa memanggilku azura?."
"Ra? Kok bengong sih?." Lanjutnya terheran-heran.
"Ka...kamu kenal aku?." Aku pun akhirnya bersuara.
"Haduhh.. gausa acting deh ra. Gak lucu."
"Ha?"
Dalam hatiku berkata, "Nih anak ngapain sih? Gak jelas banget! SKSD pula!."
"Ealah Fai, kamu disini ta? Kok ninggal aku sih?." Tiba-tiba saja ada seseorang berkerudung hijau tosca menghampiri kami.
"Loh? Ka..kamu...kamu Ara?." Kata gadis aneh yang memanggilku Azura tadi kepada seseorang berkerudung tosca.
"Yaiyalah. Terus kalau bukan, siapa dong? Oh iya kamu ngapain disini? Ini teman barumu?." jawabnya seraya melempar senyum padaku.
"Ja...jadi...."
"Kenapa Fai?."
"Aku salah orang!."
Haha. Pingin ketawa sejadi-jadinya. Tapi takut nanti ada yang tersinggung. Malam ini aku disuguhkan hiburan yang sangat menggelitik. Dimana ada gadis yang mengira aku adalah temannya. Aku tak habis pikir, apa segitu miripnya kita?
"Oh maaf. Aku nggak tahu. Aku kira kamu Azura. Habis kalian mirip banget sih. Apalagi malam-malam kayak gini. Kan gelap jadi samar-samar. Ditambah kerudung kalian warnanya sama."
Pembelaan gadis aneh itu masih mengiang di kepalaku. Membuatku tak ingin berhenti tertawa. Si gadis aneh bernama Faiza Alissa.
_♥♥♥_
Usai acara penutupan TASBA, semua santri pun kembali menuju tempat habitatnya masing-masing. Kemudian dilanjutkan dengan piket kamar malam dan pembiasaan sebelum tidur.
"Na... udah busam belom?." Tanya Fathin tiba-tiba.
"Bu-busam?." Aku masih tidak faham apa yang ia bicarakan.
"Elah na, busam itu singkatan dari –buang sampah- gatau tuh ide muncul gitu aja dari otak si ikan patin..." Tukas Hulya dengan menggelengkan kepala lantas tertawa.
Fathin hanya memutar kepala, melotot tajam pada Hulya.
"Oh.. haha iya belum." jawabku asal seraya nyengir dengan wajah tak bersalah.
Langsung kupungut kresek sampah dan bergegas membawanya keluar dari kamar, meninggalkan ocehan Fathin yang menghujam Hulya. Setelah membuangnya ke bak sampah, aku sejenak memperhatikan keadaan sekitar. Sudah sepi, hanya tinggal seorang dua orang yang mondar-mandir. Oh mungkin itu mbak dan mas organtri yang tadi menjadi panitia saat acara penutupan TASBA, tebakku.
"Dek? Lagi apa?." Suara itu mengagetkanku.
"E-eh? Kak Avi? Hehe ini habis piket buang sampah."
"Oalaa.. eh ngomong-ngomong kakak boleh minta tolong nggak?."
"Emm, boleh. Minta tolong apa?."
"Jadi gini, sekarang kakak mendadak dipanggil sama mudhiroh (ustadah ketua asrama) nah sedangkan kakak masih harus ngasih proposal ini ke seseorang. Jadi kakak minta tolong ke kamu untuk memberikan proposal ini ke orang itu." Jelas kak Avi panjang lebar dengan mimik wajah memohon.
"Oh gitu, iyadeh kak boleh. Mau dikasih ke siapa?." Tanyaku memastikan.
"Hehe pokoknya kamu tinggal tunggu aja di dekat gerbang, nanti bakalan ada orang datang untuk ngambil. Oke?."
"Oke." Kak Avi pun menyerahkan map warna biru padaku dan segera masuk ke dalam asrama. Aku pun duduk di bangku panjang yang terletak di dekat gerbang perbatasan.
"Malam-malam gini siapa ya yang mau ambil proposal? Mana aku nunggunya sendiri pula. Duh ayo dong cepetan datang!." Gerutuku dalam hati.
Tiga setengah menit kemudian...
"Ekhem, vi? Proposalnya udah siap?."
Suara orang berdehem itu merobek keheningan. Penasaran. Aku pun menoleh ke sumber suara.
"Loh? Mas Adskhan?." Spontan aku berkata seperempat berteriak. Kaget.
_♥♥♥_
"Busam nya lama banget neng? Sampe Denmark ya?." Cerocos Fathin saat aku kembali ke kamar. Kuhiraukan saja. Malas menjawab. Langsung aku berjalan menuju kamar mandi halaman belakang kamar. Melakukan kegiatan rutin yang kujalani seminggu ini. Pembiasaan malam sebelum tidur.
Setelah semua anggota kamar sudah berada di atas Kasur masing-masing, kami pun membaca doa sebelum tidur dan surat-surat pilihan lainnya bersama.
Kemudian kami pun segera mencari posisi ternyaman untuk mengarungi samudra kapuk.
Penyakit insomnia ku sudah mulai memudar. Perlahan selama seminggu ini aku sudah mulai bisa beradaptasi dengan lingkungan baru. Ya semoga bisa betah deh. Nggak tahu tapi kapan. Si Oca juga begitu, ia memang masih tidak tidur saat tengah malam. Tapi beruntungnya dua hari terakhir ini ia tidak menangis seperti kuntilanak lagi, melainkan mencoba menyelami hobi barunya yang sudah merupakan hobi lamaku. Membaca buku.
Sebelum kupejamkan mata, samar-samar telingaku menangkap suara orang yang sedang berbisik-bisik. Rupanya anak kamar sebelah.
"Eh tahu gak? Mas yang tadi, yang baca al-qur'an ganteng banget."
"Ho oh. Udah cakep, suaranya merdu pula."
"Nah setuju! Apalagi tadi pakai sorban. Jadi makin top aja."
"Makin penasaran deh siapa sebenarnya sesosok mas bersorban itu."
Aku hanya tertawa dalam hati. Mengingat kejadian malam ini.
_♥♥♥_
Beberapa hari kemudian. Saat pelajaran Bahasa Arab. Kami diperintahkan untuk membentuk kelompok yang masing-masing terdiri dari dua orang untuk melakukan muhadatsah atau percakapan menggunakan Bahasa Arab. Ketika aku hendak menawarkan kepada Mey untuk menjadi kelompokku...
"Afwan (maaf) ya na. Aku sudah satu kelompok dengan Rere."
Iya oke gak papa kok. Toh temanku di kelas juga masih banyak yang bersedia untuk jadi kelompokku. Tapi entah mengapa rasanya sedikit perih. Perih yang tersirat.
Bukan marah, tapi takut.
Bagaimana jika nanti dia meninggalkanku sendiri?
KAMU SEDANG MEMBACA
LENTERA RINDU
SpiritualSebuah kisah tentang pijar rindu dalam lentera kenangan. Bermula dari setetes kesederhanaan yang terpilin menjadi sebuah keajaiban. Memancarkan cahaya indah yang melekat diantara ruang kalbu. Merengkuh jiwa, membimbing raga menuju asa. Gemerlap tera...